Sabtu, 02 Juni 2012

PEMBAHASAN AJARAN PDT. STEPHEN TONG BERKENAAN DENGAN KESELAMATAN SEORANG FILOSOF CINA.



Oleh: Pdt. Budi Asali M.Div


 
Pendahuluan:

Penayangan beberapa cuplikan dari VCD Pdt. Stephen Tong berjudul ‘falsafah Asia’, yaitu VCD no 7 dan no 10, yang antara lain  mengajarkan:




  • Ketidak-pastian Pdt. Stephen Tong berkenaan dengan selamat atau tidaknya seorang filosof Cina.
  • Anggapan Pdt. Stephen Tong bahwa filosof Cina itu baik.
  • Pengharapan Pdt. Stephen Tong untuk bertemu dengan filosof Cina itu di surga, dan pengharapannya supaya orang ‘seperti begini’ diterima oleh Tuhan di surga.
  • Penggunaan Kis 10:35 untuk menunjukkan bahwa sebelum seseorang diselamatkan, kebajikannya bisa diterima oleh Tuhan.
  • Bahwa orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan harus belajar dari ajaran filosof Cina itu untuk membantu mereka menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.
  • Bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons manusia terhadap wahyu umum dari Allah.

Catatan: supaya tidak menyinggung para pengikut dari filosof Cina itu maka saya tidak mencantumkan namanya.

Pembahasan ajaran Pdt. Stephen Tong ini.

Pada saat ditanya tentang keselamatan seorang filosof Cina tertentu, Pdt. Stephen Tong memang tidak mengatakan bahwa filosof Cina itu selamat, tetapi:

1)   Pdt. Stephen Tong menunjukkan ketidak-pastian; dan menurut saya ini sudahlah merupakan ajaran sesat.
Jangan kira seseorang baru sesat kalau ia mengatakan bahwa orang yang tidak percaya pasti masuk surga. Menurut saya, tidak memastikan orang yang tidak percaya masuk neraka, sudah termasuk ajaran sesat.
Sama saja, dalam persoalan keilahian Kristus. Apakah seseorang baru dianggap sesat kalau seseorang menegaskan bahwa Kristus bukan Allah? Apakah ia tidak sesat kalau ‘hanya’ mengatakan bahwa Kristus belum tentu adalah Allah?

Bandingkan dengan kata-kata William Barclay tentang kelahiran Kristus dari seorang perawan.

William Barclay: “This passage tells us how Jesus was born by the action of the Holy Spirit. It tells us what we call the Virgin Birth. This is a doctrine which presents us with many difficulties; and our Church does not compel us to accept it in the literal and the physical sense. This is one of the doctrines on which the Church says that we have full liberty to come to our own conclusion. ... what it stresses is not so much that Jesus was born of a woman who was a virgin, as that the birth of Jesus is the work of the Holy Spirit” (= Text ini memberitahu kita bagaimana Yesus dilahirkan oleh tindakan dari Roh Kudus. Text ini memberitahu kita apa yang kita sebut kelahiran dari perawan. Ini adalah suatu doktrin yang memberi kita banyak kesukaran; dan Gereja kita tidak memaksa kita untuk menerimanya dalam arti hurufiah dan fisik. Ini adalah salah satu dari doktrin-doktrin tentang mana Gereja berkata bahwa kita mempunyai kebebasan penuh untuk datang pada kesimpulan kita sendiri. ... apa yang ditekankan bukanlah bahwa Yesus dilahirkan dari seorang perempuan yang adalah seorang perawan, tetapi bahwa kelahiran Yesus merupakan pekerjaan dari Roh Kudus) - ‘The Gospel of Matthew’, hal 20.
William Barclay: “In this passage we are face to face with one of the great controversial doctrines of the Christian faith - the Virgin Birth. The Church does not insist that we believe in this doctrine” (= Dalam text ini kita berhadapan muka dengan salah satu doktrin yang kontroversial dari iman Kristen - kelahiran dari perawan. Gereja tidak mendesak / memaksa supaya kita percaya pada doktrin ini) - ‘The Gospel of Luke’, hal 12.
William Barclay:“The Jews had a saying that in the birth of every child there are three partners - the father, the mother and the Spirit of God. They believed that no child could be born without the Spirit. And it may well be that the New Testament stories of the birth of Jesus are lovely, poetical ways of saying that, even if he had a human father, the Holy Spirit of God was operative in his birth in a unique way. In this matter we may make our own decision. It may be that we will desire to cling to the literal doctrine of the virgin birth; it may be that we will prefer to think of it as a beautiful way of stressing the presence of the Spirit of God in family life” (= Orang-orang Yahudi mempunyai pepatah yang berkata bahwa dalam kelahiran dari setiap anak ada 3 orang yang bekerja sama - sang ayah, sang ibu dan Roh Allah. Mereka percaya bahwa tidak ada anak yang bisa dilahirkan tanpa Roh. Dan bisa saja bahwa cerita-cerita Perjanjian Baru tentang kelahiran Yesus adalah cara yang indah dan puitis untuk mengatakan bahwa kalaupun Yesus mempunyai ayah manusia, Roh Kudus Allah bekerja dalam kelahiranNya dalam suatu cara yang unik. Dalam persoalan ini kita boleh membuat keputusan kita sendiri. Bisa saja bahwa kita mau berpegang pada doktrin hurufiah tentang kelahiran dari perawan; bisa saja bahwa kita lebih memilih untuk menganggapnya sebagai suatu cara yang indah untuk menekankan kehadiran dari Roh Allah dalam kehidupan keluarga) - ‘The Gospel of Luke’, hal 13.

