Kamis, 11 Juni 2015

YESUS TURUN KE DALAM NERAKA: PEMBAHASAN KALIMAT TURUN KE DALAM KERAJAAN MAUT DALAM KREDO RASULI (III)


Oleh: Albert Rumampuk


Ini adalah tulisan ketiga yang menjawab pemahaman Pdt. Samuel T. Gunawan tentang frasa, Kristus “turun ke dalam kerajaan maut” dalam pengakuan iman rasuli. Tulisan pertama (Pandangan saya terhadap kalimat tersebut) bisa dilihat disini: http://albertrumampuk.blogspot.com/2015/04/yesus-turun-ke-dalam-neraka-pembahasan.html Dan yang kedua (tanggapan pertama terhadap tulisan Pdt. Samuel T. Gunawan) bisa dilihat disini: http://albertrumampuk.blogspot.com/2015/05/yesus-turun-ke-dalam-neraka-pembahasan.html
JESUS AND INTERMEDIATE STATE (II)

Samuel T. Gunawan, SE.,  M.Th


(4:8) Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia." (4:9) Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? (4:10) Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu. (Efesus 4:8-10).

Bagian I dapat dilihat disini:

https://www.facebook.com/notes/samuel-t-gunawan/jesus-and-intermediate-state-i/845507238831792

TURUNNYA YESUS KE DALAM KERAJAAN MAUT

Setelah memperhatikan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan dari ayat-ayat Alkitab mengenai intermediate state dan keadaan kekal, tiba saatnya kita akan melihat apa yang diungkapkan Alkitab mengenai pengalaman Yesus sendiri, yaitu apa yang terjadi pada masa antara kematian dan kebangkitanNya. Disini saya akan membahas secara ringkas dan sistematis, sedangkan ayat-ayat yang menjadi acuan akan di eksegesis dan dianalis lebih lanjut.

Pertama-tama, kita akan mempelajari bagian Alkitab dari Mazmur 16:8-11  yang berisi nubuat mengenai kematian, penguburan serta kebangkitan yang akan dialami Mesias, yang tercatat demikian,   “Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah. Sebab itu hatiku bersukacita dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tenteram; sebab Engkau tidak menyerahkan aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang KudusMu melihat kebinasaan. Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa.    Di dalam Kisah Para Rasul 2:25-28 Petrus mengutip semua ayat tersebut di atas, dan di dalam Kisah Para Rasul 13:35 Paulus mengutip salah satu di antara ayat-ayat tersebut. Baik Petrus maupun Paulus menafsirkan kata-kata tersebut sebagai suatu nubuat yang langsung berbicara mengenai penguburan dan kebangkitan Yesus.[1] Petrus menyatakan, bahwa meskipun Daud yang mengucapkannya, kata-kata itu sesungguhnya tidak berlaku kepada Daud sendiri, karena pada kenyataannya jiwa Daud telah dibiarkan berabad-abad lamanya di dalam “Sheol”, dan tubuh jasmaninya pun mengalami proses pembusukan di dalam kubur. Maka ini merupakan salah satu nubuat Perjanjian Lama mengenai Mesias yang diucapkan oleh Daud tetapi tidak berlaku kepada dirinya sendiri, melainkan kepada Yesus Kristus, yaitu Mesias keturunan Daud yang ditunggu-tunggu. Ketika dihubungkan dengan Yesus, maka kata-kata Daud di dalam Mazmur 16 ini mengungkapkan bahwa dua hal akan terjadi pada saat Yesus mati, yaitu : (1) tubuhNya akan diletakkan dalam sebuah kuburan namun tidak mengalami proses pembusukan sama sekali; (2) rohnya akan turun ke dalam dunia orang mati (sheol), yaitu tempat yang tersedia bagi roh orang-orang yang mati, tetapi rohnya tidak akan berada di sana lebih lama dari masa selang antara kematian dan kebangkitannya.


Tanggapan saya: Menafsirkan kata-kata ‘dunia orang mati’ (Sheol – dalam Maz 16:10) sebagai sebuah tempat yg tersedia bagi roh orang mati dimana roh Yesus turun kesana, adalah sebuah penafsiran yang tak cocok dengan pemahaman dari Petrus dan Paulus dalam Kis 2:24-31 dan Kis 13:34,35. Berkhof berkata bahwa di kedua teks tersebut, Mazmur dikutip untuk membuktikan kebangkitan Yesus. Dia juga sepertinya mengatakan bahwa kata ‘sheol’ (dalam Maz 16:10) menunjuk pada ‘keadaan kematian’ (1).
Rasul Petrus berkata dalam Kis 2:24,27,31 “(24) Tetapi Allah membangkitkan Dia dengan melepaskan Dia dari sengsara maut, karena tidak mungkin Ia tetap berada dalam kuasa maut itu.... (27) sebab Engkau tidak menyerahkan aku kepada dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan. ... (31) Karena itu ia telah melihat ke depan dan telah berbicara tentang kebangkitan Mesias, ketika ia mengatakan, bahwa Dia tidak ditinggalkan di dalam dunia orang mati, dan bahwa daging-Nya tidak mengalami kebinasaan.” NIV menterjemahkan ayat 27 dan 31 sebagai berikut: ‘(27) because you will not abandon me to the grave, nor will you let your Holy One see decay. ... (31) Seeing what was ahead, he spoke of the resurrection of the Christ, that he was not abandoned to the grave, nor did his body see decay’ [= (27) sebab Engkau tidak meninggalkan / membiarkan aku di kuburan, atau membiarkan Orang KudusMu mengalami pembusukan. ... (31) Melihat apa yang ada di depan, ia berbicara tentang kebangkitan Mesias, bahwa Ia tidak ditinggalkan dalam kuburan, dan tubuhNya tidak mengalami pembusukan]. Disini Petrus sedang bicara sisi kemanusiaan Yesus, dimana tubuhnya dibangkitkan dan tak mungkin ditinggalkan terus dalam ‘dunia orang mati’ (HADES). Kata Yunani itu merupakan kutipan dari kata ‘Sheol’ di Maz 16:10 yang tidak mungkin diartikan ‘alam penantian’ bagi roh. Kata ‘maut’ di ayat 24, itu berhubungan dengan kematian. Tubuh Yesus tidak ditinggalkan terus mati/membusuk, tetapi Allah melepaskannya dari cengkraman kuasa maut itu. Untuk ayat 30-31 (dalam Kis 2), Wycliffe berkata: “Karena itu sang pemazmur secara nubuat berbicara tentang seorang dari keturunan Daud, yaitu Kristus, yang akan duduk diatas takhtanya. Di dalam kata-kata Daud ini, Petrus menemukan sebuah nubuat tentang kebangkitan Kristus.” (2)
Bandingkan dengan tafsiran Paulus berikut ini: Kis 13:34-35 “Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan Ia tidak akan diserahkan kembali kepada kebinasaan. Hal itu dinyatakan oleh Tuhan dalam firman ini: Aku akan menggenapi kepadamu janji-janji yang kudus yang dapat dipercayai, yang telah Kuberikan kepada Daud. Sebab itu Ia mengatakan dalam mazmur yang lain: Engkau tidak akan membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan.” Walvoord, saat mengomentari ayat-ayat ini berkata: “Maka disini kita melihat suatu tafsiran dengan penyaksian ganda dari ajaran Petrus dan Paulus yang menerima ilham ilahi. Apabila Daud mati dan tubuhnya menjadi debu, maka Kristus mati dan hidup kembali dari antara orang mati.”(3)
Baik Petrus maupun Paulus sama-sama menekankan kebangkitan Kristus dari kematian. Konteks dari teks-teks ini jelas sedang bicara tentang hal itu. Mereka sama sekali tidak membahas keberadaan roh Kristus antara kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi sedang membicarakan tubuh Yesus. Jika Maz 16:10 adalah sebuah nubuatan, maka Petrus dan Paulus kemudian memperjelasnya bahwa yang dibicarakan oleh Daud itu adalah kebangkitan dari tubuh Kristus. Jelas bahwa yang dibangkitkan itu adalah tubuh dan bukannya ‘roh’. Dengan demikian, berdasarkan tafsiran para rasul PB, maka kata ‘sheol’ dalam Maz 16:10 tentunya tidak bicara tentang sebuah alam penantian dimana roh Yesus berada, tetapi kata itu sebaiknya dipahami sebagai ‘kuburan.’