Jelas bahwa Barclay tidak menegaskan bahwa Yesus tidak dilahirkan dari seorang perawan, tetapi ia juga tidak berkeras tentang hal itu. Kasarnya, kalau ada yang mau percaya hal itu, boleh, tetapi kalau ada yang tak mau percaya, juga tidak apa-apa. Apakah yang seperti ini tidak sesat?

2)   Pdt. Stephen Tong mengatakan: “kalau diselamatkan, bagaimana diselamatkan tanpa mendengar Injil. Kalau tidak diselamatkan, kasihan ya, orang begini baik”.
Kata-kata bahwa ‘filosof Cina itu baik’ bertentangan dengan:

a)   Doktrin Total Depravity (= Kebejatan Total) yang merupakan ajaran Reformed.
Doktrin ini juga sering disebut dengan istilah Total Inability (= Ketidak-mampuan Total).Doktrin ini jelas menekankan bahwa manusia di luar Kristus / yang belum beriman, tidak mungkin bisa berbuat baik sama sekali.

Calvin: “For our nature is not only destitute and empty of good, but so fertile and fruitful of every evil that it cannot be idle” [= Karena kita bukan hanya miskin / melarat dan kosong dalam hal baik, tetapi begitu subur dan banyak berbuah dalam setiap kejahatan sehingga kita tidak bisa malas / menganggur (dalam hal berbuat jahat)] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter I, no 8.

Bagaimana Pdt. Stephen Tong yang mengaku Reformed bisa menganggap orang yang tidak percaya seperti filosof Cina itu sebagai ‘baik’ merupakan sesuatu yang tidak bisa saya mengerti.