Kedua, pewahyuan dari Perjanjian Lama ini di atas, diteguhkan oleh pewahyuan yang lebih rinci lagi di dalam Perjanjian Baru. Di dalam Lukas 23:43 kita membaca bahwa Yesus berkata kepada pencuri yang bertobat yang tergantung di salib di sebelah kananNya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."  Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa “firdaus” secara harfiah berarti “sebuah taman”, yaitu tempat yang sama dengan pangkuan Abraham dalam Lukas 16:22), yaitu salah satu tempat dalam masa antara (intermediate state), yang disediakan bagi roh orang-orang benar yang mati. Selanjutnya, kita membaca pula di dalam Lukas 23:46, “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu (rohku, dalam terjemahan KJV).’ Dan sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawaNya (rohNya, dalam KJV). Pada saat Yesus mengatakan, “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan rohKu”, maka pada saat kematianNya itulah Yesus menyerahkan rohNya ke dalam tangan Allah Bapa. Derek Prince menjelaskan, “kita mengerti bahwa pada saat kematianNya Yesus menyerahkan nasib rohNya ke dalam tangan Bapa surgawiNya. Ia tahu bahwa tubuhNya akan diletakkan di dalam sebuah kuburan, tetapi nasib dari rohNya akan ditentukan oleh Allah, BapaNya. Kita mengetahui bahwa di samping memiliki sifat ilahi di dalam diriNya, Yesus juga menerima sifat manusia dalam diriNya. Dan di dalam semua ini kita melihat bahwa Ia menjalani segala sesuatu yang akan dialami juga oleh setiap jiwa manusia pada waktu matinya. Oleh tangan manusia tubuhNya diletakkan di dalam sebuah gua dimana Ia dikuburkan. Tetapi rohNya telah diserahkan kepada Allah, dan nasib rohNya itu diputuskan oleh Allah sendiri”.[2] Tafsiran Derek Prince ini nampaknya sesuai dengan pengkhotbah 12:7, bahwa sementara tubuh kembali menjadi tanah, maka roh manusia yang naik ke atas “kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Pengkhotbah 12:7; bandingkan Pengkhotbah 3:21).


Tanggapan saya: Yesus menyerahkan roh-Nya kepada Bapa, itu berarti nasib roh-Nya ditentukan oleh Allah Bapa? Tafsiran Derek Prince terhadap nasib roh Yesus ini juga sama dengan pahamnya tentang keadaan roh manusia saat kematian. Dalam artikelnya yang pertama, Pdt. Samuel T Gunawan (selanjutnya akan di singkat STG) setuju dengan Prince dengan mengatakan bahwa: “tujuan roh manusia kembali kepada Allah setelah kematiannya adalah untuk mendengar keputusan Allah yang menetapkan ditempat yang mana roh yang bersangkutan harus menunggu sampai saat dilakukannya kebangkitan orang mati dan penghakiman yang terakhir di akhir zaman nanti.”  Kedua pemahaman ini didasari pada teks dalam Luk 23:43,46 dan Pkh 12:7: 3:21, tetapi disemua ayat itu, tidak ada pernyataan eksplisit/implisit yang cocok dengan tafsiran Prince tersebut.

Mengenai roh Yesus yang pergi ke Bapa untuk mendengar keputusan Bapa tentang keberadaan roh-Nya nanti, tentu saja tidak mendapat rujukan yang jelas dalam KS. Bukankah Yesus juga adalah Allah yang seutuhnya? Sebagai Allah, Dia berkuasa sepenuhnya atas roh-Nya tersebut; kapan dan dimana roh-Nya berada, semuanya ada di dalam kuasa-Nya (Ini terlihat secara jelas dalam Luk 23:46). Juga, bandingkan dengan teks berikut ini:
Yoh 10:17-18 “Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."

Jika kita memahami Luk 23:46 berdasarkan Yoh 10:17-18, maka kita dapati bahwa penyebab kematian Kristus, sebenarnya bukan dikarenakan penderitaan fisik yang dialami-Nya. Pencambukan, penyaliban, penikaman, dsb, bukanlah penyebab kematian. Dia mati karena akibat ‘penyerahan yang sukarela’ dari roh-Nya. Jika roh-Nya tidak diserahkan, maka Dia pasti tidak akan mati. Tidak ada seorangpun / apapun yang bisa menyentuhnya sebelum saatnya tiba. Yesus berkuasa untuk memberikan atau mengambil kembali roh-Nya! Kapan roh-Nya meninggalkan tubuh atau saat mana roh-Nya kembali menyatu dengan tubuh-Nya, semuanya ada di dalam penguasaan Yesus sendiri. Bayangkan, jika Yesus punya kuasa yang sebegitu luarbiasa, lalu apakah hanya dalam hal menentukan dimana roh-Nya berada, itu tak bisa dilakukan-Nya? Kedua, adalah mustahil bagi Allah yang Maha Tahu dan Maha Perancang itu sama sekali belum menetapkan/merencanakan keberadaan roh (manusia) Yesus sebelum kematian-Nya. Maz 139:16 mencatat bahwa Allah sudah menetapkan ‘semuanya,’ segala sesuatu, sebelum segala sesuatu itu ada: "... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya". Allah bahkan merancangkan hal-hal yang sepele, termasuk nasib burung pipit dan rambut kita (Mat 10:29-30). Jikalau hal-hal remeh itu telah ditetapkan sebelumnya, masakan roh Juruselamat kita diabaikan dan baru ditetapkan saat kematian-Nya, seakan-akan itu tidak penting? Apakah burung pipit jauh lebih bernilai ketimbang Yesus? Buat saya ini adalah sebuah peremehan yang tidak perlu dilakukan. Allah secara jelas telah merancangkan seluruh kehidupan Yesus mulai dari kelahiran, penghianatan oleh Yudas, penyiksaan, penyaliban, pembunuhan / kematian, dst (bdk. Mik 5:1; Luk 22:22; Kis 2:23, dsb), dan saya yakin termasuk keberadaan roh-Nya saat mati di salib.
STG setuju dengan tafsiran Derek Prince bahwa roh Yesus pergi ke tangan Bapa surgawi atau roh-Nya diserahkan kepada Allah. Hal ini sebetulnya identik dengan surga karena Alkitab selalu mencatat/mengaitkan keberadaan Bapa di surga (Bdk. Mat 6:9 – ‘Bapa kami yang di sorga’). Roh Yesus yang ‘diserahkan kepada Bapa,’ itu sama dengan roh Yesus ‘pergi ke surga’. Maka kalimat ‘Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu (rohKu)’ itu mengandung 2 arti: 1) Itu menunjuk pada kematian tubuh jasmani Yesus; 2) bahwa roh-Nya ada bersama Bapa di firdaus/surga. Pada saat menjelaskan kata ‘Firdaus,’ William Barclay mengatakan bahwa kata itu berasal dari kata Persia yang berarti “sebuah taman yang bertembok.” Dia lalu menggambarkan jika seorang raja Persia hendak menghormati rakyatnya secara khusus, maka ia mengundangnya bersama-sama dengannya dalam taman, berjalan-jalan bersama raja tersebut. Tetapi Barclay kemudian melanjutkan bahwa “apa yang dijanjikan Yesus kepada pencuri itu adalah lebih dari hal yang sifatnya sementara saja. Yang Ia janjikan adalah tempat yang terhormat dimana si pencuri akan berjalan-jalan dengan Raja (Yesus) di taman Kerajaan Surga.” (4) Seperti yang sudah di jelaskan dalam tulisan yang kedua bahwa kata ‘firdaus’ itu berarti ‘surga’ (atau bagian dari surga). Jikalau roh Yesus ada bersama Bapa surgawi setelah kematian-Nya, lalu bagaimana mungkin kata ‘Firdaus’ dipahami sebagai tempat sementara bagi roh orang mati? Setelah mati, jiwa/roh si penjahat yang ada disebelah Yesus itu jelas sudah berada di surga bersama-sama dengan Raja di atas segala raja, Yesus Kristus Tuhan! Hal ini membuktikan secara eksplisit bahwa tidak ada yang namanya ‘tempat penantian sementara’ bagi roh orang mati bahkan sebelum kebangkitan Kristus! Secara tidak langsung, STG sebetulnya telah menjadikan Luk 23:43 bertentangan dengan Luk 23:46. Keberadaan roh Yesus di surga bersama-sama dengan Bapa, bukan untuk menanti keputusan Bapa tentang nasib roh-Nya, tetapi itu adalah pola/gambaran bahwa nanti, setelah orang-orang yang percaya pada-Nya, mati, seketika itu juga mereka akan berada di surga! Menafsirkan bahwa “nasib roh Yesus diputuskan oleh Bapa,” adalah penafsiran yang dicari-cari demi menunjang paham sebuah ‘tempat penantian’ di masa antara. Kata-kata dalam Luk 23:46 mirip dengan Kis 7:59 dimana Stefanus berdoa dan menyerahkan roh-nya kepada Yesus: “Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: ‘Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.’” Itu tidak berarti bahwa nasib roh Stefanus kelak baru saat itu ditentukan oleh Yesus. Stefanus adalah orang percaya yang penuh Roh Kudus dan karena itu tidak perlu lagi ada penetapan dari Allah sehubungan dengan keberadaan roh-nya. Ayat itu berarti bahwa roh Stefanus segera ada bersama Yesus di surga kekal saat kematian-nya. Dan jikalau seseorang sudah berada di surga, tidak ada kemungkinan bagi orang itu untuk berpindah ke tempat yang lain!

Jadi, sekali lagi saya tekankan bahwa kata-kata Yesus “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawa (roh) Ku” itu bukan berarti Yesus menyerahkan nasib roh-nya pada Bapa.(5) Bukan itu penekanan-nya, tetapi bahwa roh Yesus ada bersama-sama dengan Bapa disurga. Tidak ada penjelasan rinci/lebih lanjut bahwa roh Yesus di kirim oleh Bapa ke dunia orang mati untuk memproklamirkan kemenangan-Nya atas maut, membebaskan para kudus di PL, atau bahkan menginjili orang mati. Teks itu sudah sangat clear dan jelas! Segala usaha untuk mengobrak abrik ayat tersebut untuk disesuaikan dengan konsep yang sudah dibangun oleh penafsir, adalah sebuah tindakan yang mengada-ada!


Ketiga, apakah yang terjadi dengan roh Yesus, setelah Ia menyerahkannya kepada Allah Bapa? Walau tidak dijelaskan secara ekplisit, namun disini kita menghubungkannya dengan Efesus 4:8-10 dan 1 Petrus 3:18-20. Rasul Paulus berkata mengenai Kristus demikian, “Itulah sebabnya kata nas: ‘Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia.’  Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu” (Efesus 4:8-10). Sementara itu rasul Petrus mengatakan demikian, “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, …” (1 Petrus 3:18-20).


Tanggapan saya: Memang umumnya para penganut ‘penantian sementara’ menggunakan ayat-ayat itu untuk mendukung pahamnya. Sah-sah saja menafsirkan sebuah teks dengan menggunakan ayat-ayat yang lainnya, itu di benarkan dalam hermeneutika. Tetapi mengaitkan Luk 23:46 dengan Ef 4:8-10 dan 1 Ptr 3:18-20 menurut saya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Keempat, ketika kita menghubungkan berbagai pewahyuan yang diberikan di dalam semua ayat di atas mengenai Kristus tersebut, kita dapat merekonstruksi berbagai hal yang dialami oleh roh Yesus pada waktu itu, sebagai berikut :

(1)   Setelah roh Yesus pergi kepada Bapa, Disana Ia mendapatkan kunci maut dan kerajaan maut dari Bapa (Bandingan Wahyu 1:18). Mengapa, karena Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa kunci maut dan kerajaan maut itu ada pada Iblis atau setan. Kristus sendiri mengatakan, “... takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka (Matius 10:28). Dengan demikian, kunci maut dan kerajaan maut itu ada pada Allah, karena Ia sendiri yang berkuasa atas kematian tubuh dan jiwa serta berkuasa melemparkannya ke neraka. Sedangkan kunci kerajaan surga sudah ada pada Yesus ketika Ia berkata kepada Petrus beberapa wktu sebelumnya, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Matius 16:19). Setelah itu, Yesus kemudian turun ke dalam sheol (hades), yaitu tempat dimana roh-roh orang yang mati berada. Turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut ini bukan untuk merasakan siksaan di alam maut. Mengapa ? Karena seluruh penderitaan Yesus sudah selesai (berakhir) di kayu salib. Turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut ini juga bukan untuk memberitakan Injil (berita keselamatan) kepada orang-orang mati atau menebus orang-orang mati yang ada di sana. Mengapa? Karena Alkitab mengajarkan tidak ada penebusan, pengampunan dan tidak ada kesempatan kedua untuk orang-orang mati sehingga mereka bisa selamat.


Tanggapan saya: Ketika menafsirkan Wah 1:18, STG mengutip Mat 10:28 yang bicara tentang kuasa Allah yang membinasakan tubuh dan jiwa ke neraka (yang secara implisit juga berkuasa atas kematian tubuh). Apakah STG memahami istilah ‘kerajaan maut’ sebagai ‘neraka’? Jika demikian maka kata-kata ‘kerajaan maut’ (Yunani: hades) bisa diartikan ‘neraka’? Mengapa saya katakan demikian? Karena selain mengutip Mat 10:28, dia juga mengontraskan-nya dengan kata-kata ‘kunci kerajaan surga’ di Mat 16:19. Tetapi ini tak sesuai dengan kata-katanya dibagian yang lain yang tidak memahami kata ‘hades’ sebagai ‘neraka’.

Kunci maut dan kerajaan maut (Wah 1:18) tak bisa diartikan hurufiah bahwa Yesus benar-benar memegang sebuah kunci untuk membuka dan menutup pintu maut, dsb. STG berpendapat bahwa roh Yesus pergi ke Bapa untuk mendapatkan ‘kunci maut dan kerajaan maut’ dan itu berarti sebelumnya Yesus belum memiliki ‘kunci maut dan kerajaan maut’ tersebut. Benarkah demikian? Pertama-tama harus dipahami dulu apakah yang dimaksudkan dengan ‘maut’ dan ‘kerajaan maut’ dalam teks tersebut. Saya rasa STG sepakat bahwa kata ‘maut’ itu berarti ‘kematian’. Lalu apa arti kata ‘kerajaan maut (Yunani: HADES)?’ Ada macam-macam penafsiran untuk kata itu: 1) Keadaan kematian/kuburan; 2) Neraka; 3) Alam penantian sementara. STG jelas memahaminya sebagai ‘tempat penantian,’ tetapi saya lebih condong setuju dengan Paul Enns yang mengartikan kata ‘hades’ di ayat itu sebagai ‘tempat kematian/kuburan.’ (6) Lalu apa arti kata ‘kunci?’ Simon J. Kistemaker berkata “Seseorang yang memiliki kunci dapat membuka pintu dan mengakses barang milik, harta karun, dan rahasia. Memiliki kunci berarti memiliki kuasa dan otoritas...”(7) Yesus memegang kunci maut dan kerajaan maut, itu berarti Dia memiliki kuasa dan otoritas atas kematian dan kubur.

Yang menjadi persoalannya adalah kapan Yesus memiliki kunci maut dan kerajaan maut itu? STG setuju dengan penafsiran bahwa Yesus memiliki kunci tersebut nanti saat roh-Nya pergi ke Bapa surgawi setelah kematian-Nya. Tetapi apa dasarnya mengatakan demikian? Ayat itu hanya mengatakan bahwa Yesus memegang/memiliki kunci, bukannya baru punya saat itu. Yoh 10:17-18 mencatat bahwa Yesus berkuasa atas kematian-Nya sendiri. Jika Dia sanggup untuk menentukan kapan Dia mati dan hidup kembali, lalu mungkinkah Dia tidak sanggup untuk menentukan kematian seseorang? Yesus juga berkuasa membangkitkan orang yang telah mati (Misalnya di Luk 7:11-15), bahkan Lazarus yang sudah mati di kubur selama 4 hari juga dibangkitkannya (Yoh 11:38-44). Oleh karena itu, Yesus sudah punya kuasa tersebut bahkan sebelum roh-Nya pergi ke Bapa di surga. Sekali lagi bahwa Wah 1:18 hanya berkata “Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.” Bukannya “Aku BARU memegang segala kunci maut dan kerajaan maut.”



Jika demikian, apakah tujuan Yesus turun ke kerajaan maut ini? Rasul Paulus dalam Efesus 4:9  turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut ini dengan frase “eis ta katôtera merè tès gès, yaitu “turun ke bagian bumi yang paling bawah”, Menurut Welly Pendasolang, “Rangkaian preposisi “eis” dengan kata benda akusatif “ta katôtera” dalam kalimat tersebut mengungkapkan gagasan “masuk ke dalam”  atau “turun”. Sedangkan, istilah “katôtera” yang artinya “lebih bawah” adalah kata sifat komparatif yang menerangkan bahwa hades atau sheol merupakan tempat nyata yang berada dipusat atau bagian yang lebih dalam dari bumi”.[3]  Pada hari kematianNya pada kayu salib itu, terlebih dahulu Ia pergi ke tempat yang disediakan bagi roh orang-orang yang benar, yang disebut “Firdaus” atau “Pangkuan Abraham”.  Menurut catatan kitab-kitab Injil kematian Yesus pada kayu salib terjadi ketika sebelum kedua orang pencuri itu mati, maka masuk akal bahwa Yesus sudah berada di dalam “Firdaus” terlebih dahulu untuk menyambut kedatangan dari pencuri yang bertobat itu, yang menyusul ke sana sesudahnya.[4]  Gleason L. Acher menyatakan, “Rupanya firdaus tidak diangkat ke surga sampai hari Paskah.”[5] Yang dimaksud Gleaser dengan “hari Paskah” mengacu pada hari kebangkitan Yesus yang terjadi bersamaan dengan perayaan Paskah  bangsa Yahudi. Tim LaHaye menambahkan, “ Setelah menyerahkan nyawaNya, Yesus turun ke hades dan memimpin semua orang kudus Perjanjian Lama, yang telah ditawan hingga saatnya dosa ditebus, naik ke surga, dimana mereka bersama-sama dengan Dia”.[6] Namun sebelum membawa firdaus dan jiwa-jiwa yang ada disana, Yesus turun kebagian yang paling bawah dari sheol (hades) tersebut.