b)   Bandingkan dengan banyak ayat Kitab Suci seperti:
1.   Yer 4:22 - “Sungguh, bodohlah umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu”.
2.   Yer 13:23 - “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”.
3.   Mat 7:16-18 - “(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”.
Text ini menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik. Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa (pohon yang tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak ada orang yang bisa menghasilkan buah yang baik / perbuatan baik.
4.   Yoh 8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba dosa”.
Istilah ‘hamba’ perlu ditekankan di sini. Dengan manusia dinyata-kan sebagai ‘hamba dosa’, itu jelas menunjukkan bahwa ia selalu / terus menerus menuruti dosa, dan tidak bisa berbuat baik.
5.   Yoh 15:4-5 - “(4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
Ini jelas menunjukkan bahwa sama seperti ranting anggur tidak bisa berbuah kalau tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia di luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.
6.   Ro 3:10-18 - “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11)  Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12) Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. (13) Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. (14) Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, (15) kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah. (16) Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, (17) dan jalan damai tidak mereka kenal; (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.’”.
7.   Ro 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.
8.   Ro 7:18-19 - “(18) Sebab aku tahu bahwa di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.
Dari ayat ini kelihatan sepintas bahwa dalam diri manusia ada kehendak yang baik. Tetapi jelas bahwa ayat ini tidak boleh ditafsirkan bahwa dalam diri manusia berdosa di luar Kristus itu sendiri bisa ada kehendak yang baik, karena:
a.   Penafsiran ini akan bertentangan dengan Ro 7:18nya yang mengatakan ‘tidak ada sesuatu yang baik’.
b.   Penafsiran ini juga akan bertentangan dengan Fil 2:13 yang berbunyi: “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
Ini terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa Inggris di bawah ini:
KJV: “For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV: “for God is at work in you, both to will and to work for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NASB: “for it is God who is at work in you, both to will and to work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja dalam ka-mu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV: “for it is God who works in you to will and to act according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).
Ini menunjukkan bahwa baik keinginan maupun kemampuan untuk melakukan apa yang baik itu datang dari Tuhan.
Jadi, Ro 7:18-19 ini bukan menggambarkan Paulus pada waktu belum kristen, tetapi sesudah ia menjadi kristen (perhatikan bahwa ayat itu menggunakan present tense, bukan past tense). Karena itu ia sudah mempunyai kemauan / kehendak yang baik (dari Roh Kudus), tetapi bagaimanapun apa yang ia capai / lakukan jauh lebih rendah dari apa yang ia kehendaki, dan berdasarkan pengalaman itu ia menuliskan ayat itu.
9.   Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.
10. Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.

Catatan
: memang dari ayat-ayat di atas ada yang bisa ditafsirkan hanya berlaku untuk orang-orang tertentu saja (misalnya Yer 4:22 di atas), tetapi pada umumnya, bahkan sebetulnya mungkin bisa dikatakan semuanya, adalah ayat-ayat yang berlaku umum (untuk semua manusia berdosa di luar Kristus).

Memang, manusia bisa melakukan kebaikan-kebaikan sosial / lahiriah, misalnya pada waktu melihat orang miskin / menderita lalu menolongnya, bahkan tanpa pamrih. Tetapi apakah itu bisa disebut sebagai perbuatan baik di hadapan Allah? Tidak! Mengapa? Karena dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.   Perbuatan baik itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah (Yoh 14:15).
Yoh 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
2.   Perbuatan baik itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah (1Kor 10:31).
1Kor 10:31 berbunyi: “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.


Semua ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar Kristus! Bdk. Ro 3:10,11,18 yang menunjukkan bahwa orang berdosa itu semuanya tidak berakal budi, tidak mencari Allah dan tidak mempunyai rasa takut kepada Allah.
Kalau syarat-syarat di atas ini tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan bahwa pada waktu orang itu melakukan ‘perbuatan baik’, ia melakukannya tanpa mempedulikan Allah! Bisakah ‘perbuatan baik’ seperti itu disebut baik?
Penerapan:
a.   Kalau saudara percaya bahwa seseorang bisa selamat / masuk surga karena berbuat baik, maka renungkan bagian ini, dan bertobatlah dari doktrin / kepercayaan sesat itu! Manusia tidak bisa berbuat baik, dan karena itu membutuhkan Kristus sebagai Juruselamatnya untuk bisa selamat / masuk surga!
b.   Masihkah saudara percaya bahwa semua agama lain (yang mengandalkan perbuatan baik manusia) bisa memberikan keselamatan?

3)   Keselamatan filosof Cina itu terserah Tuhan.
Kata-kata seperti ini kelihatannya saleh, tetapi sebetulnya salah! Apakah terserah Tuhan untuk menentukan filosof Cina itu selamat atau tidak? Kalau dalam kenyataannya filosof Cina itu memang tidak percaya sampai mati, apakah keselamatannya terserah Tuhan? Bisakah Tuhan memasukkan dia ke surga kalau dia tidak percaya? Ingat, bahwa Tuhan tidak bisa melakukan apapun menentang firmanNya sendiri.
Firman yang mana? Ro 2:12 - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat”.