Tanggapan saya: Menurut saya penggunaan bahasa Yunani untuk menjelaskan kalimat “turun ke bagian bumi yang paling bawah,” itu tidak bisa membuktikan bahwa Yesus memang turun ke hades/dunia orang mati. Hanya atas dasar kata “katôtera” saja? Kata Yunani itu hanya muncul satu kali dalam PB, yaitu di Ef 4:9 (8) Dan karenanya, tidak segampang itu menyimpulkan kata tersebut sebagai ‘hades.’ Kemudian, ajaran bahwa roh Yesus pergi ke Firdaus (tempat roh orang-orang benar menanti) merupakan pemahaman yang dipaksakan, apalagi menganggap bahwa Firdaus di pindahkan saat kebangkitan-Nya (bagian ini sudah dijelaskan di tulisan yang kedua).

STG lagi-lagi mengutip komentar Tim LaHaye yang mengatakan bahwa “Setelah menyerahkan nyawaNya, Yesus turun ke hades dan memimpin semua orang kudus Perjanjian Lama, yang telah ditawan hingga saatnya dosa ditebus, naik ke surga, dimana mereka bersama-sama dengan Dia”. Mungkin Tim LaHaye mendasari pemahaman itu pada Ef 4:8 - Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia." Apakah yang dimaksud dengan frasa ‘tawanan-tawanan’ di ayat tersebut? Benarkah itu adalah orang-orang kudus di PL? Sebetulnya ini sudah terjawab di artikel kedua saya, tetapi sekali lagi bahwa jika memang harus dimengerti demikian, maka Abraham, Elia, Henokh, dan semua orang kudus lainnya pasti ada di tempat penantian itu sebelum kebangkitan/kenaikan Kristus. Tetapi faktanya, mereka sudah ada di surga bahkan sebelum peristiwa kebangkitan Kristus ke surga. Perhatikan ayat-ayat berikut ini:

  • Abraham sudah ada disurga:  Luk 16:22-24 “Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.” Memang dalam ayat ini keberadaan Abraham di surga tidak secara eksplisit dinyatakan, akan tetapi si orang kaya itu jelas ada di neraka dan ini di kontraskan dengan posisi Abraham yang “jauh” dari tempat itu. Dengan demikian Abraham berada di tempat yang sebaliknya, yaitu di surga.
  • Elia sudah ada disurga: 2 Raj 2:11 “Sedang mereka berjalan terus sambil berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai.”
  • Henokh sudah ada di surga : Kej 5:24 “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah.” (Bdk. Ibr 11:5)
Memahami bahwa saat kematian-Nya roh Yesus turun ke tempat penantian untuk membebaskan para tawanan (orang-orang kudus di PL) dan membawanya ke surga, akan menentang ayat-ayat diatas. Kemudian dikatakan bahwa ‘Firdaus’ itu akan diangkat dari hades ke surga saat kebangkitan Yesus. Ini juga pasti menentang Luk 23:43, 46 yang mencatat bahwa Yesus dan penjahat disebelahnya telah ada di Firdaus/surga bahkan sebelum kebangkitan-Nya.

(2) Dari Firdaus itu, Yesus selanjutnya turun bagian paling bawah dari “sheol (hades)” yaitu  tempat roh-roh orang jahat, khususnya ke tempat roh dari orang-orang jahat yang dipenjara karena ketidaktaan kepada Allah pada zaman Nuh, untuk memproklamasikan (mengumumkan) kemenanganNya atas dosa. Jiwa-jiwa ini dipenjara dan binasa karena menolak Khotbah Yesus kepada mereka melalui Nuh sebelum inkarnasi Kristus.[7] Menurut Welly Pandensolang, “Kata kerja ‘kerysso’ dalam 1 Petrus 3:19, yang diterjemahkan dengan memberitakan Injil dalam terjemahan bahasa Indonesia, maka secara gramatikal kata kerja ‘kerysso’ tersebut tidak dapat diterjemahkan dengan kata kerja memberitakan Injil dengan tujuan untuyk menobatkan atau menyelamatkan jiwa, sebagaimana arti dan tujuan dari kata kerja ‘eungelizo’. Tetapi kata ‘kerysso layaknya diterjemahkan dengan berkhotbah, mengumumkan, atau memproklamirkan suatu kebenaran tertentu, bukan memberitakan Injil dengan tujuan penyelamatan jiwa manusia”.[8] Jadi, sebagaimana yang dikatakan Derek Prince, “sebenarnya ayat ini tidak mengatakan bahwa Yesus ‘mengabarkan Injil’ kepada roh-roh yang berada di dalam penjara itu. Ayat itu hanya menyatakan bahwa Yesus sekedar menyampaikan suatu “proklamasi” atau pernyataan / pengumuman”.[9]


Tanggapan saya: Setelah “turun” ke Firdaus (yang berada di hades), lalu kemudian “turun” lagi ke tempat roh-roh orang jahat? Jadi Kristus turun sebanyak 2 kali? Aturan dari mana itu? Bukankah Ef 4:9 hanya mengatakan “turun ke bagian bumi yang paling bawah?” Bagaimana bisa di pahami bahwa Yesus 2 (dua) kali turun?? Lalu di katakan bahwa Yesus secara khusus turun ke tempat roh-roh orang yang tidak taat pada zaman Nuh. Mengapa Yesus begitu mengkhususkan orang-orang jahat di zaman Nuh? Bahkan berkhotbah/memberi pengumuman kemenangan kepada mereka? Bagaimana dengan orang-orang jahat di zaman Abraham, Ishak, Yakub, Daud, Ayub, dll? Mengapa Yesus tidak menemui mereka juga? Sekali lagi saya tanya, untuk apa Yesus memberikan pengumuman semacam demikian? Adakah manfaat-nya untuk orang-orang yang sudah mati itu?

Jika kita melihat secara cermat, maka konteks dari 1 Ptr 3 sama sekali tidak sedang membicarakan keberadaan roh Kristus di masa antara kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi soal ‘bertahan di dalam penderitaan’ (mulai ayat 13). Dan lagi, tidak pernah sekalipun di seluruh ayat2 itu dimunculkan kata ‘hades.’ 1 Ptr 3:19 menggunakan kata ‘phulake’ (penjara) dan bukannya ‘hades’ (alam barzakh).   Kemudian, sekalipun kata ‘kerusso’ dalam 1 Ptr 3:19 itu diartikan sebuah ‘proklamasi/pengumuman,’ tetapi dari mana bisa tahu bahwa yang di umumkan itu adalah ‘kemenangan Kristus atas dosa?’ Buat saya, kata Yunani itu lebih pas di terjemahkan ‘berkhotbah’ seperti terjemahan KJV: preached. Roh ilahi Yesus memberitakan/berkhotbah melalui Nuh di zaman-nya dan bukan khotbah yang di lakukan setelah kematian-Nya. Ini sesuai dengan 2 Ptr 2:5 yang mencatat Nuh sebagai ‘pemberita/pengkhotbah kebenaran.’ Jadi kata ‘memberitakan’ dalam terjemahan LAI menurut saya sudah benar, sekalipun kata ‘Injil’ sebetulnya tak ada.

Charles C. Ryrie: “1 Petrus 3:19 juga dikaitkan dengan dugaan tentang turunnya Kristus ke dunia orang mati/alam barzakh. Sementara berada di sana antara kematian dan kebangkitan-Nya, Dia mengumumkan kemenangan-Nya atas dosa dan memindahkan mereka dalam bagian Firdaus ke surga. Meskipun begitu, ayat ini lebih mungkin lagi berarti bahwa pre-inkarnasi Kristus diberitakan melalui Nuh bagi mereka yang, karena menolak pemberitaan tersebut, sekarang ini menjadi roh-roh yang ada dalam penjara.” (9)


Jadi turun ke dalam kerajaan maut (sheol / hades) ini perlu dilakukan oleh Yesus yang menyatakan bahwa Ia adalah pemenang.  Turun ke dalam alam maut ini merupakan tahap pertama dari pemuliaan Kristus. Tafsiran ini dipegang oleh sebagian Gereja Lutheranis dan juga Gereja-gereja Pentakostal. Gereja Lutheran menganggap bahwa turunnya Yesus ke dalam kerajaan adalah penting untuk mencapai penggenapan kemenanganNya atas Iblis dan kuasa kegelapan, dan mengumumkan hukuman bagi mereka.[10]  Sementara itu, pandangan Pentakostal, sebagaimana yang dinyatakan oleh French L. Arringten, mengatakan “Alkitab mengajarkan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus pergi ke kerajaan maut... Dalam kuasa Roh Kudus, Kristus pergi ke kerajaan maut sebagai pemenang, bukan sebagai korban. Sebagai pemenang Ia menegaskan ketuhananNya dan kuasaNya di kerajaan maut. Kristus adalah pemenang, bahkan dilingkungan orang-orang mati. Dari tempat itu Ia muncul sebagai Kristus yang menang, yang mengingatkan semua orang bahwa ketuhanannya mencapai seluruh wilayah”.[11]


Tanggapan saya: Bagian ini sudah saya sanggah di tulisan yang kedua.



(3)   Kemudian, pada waktu yang ditentukan oleh Allah, ketika segala maksud ilahi tercapai Yesus di dalam roh naik kembali dari kerajaan maut (sheol/hades)itu, kembali ke dalam dunia yang fana, dan pada waktu yang bersamaan, tubuhNya yang terbaring dalam keadaan tak bernyawa di kuburan itu dibangkitkan dari kematian. Sejak saat itu, kunci maut dan kerajaan maut itu tetap ada di tangan Yesus (Wahyu 1:18). Lalu roh dan tubuhNya yang itu dipersatukan menjadi kepribadian yang seutuhnya kembali. Yesus kini telah bangkit dengan tubuh yang telah di muliakan.[12] Mengenai kebangkitan Yesus ini rasul Paulus berkata dalam 1 Korintus 15:20 demikian, “Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal”. Dengan demikian lengkaplah sudah intisari dari Injil yang menurut rasul Paulus demikian, “Sebab yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita, sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci” (1 Korinyus 15:3-4).


Tanggapan saya: Di ayat itu (1 Kor 15:3-4) Paulus sama sekali tidak menyinggung soal ‘alam penantian’ bagi roh Yesus, tetapi bahwa Yesus ‘mati, dikuburkan dan bangkit.’ Itu saja! Menjadi aneh jika di ayat ini Paulus tidak berbicara apa-apa mengenai roh Yesus antara kematian dan kebangkitan-Nya, tetapi di bagian lain (Ef 4:9) tiba-tiba dia mengatakan bahwa Yesus turun ke dalam dunia orang mati/hades, mengangkat para kudus di PL ke surga, dst. Sekali lagi bahwa Paulus hanya menegaskan 3 hal yang sangat penting yang tercatat dalam Kitab Suci: 1) Yesus telah mati; 2) Dikuburkan; dan 3) Bangkit pada hari yang ketiga. Perhatikan, disini Paulus menggunakan kata ‘Kitab Suci’ sebanyak 2 kali. Itu mengisyaratkan penekanan yang kuat bahwa ketiga hal yang dibicarakan-nya itu memang ada di dalam Alkitab. Tetapi bagaimana dengan teori ‘roh Yesus turun ke alam penantian?’ Paulus merasa itu tidak penting, bukan hanya karena ‘tidak penting’ tetapi yang terpenting adalah bahwa itu tidak ada di dalam Kitab Suci!


Ringkasnya, berdasarkan apa yang dijelaskan di atas, dengan keyakinan dapat kita katakan bahwa Yesus pada jumat sore sekitar jam 3 mati dan menyerahkan rohNya kepada Allah Bapa, dari sana Ia di dalam roh pergi ke sheol / hedes (di atas telah dijelaskan bahwa sheol dan hades itu sinonim tetapi berbeda dari gehenna atau neraka. Jadi menurut pengertian ini, Yesus ke hadis, bukan ke neraka). Di hadis itu Ia pergi ke tempat yang bernama firdaus, yaitu tempat jiwa-jiwa orang benar yang telah mati dikumpulkan, sesuai dengan janjiNya kepada pencuri yang bertobat yang disalibkan di sebelah kanan. Kemudian ia turun ke bagian hades yang paling bawah yaitu tempat penghukuman sementara bagi  jiwa-jiwa dari orang-orang fasik, untuk memproklamasikan berita kemenanganNya. Kemudian, pada dini hari atau subuh pagi minggu, tiga hari setelah kematianNya, Ia bangkit dari antara orang mati.  Bersama dengan kebangkitanNya itu Ia memindahkan firdaus ke surga, sebagai bagian dari surga. Sejak saat itu semua orang percaya dalam Kristus ketika mati rohnya langsung ke firdaus di surga. Demikianlah kita dapat yakin bahwa Yesus Kristus benar-benar turun ke dalam kerajaan maut (sheol/hades), sebagai pemenang, yaitu tahap pertama dari pemuliaanNya.


Tanggapan saya: Kesimpulan itu di dasari atas eksegese yang keliru terhadap teks-teks dalam Alkitab.


EKSEGESIS DAN ANALISIS TEOLOGIS EFESUS 4:7-12


Setelah memberikan nasihat kepada Timotius dan Jemaat di Efesus agar menjaga dan memelihara kesatuan jemaat (Efesus 4:1-6), rasul Paulus melanjutkan nasihatnya lebih lagi tentang kesatuan, khususnya dalam bidang pelayanan (Efesus 4:7-12). Rasul Paulus memulai nasihat berikutnya dengan berkata “Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus” (Efesus 4:7). Rasul Paulus menjelaskan bahwa dalam jemaat yang satu itu ada bermacam-macam kasih karunia (kharis) yang dianugerahkan oleh Kristus kepada anggota-anggota jemaat, “masing-masing menurut ukuran pemberian Kristus” (Efesus 4:7) dengan tujuan untuk “pembangunan tubuh Kristus” (Efesus 4:12). Pemberian kasih karunia itu dilakukan menurut kehendak dan maksud Tuhan sendiri, bukan menurut kehendak manusia, bukan juga berdasarkan usaha atau prestasi seseorang. Pemberian kasih karunia yang berbeda-beda diungkapkan dengan kalimat, “heni hekastôi hèmôn (kepada kita masing-masing)”, yang artinya jelas bahwa setiap orang percaya memiliki karunia yang berbeda-beda (Bandingkan 1 Korintus 12:11,18). Pemberian kasih karunia yang berbeda-beda itu bukanlah dimaksudkan untuk memecah belah kesatuan jemaat, melainkan justru merupakan cara Tuhan agar jemaat saling membutuhkan satu sama lain dan bekerjasama sebagai suatu kesatuan bagi pembangunan tubuh Kristus.


Pemberian kasih karunia itu dipertegas lagi oleh Paulus ketika ia mengatakan “Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia” (Efesus 4:8). Frase “itulah sebabnya kata nas” dalam bahasa Yunaninya adalah “dio legei” yang secara harafiah berarti “karena itu Ia berkata” mengacu kepada Mazmur 68:19, yaitu nas kutipan Paulus yang menunjuk kepada Kristus, demikian : “Engkau telah naik ke tempat tinggi, telah membawa tawanan-tawanan; Engkau telah menerima persembahan-persembahan di antara manusia, bahkan dari pemberontak-pemberontak untuk diam di sana, ya TUHAN Allah”.[13] Dalam Septaguinta kalimat “Engkau telah menerima persembahan-persembahan di antara manusia” adalah “elabes domata en antrôpôi” yang berarti “Engkau menerima pemberian-pemberian berupa manusia”. Jadi ketika mengutip Mazmur 68:19 ini dan menerapkannya pada Kristus, kita melihat bahwa Paulus telah melakukan perubahan kecil, dimana Ia mengubah kata ganti diri kedua (Engkau) menjadi kata ganti diri ketiga (Ia) seperti berikut ini, “edôken domata tois anthrôpois (Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia)”. Penerapan ini oleh Paulus disebutkan melalui pertanyaan retoris dalam Efesus 4:9 dan penjelasannya dalam ayat 10. Disini, rasul Paulus jelas hendak menutup segala kemungkinan penafsiran “Engkau” dalam Mazmur 86:19 secara lain. Paulus menegaskan bahwa hanya Kristus saja yang “telah naik” dan “telah turun”. Paulus mengatakan, “Bukankah ‘Ia telah naik’ berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?”  (Efesus 4:9). Maksudnya ialah bahwa “naik” pasti akan diikuti oleh “turun”. Disini Paulus dengan jelas menghubungkan signifikansi “anabènai (naik)” dengan “katabènai (turun)”, bahwa tanpa “katabènai” tidak dapat dipikirkan dan tidak mungkin ada “anabènai”. Tetapi manusia manakah yang telah melakukan kedua-duanya: naik dan turun? Tidak ada selain dari Kristus saja.  Jadi Ia (Kristus) telah naik “jauh lebih tinggi dari pada semua langit” (Efesus 4;10), Ia juga telah turun “ke bagian bumi yang paling bawah (Efesus 4:9)”.


Tanggapan saya: Menurut saya tak ada gunanya STG membahas konteks dari Ef 4:8-10. Itu sama sekali tak bisa memperkuat argumen-nya, bahkan penggunaan bahasa Yunani (yang di kutip dari tulisan Dr. J.L. Ch. Abineno) buat saya hanyalah sebuah kesia-siaan belaka.

Pertanyaannya, apakah yang dimaksud dengan frase Kristus “telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit” (Efesus 4;10), dan frase Kristus “telah turun ke bagian bumi yang paling bawah (Efesus 4:9)”? Menurut Charles F. Beker, Alkitab mengenali tiga tingkat surga (2 Korintus 12:2). Tingkatan-tingkatan tesebut biasanya digambarkan sebagai : (1) langit (TB: langit; KJV: heaven, surga atau langit) yang memiliki atmosfir, tenpat burung-burung terbang (Yeremia 4:25, KJV: Birds of the heavens); (2) langit tempat bintang-bintang (kejadian 22:17, KJV: stars of the heaven; Matius 24:29, KJV: stars shall fall from heaven); (3) langit yang mengatasi segala langit, atau surga tempat kediaman Allah (1 Raja-raja 8:27,30, KJV: heaven of heavens.[14] Yang kita maksud dengan surga yang sebenarnya adalah pengertian yang ketiga, tempat kediaman Allah, yaitu langit yang mengatasi segala langit.   Beberapa tahun setelah kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga, rasul Paulus mendapatkan penglihatan mengenai surga tingkat ketiga (2 Korintus 12:2), nampaknya yang dimaksud oleh Paulus adalah firdaus, yang merupakan bagian dari surga. Jadi yang dimaksud dengan frase Kristus “telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit” (Efesus 4;10) adalah bahwa Kristus tidak hanya naik ke tingkat pertama dan tingkat kedua dari dari langit, tetapi Ia telah naik “ke langit yang mengatasi segala langit, yaitu surga, tempat kediaman Allah.


Tanggapan saya: Sebelum meninjau kata-kata “Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah” (Ef 4:9), mari kita pahami dulu apa makna kalimat “Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit” (ayat 10). Kata Yunani ‘ouranon’ bisa diartikan ‘langit’ atau ‘surga.’ Orang Ibrani pada zaman para rasul rupanya memahami ada surga tingkat 3 (Bdk. 2 Kor 12:2). Tetapi itu tidak berarti bahwa surga punya tingkatan-tingkatan (ada 3 tingkat). Ketika Paulus diangkat ke tingkat yang ketiga dari surga, itu maksudnya bahwa dia ada bersama Allah di surga. Bagi orang Indonesia, kita tidak memahami bahwa atmosfir itu tingkat pertama dari surga, atau langit tempat bintang-bintang, matahari dan bulan sebagai surga tingkat kedua. Yang kita pahami bahwa surga itu adalah tempat kediaman Allah. Jadi saat dikatakan bahwa Kristus telah naik jauh diatas semua langit/surga itu tidak berarti bahwa surga itu bertingkat-tingkat, tetapi bahwa Dia telah naik ke surga tempat kediaman Allah.

Sedangkan frase Kristus “telah turun ke bagian bumi yang paling bawah (Efesus 4:9)” benar-benar menujukkan bahwa Kristus telah turun ke sheol (hades) yang berada di bagian bumi yang paling bawah.  Bumi menunjuk kepada tempat dimana manusia hidup, sedang bumi bagian bawah menunjuk kepada kuburan dan dunia orang mati (sheol/hades). Rasul Paulus dalam Efesus 4:9  menjelaskan turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut ini dengan frase “eis ta katôtera merè tès gès, yaitu “turun ke bagian bumi yang paling bawah”, Menurut Welly Pandensolang, “Rangkaian preposisi “eis” dengan kata benda akusatif “ta katôtera” dalam kalimat tersebut mengungkapkan gagasan “masuk ke dalam”  atau “turun”. Sedangkan, istilah “katôtera” yang artinya “lebih bawah” adalah kata sifat komparatif yang menerangkan bahwa hades atau sheol merupakan tempat nyata yang berada dipusat atau bagian yang lebih dalam dari bumi”.[15]


Tanggapan saya: Sekarang apa makna kalimat Kristus “telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?” Sama dengan frasa “... telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit,” yang bukannya berarti bahwa surga itu bertingkat-tingkat, maka kalimat “bagian bumi yang paling bawah,” itu juga tidak harus berarti bahwa bumi itu punya beberapa tingkatan: Kuburan, Firdaus, tempat roh-roh orang fasik, dsb.  Jika demikian, lalu apa maksud kalimat tersebut? Dr. J.L. Ch. Abineno menyebutkan ada beberapa penafsiran terhadap frasa tersebut: 1) Turunnya Kristus ke alam maut [syeol]; 2) Datangnya Kristus yang dimuliakan itu kepada milik-Nya; dan 3) Turunnya Kristus ke dalam dunia, ketika ia dilahirkan sebagai manusia. Dr. Abineno sendiri lebih condong setuju dengan pendapat Calvin (point ke 3) yang memahami kalimat tersebut sebagai ‘inkarnasi Kristus.’ Abineno berkata: “Saya lebih cenderung kepada pendapat yang akhir ini. Dari bumi Ia (= Kristus) naik kembali ke sorga, seperti yang di katakan dalam ay. 10: ‘Ia yang telah turun. Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhi segala sesuatu’. Sesudah berkata-kata tentang turunnya Kristus ke bumi, maka Paulus menunjuk kepada kenaikan-Nya, bahwa Paulus bertolak dari kenaikan Kristus ke sorga. Ia yang telah turun = Ia yang telah naik. Ada suatu identitas...” (10)

Untuk mereka yang setuju dengan pendapat bahwa Kristus turun ke alam maut (sheol/hades), Peter T. O’Brien berkata bahwa penafsiran ini memang telah memiliki pengaruh yang begitu besar dan panjang dalam sejarah penafsiran kitab Efesus, tetapi seiring waktu yang berjalan, penafsiran ini kini kurang mendapat dukungan. Dia berkata: “Bapa-bapa gereja awal menghubungkan Efesus 4:9 dengan 1 Petrus 3:19 (‘Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara’), yang mereka tafsirkan sebagai Kristus ‘menyusuri neraka.’ Tetapi di dalam surat Efesus ini tidak ada rujukan yang jelas kepada hades atau neraka. Bagi pandangan tradisional, turun ke hades adalah dari bumi ke bawah bumi atau ranah kematian. Meskipun Roma 10:6, 7 dan Filipi 2:8-10 (‘di bawah bumi’) di pakai untuk mendukung pandangan ini, namun yang di kontraskan dengan Ef 4:9, 10 adalah antara naik ke sorga dan turun dari sana. Ungkapan tidak biasa ‘bagian bumi yang paling bawah’ lebih baik di tafsirkan sebagai ‘bumi di bawah’ daripada sebagai tempat kediaman kematian. Kontras Paulus ‘bukan antara satu bagian bumi dengan bagian bumi yang lain, tetapi antara seluruh bumi dan sorga,’ dan ini sesuai dengan kosmologi dua tingkat dari surat ini, di mana ‘segala sesuatu’ dibentuk ‘di sorga dan di bumi.’” (11)

Berikut adalah komentar dari beberapa penafsir yang lain tentang Ef 4:9,
Charles C. Ryrie: “Paulus menulis bahwa Kristus turun ke dalam bagian bumi yang paling bawah. Ada yang memahami hal ini berarti bahwa Tuhan Yesus turun ke dalam alam barzakh antara kematian-Nya dan kebangkitan-Nya untuk membawa mereka yang ada dalam ‘ruang terpisah yang selamat’ dari alam barzakh ke surga. Namun demikian, frasa ‘dari bumi’ boleh jadi adalah sebuah frasa keterangan tambahan, yang berarti bahwa Krsitus turun (pada saat inkarnasi-Nya) ke dalam bagian yang paling rendah (dari jagad raya) yaitu bumi.” (12)

Louis Berkhof: “Mereka yang mencari dukungan dari ayat ini menganggap perkataan ‘turun ke bagian bumi yang paling bawah’ sama artinya dengan ‘kerajaan maut’ Akan tetapi tafsiran semacam ini masih diragukan. Rasul Paulus berpendapat bahwa kenaikan Kristus memberikan presuposisi turun. Akan tetapi lawan dari kenaikan Kristus ke surga adalah inkarnasi, bandingkan Yohanes 3:13. Sebagian besar para penafsir Alkitab menganggap bahwa kalimat "bagian bumi yang paling bawah" adalah bumi itu saja. Pernyataan itu dapat diperoleh dari Mazmur 139:15 dan lebih menunjuk pada inkarnasi.” (13)

Wycliffe: "Sang rasul, ketika memberikan tanggapan atas kutipan tersebut, mengemukakan bahwa Tuhan Yesus harus turun dahulu sebelum Dia dapat naik. Beberapa penafsir menganggap ini sebagai mengacu pada kematian-Nya dan pada apa yang disebut turunnya Dia ke dalam dunia orang mati. Namun, tampaknya lebih mungkin bahwa yang dimaksudkan adalah turunnya Dia dari surga. Dia turun kebagian bumi yang paling bawah – bentuk genetif dari oposisi (bdg. Yoh 3:13).” (14)

Saya lebih setuju dengan komentar dari para penafsir diatas. Bandingkan dengan Maz 139:15 yang mencatat: “Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah;” Apakah frasa “bagian-bagian bumi yang paling bawah” dalam ayat tersebut harus dipahami bahwa si bakal bayi itu sedang berada di sheol/hades?? Tentu saja tidak. Lihat juga Yoh 3:13 yang berkata: “Tidak ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.” Kata-kata “telah turun ke bagian bumi yang paling bawah?” dalam Ef 4:9 adalah kalimat yang sedang mengontraskan kalimat “... telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit.” Naik tinggi ke semua langit = surga, dan turun ke bawah bumi = bumi. Dengan membandingkan Ef 4:9 dengan Yoh 3:13 dan Maz 139:15, maka kita bisa memunculkan sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan “bagian bumi yang paling bawah” (dalam Ef 4:9) adalah bumi itu sendiri yang menunjuk pada inkarnasi Kristus.



Dengan demikian tidaklah tepat mengatakan bahwa maksud frase dari “bagian bumi yang paling bawah" itu harus di artikan sebagai bumi saja dan bukan merujuk kepada sheol (hades). Biasanya ayat yang dipakai untuk mendukung tafsiran bahwa yang dimaksud dengan “bagian bumi yang paling bawah" adalah bumi saja dan bukan hades adalah Mazmur 139:15. Namun tafsiran dengan menggunakan ayat tersebut justru meragukan dan di luar konteksnya. Harus diingat, bahwa frase  “dibagian-bagian bumi yang paling bawah” dalam Mazmur 139:15 berbeda dari frase “turun ke bagian bumi yang paling bawah” dalam Efesus 4:9. Karena frase dalam Marmur 139:15 tersebut merupakan ungkapan metaforikal dari proses pembentukan atau proses terjadinya janin (bayi) di dalam kandungan seorang wanita. Konteks ayat ini sangat jelas di ayat sebelumnya di ayat 13-14 dan sesudahnya di ayat 6, selengkapnya demikian, “Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepadaMu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya”. Sebab itu dalam terjemahan BIS ayat ini diterjemahkan demikian, “Waktu tulang-tulangku dijadikan, dengan cermat dirangkaikan dalam rahim ibuku, sedang aku tumbuh di sana secara rahasia, aku tidak tersembunyi bagiMu” (Mazmur 139:15, BIS).


Jadi, sebagaimana Kristus telah naik ke langit hingga ke langit yang mengatasi segala langit, demikian juga Yesus telah turun ke bumi dalam inkarnasiNya, dan melalui kematianNya Ia bahkan telah turun ke bagian bumi yang paling bawah yaitu ke dunia orang mati (sheol/hades). Turun ke dalam kerajaan maut ini merupakan tahap pertama dari pemuliaan Kristus. Pemuliaan Kristus ini kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua, dimana roh (jiwa) dan tubuhNya menyatu kembali saat kebangkitanNya, dan pemuliaan tersebut mencapai puncaknya pada saat kenaikanNya ke surga.


Tanggapan saya: Mengapa harus menolak Maz 139:15 sebagai pembanding Ef 4:9? Bukankah keduanya sama-sama mencatat kalimat “bagian bumi yang paling bawah?” Makna kalimat tersebut dikedua teks itu mungkin mirip. Si bakal bayi yang dimaksud dalam Maz 139:15 sedang berada dalam kandungan ibunya yang tentu saja berada di bumi (walaupun disebutkan ‘bagian bumi yang paling bawah’). Mengapa kok pemazmur harus menyebut ‘bagian bumi yang paling bawah?’ dan bukannya ‘bumi’ saja? Menurut saya kata-kata itu jelas berkaitan dengan kalimat sebelumnya: “Tulang-tulangku tidak terlindung bagiMu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi” (ayat 15a) dan kalimat sesudahnya: “mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya” (ayat 16). Kalimat dalam ayat 15a dan ayat 16 sedang menunjuk pada kemahatahuan Allah dalam proses penciptaan manusia. Tak ada tempat tersembunyi di bagian manapun yang bisa luput dari pandangan Allah. Bahkan sekalipun itu ada di ‘bagian bumi yang paling bawah.’ Kalimat itu di munculkan untuk menunjukkan betapa hebatnya Allah itu (lihat ayat 17-18).

Sekali lagi harus diakui bahwa anak yang akan terlahir itu (Dalam Maz 139:15) tidak benar-benar ada di sebuah tempat ‘penantian sementara’. Bakal anak itu ada di dalam kandungan ibunya dan ibunya itu ada di bumi. Dengan demikian, memahami kalimat “turun ke bagian bumi yang paling bawah” dalam Efesus 4:9, sebagai “turun ke hades/tempat penantian” adalah tafsiran yang terlalu dipaksakan. Kalimat itu hanya bisa dimengerti sebagai ‘bumi’ saja, yang menunjuk pada peristiwa dimana Anak Allah berinkarnasi.



Kesimpulan akhir: Tafsiran yang paling mendekati Alkitab?
Setelah memperhatikan seluruh pandangan Pdt. Samuel T. Gunawan terhadap frasa “turun ke dalam kerajaan maut/neraka”, maka sekarang saya akan memberikan kesimpulan akhir.

Untuk frasa tersebut, para penafsir/teolog terbagi dua: Ada yang memahaminya secara literal bahwa Yesus benar-benar turun ke alam barzakh/penantian sementara atau ke neraka (Gereja Yunani Ortodoks, Gereja R.K, Lutheran, Pentakosta, Dispensasionalis, dsb). Tetapi ada juga yang memahaminya secara simbolis (Calvin dan teolog Reformed lainnya). Dalam tulisan pertama dan ketiga telah dibuktikan bahwa penafsiran literal itu (dengan berbagai variannya) menurut saya tidak mendapatkan konfirmasi yang jelas dari Kitab Suci. Ayat-ayat yang digunakan untuk mendukung paham tersebut adalah teks-teks yang tak dapat dipertanggungjawabkan secara teologis. Menurut saya, pemahaman Calvin atas kalimat yang dipersoalkan tersebut jauh lebih bagus.

Dr. Harun Hadiwijono berkata: “Menurut kami, keterangan yang paling dekat dengan gagasan Alkitab ialah keterangan yang dikemukakan oleh kalvin, yang mengatakan, bahwa ‘turun ke neraka’ berarti ‘Kristus menderita sengsara neraka’. Penderitaan ini terjadi di kayu salib, yang terdiri dari ‘terpisahnya Kristus daripada Tuhan Allah’. Sebab penderitaan di neraka ialah bahwa orang dipisahkan daripada kasih Tuhan Allah untuk selama-lamanya, yaitu mati yang kekal. Di kayu salib tiga jam lamanya Tuhan Yesus dipisahkan daripada Allah Bapa, sehingga Ia berseru: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani,’ yang artinya ‘Ya Allahku, ya Allahku, mengapa engkau meninggalkan Aku?’ (Mat 27:26). Juga di dalam hal ini Ia menderita sebagai ganti kita.” (15)

Disini Calvin memaksudkan bahwa frasa ‘turun ke neraka’ menunjukkan penderitaan secara rohani yang dialami Kristus. Calvin juga menyatakan pentingnya kalimat tersebut untuk dipahami. Dia berkata: “Sebaiknya kita tidak mengabaikan pula turun-Nya ke neraka, yang tidak sedikit artinya bagi pelaksanaan keselamatan. Dari tulisan Bapa-bapa gereja memang ternyata bahwa kalimat ini, yang kita baca dalam pengakuan iman, dahulu kala tidak begitu lazim dipakai dalam gereja-gereja. Namun, dalam membicarakan garis-garis besar ajaran gereja perlu juga diberikan tempat kepada, oleh karena hal itu mengandung suatu rahasia yang bermanfaat dan yang sama sekali tidak boleh diremehkan, suatu perkara yang sangat penting. Tak akan ada yang tercapai sekiranya Kristus hanya mati secara jasmani; tetapi Dia perlu sekaligus merasakan kekerasan pembalasan Allah, supaya Dia juga menyongsong amarah Tuhan dan memuaskan peradilan-Nya yang benar. Oleh karena itulah Dia perlu bergumul juga melawan pasukan-pasukan neraka dan kengerian kematian yang abadi. Dia telah menanggung di dalam jiwa-Nya siksaan-siksaan nyeri insan manusia yang terkutuk dan binasa. Kita melihat, Kristus telah begitu jauh terbuang sehingga, terhimpit oleh kesengsaraan-Nya, Dia terpaksa berseru, ‘Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ (Mzm 22:2; Mat 27:46).” (16) Benar bahwa ini adalah sesuatu yang penting. Kristus bukan hanya mengalami penderitaan secara jasmani, tetapi juga penderitaan jiwa. Dia mengalami ‘neraka,’ sebuah keadaan yang sangat mengerikan, terpisah dari Bapa. Inilah hukuman yang dipikul Kristus akibat dosa manusia (bdk. Yes 59:1-2; 2 Tes 1:9). Tetapi yang dipersoalkan adalah, mengapa kalimat ‘turun ke dalam neraka’ diletakkan dibelakang kata ‘dikuburkan’ bukannya dibelakang kata ‘disalibkan’? Bukankah itu penderitaan yang dialami Kristus di atas kayu salib? Harun Hadiwijoyo menjawab demikian: “Yang dipentingkan di dalam pengakuan iman Rasuli bukan soal urut-urutan kronologis atau yang mengenai waktunya, melainkan urut-urutan beratnya penderitaan. Jikalau demikian, maka penderitaan di neraka atau mati yang kekal adalah penderitaan yang terberat.” (17) Alasan seperti ini menurut saya tetap saja membuat rumit frasa tersebut. Paling tidak ada bebarapa keberatan: 1) Dari awal [saat bicara tentang Yesus Kristus], pengakuan iman rasuli itu disusun secara kronologis/menurut urut-urutan waktu; mulai saat dikandung oleh Roh Kudus dan lahir. Tetapi setelah itu [sesuai dengan pendapat Hadiwijoyo], kemudian berubah menjadi urut-urutan penderitaan; menderita sengsara, disalibkan, mati dan dikuburkan, lalu turun ke dalam neraka. Setelah itu berubah lagi menjadi urut-urutan secara kronologis/waktu; bangkit, naik ke surga, duduk disebelah kanan Bapa dan akan datang kembali. Menurut saya, perubahan-perubahan seperti ini harus dijelaskan kepada jemaat, jika tidak, ini justru akan membingungkan. 2) Kredo/pengakuan iman, seharusnya dibuat/disusun sedemikian rupa sehingga setiap kata-kata yang tercantum didalamnya bisa dipahami. Ini bertujuan untuk memudahkan jemaat (terutama yang awam/jemaat baru). Kredo haruslah jelas dan tegas! 3) Posisi kalimat ‘turun ke dalam neraka/kerajaan maut’ yang diletakkan setelah kata ‘dikuburkan’ akan memunculkan multitafsir yang justru bisa menimbulkan ketidakjelasan/kekaburan makna (ambiguitas). Berdasarkan posisi kalimat-nya, maka sangat masuk akal misalnya jika ada yang memahaminya secara hurufiah.

Usulan saya adalah, sebaiknya kata-kata ‘kerajaan maut’ dalam kalimat tersebut (yang digunakan gereja-gereja Indonesia) diganti dengan kata ‘neraka,’ (seperti yang digunakan gereja di luar negeri, dan yang juga tercatat dalam pengakuan iman Athanasius) tetapi dengan catatan bahwa frasa tersebut dipindahkan setelah kata-kata ‘disalibkan.’ Jadi urut-urutannya seperti ini: “...Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, turun ke dalam neraka (terpisah dari Bapa), mati dan dikuburkan...” Jika tidak ingin memindahkan kalimat tersebut, mungkin pilihan kedua bisa diambil: kalimat tersebut dihapus saja. Apakah dengan tidak mengucapkan kalimat itu di setiap minggunya maka iman kita menjadi runtuh? Atau bagaimana dengan pilihan ketiga: ganti saja dengan pengakuan iman Athanasius yang jauh lebih jelas/rinci. Tetapi mungkin ada yang beralasan bahwa kredo itu terlalu panjang dan menyita waktu ibadah. Ok, jika demikian, bagaimana kalau pengakuan iman rasuli tersebut ditiadakan saja dalam setiap ibadah minggu (seperti yang dilakukan oleh gereja-gereja non protestan)? Mungkin ada yang beralasan bahwa pengakuan iman itu penting untuk mengingatkan pokok-pokok ajaran Kristen dan menghindari jemaat dari kesesatan. Jawab: pengakuan iman Athanasius itu jauh lebih bagus untuk menangkal ajaran-ajaran sesat ketimbang pengakuan iman rasuli. Persoalannya adalah, adakah (gereja) yang berani melakukannya? Ada seseorang yang menanggapi usulan saya dengan mengatakan “Kalimat itu sudah ada sejak dahulu dan ini sudah turun-temurun/tradisi, jadi tak perlu diubah/dihapus.” Buat  saya itu adalah sebuah alasan yang justru tak beralasan (tak punya dasar Kitab Suci). Namun jika toh masih ‘ngotot’ untuk menggunakan frasa tersebut dan tetap diletakkan setelah kata ‘dikuburkan,’ maka adalah kewajiban dari para hamba Tuhan/Pdt/gembala sidang/pengajar untuk menjelaskan makna kalimat tersebut secara benar, dan bukannya hanya membiarkan jemaat mengucapkannya berulang-ulang di setiap minggu-nya demi hanya untuk memenuhi rutinitas belaka!





Footnotes:

(1)   Louis Berkhof, Teologi Sistematika Vol.3 Doktrin Kristus. Penerbit: Momentum 2011, hal. 90
(2)   The Wycliffe Bible Commentary, Vol 3 PB . Penerbit: Gandum Mas, 2008, hal. 409
(3)   John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita. Penerbit: Yakin, hal. 83
(4)   William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari: Injil Lukas. Penerbit: BPK Gunung Mulia, hal. 428
(5)   Ini bisa memunculkan penafsiran lebih lanjut (ngawur), bahwa Bapa mengirim roh Yesus ke Hades/tempat penantian bagi roh orang mati untuk memberitakan Injil, seperti yang dipahami oleh Andereas Samudera.
(6)   Paul Enns, The Moody Handbook of Theology: Jilid 1. Penerbit: Literatur SAAT, hal. 466
(7)   Simon J. Kistemaker, Tafsiran kitab Wahyu. Penerbit: Momentum 2014, hal.107
(8)   Hasan Sutanto D.Th, PB Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi PB. Penerbit: LAI, hal.442.
(9)   Charles C. Ryrie, Teologi dasar 2. Penerbit: ANDI, hal. 364
(10) Dr. J.L. Ch. Abineno, Tafsiran Alkitab Surat Efesus. Penerbit: BPK Gunung Mulia, hal. 128-129.
(11) Peter T. O’Brien, Surat Efesus, Penerbit: Momentum, 2013, hal. 361
(12) Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2. Penerbit: ANDI,  hal. 364
(13) Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.3 Doktrin Kristus, hal.88
(14) The Wycliffe Bible Commentary, Vol 3 PB. Penerbit: Gandum Mas 2008, hal. 753
(15) Harun Hadiwijono, Iman Kristen. Penerbit: BPK. Gunung Mulia, hal. 336-337
(16) Yohanes Calvin, Institutio: Pengajaran agama Kristen. Penerbit: BPK Gunung Mulia, hal. 124
(17) Harun Hadiwijono, Iman Kristen. Penerbit: BPK. Gunung Mulia, hal. 337