Filosof Cina itu hidup sekitar 500 tahun sebelum Kristus (551 - 479 S.M. - Encyclopedia Britannica 2008), dan karena itu termasuk jaman Perjanjian Lama. Pada jaman itu yang di Israel mempunyai hukum Taurat, sedangkan yang di luar Israel disebut ‘tanpa hukum Taurat’. Dan Ro 2:12a itu mengatakan bahwa ‘semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat, akan binasa tanpa hukum Taurat’. Kata ‘binasa’ tak memungkinkan diartikan ‘selamat / masuk surga’. Sudah pasti artinya ‘masuk neraka’. Tetapi apa artinya ‘binasa tanpa hukum Taurat’? Artinya mereka dihakimi bukan dengan menggunakan hukum Taurat (karena mereka tak pernah tahu / mendengar tentang hukum Taurat). Jadi, mereka dihakimi oleh hukum hati nurani. Ini terlihat dari kontext Ro 2 itu, dimana kalau saudara membaca sambungannya, saudara akan melihat dengan jelas bahwa Paulus berbicara tentang hati nurani.

Ro 2:12-16 - “(12) Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat. (13) Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. (14) Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. (15) Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela. (16) Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.”.

Ay 14-15 jelas berbicara tentang hati nurani. Tidak mungkin ada orang bisa hidup sepenuhnya sesuai dengan hati nuraninya, termasuk filosof Cina itu. Dan jangan pernah berpikir bahwa kalau seseorang mentaati 90 % atau bahkan 99,99 % dorongan / bisikan hati nuraninya, maka ia akan masuk surga. Lalu siapa yang membayar hutang dosa yang 10 % atau bahkan 0,001 % itu? Ingat bahwa Allah itu adil, dalam arti Ia pasti akan menghukum setiap dosa, bahkan yang sekecil apapun. Hanya kalau seseorang mempunyai Penebus / Juruselamat, maka ia tidak lagi harus membayar hutang dosanya. Tetapi untuk orang yang tidak mempunyai Penebus / Juruselamat, dan filosof Cina itu jelas termasuk di sini, ia harus membayar sendiri semua hutang dosanya. Jadi, karena semua orang pasti melanggar hukum hati nurani ini, maka tak ada orang yang bisa lulus dalam penghakiman berdasarkan hati nurani itu. Karena itu semua pasti binasa. Perhatikan kata-kata ‘semua orang’ dalam Ro 2:12a itu!
Catatan: hal yang sama berlaku untuk orang yang mempunyai hukum Taurat. Mereka harus taat secara sempurna (100 %), baru mereka bisa selamat. Kalau tidak taat 100 %, mereka harus percaya kepada Yesus untuk bisa selamat. Karena itulah maka kita mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga!

Kalau Firman Tuhan mengatakan demikian, Tuhan tidak bisa melakukan hal yang lain. Ia harus melakukan sesuai dengan Firman Tuhan. Ia tidak mungkin melanggar FirmanNya sendiri.

4)   Pdt. Stephen Tong berharap untuk bertemu dengan filosof Cina itu di surga, atau ia berharap supaya filosof Cina itu diterima oleh Tuhan. Tetapi ia lalu menambahkan bahwa hal itu Tuhan yang tetapkan, bukan dia yang tetapkan.

a)   Mengharapkan untuk bertemu dengan filosof Cina itu di surga, atau mengharapkan supaya filosof Cina itu diterima oleh Tuhan, kelihatannya penuh kasih, tetapi sebetulnya sama dengan mengatakan ‘saya berharap Firman Tuhan salah’.
Penerapan: hal yang sama terjadi kalau saudara mengharapkan seseorang yang mati tanpa Kristus untuk diterima oleh Tuhan / masuk surga. Atau kalau saudara berdoa supaya seseorang yang mati tanpa Kristus itu bisa masuk surga. Ini sama dengan mengharapkan / berdoa supaya Firman Tuhan salah.

b)   Kata-katanya ‘saya berharap orang seperti begini diterima oleh Tuhan’, tidak bisa tidak memaksudkan ‘orang sebaik ini’. Jadi, ini jelas mengarah pada doktrin sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan oleh perbuatan baik).
Pdt. Stephen Tong memang secara sangat jelas menunjukkan kekaguman yang luar biasa terhadap kesalehan filosof Cina itu (yang ia katakan bukan hanya mengajarkan, tetapi sungguh-sungguh melakukan, dan juga ia katakan sebagai ‘sungguh-sungguh jujur’, dsb), padahal ia juga mengatakan bahwa dalam ajaran filosof Cina itu hanya ada ajaran horizontal (berhubungan dengan sesama manusia), dan sama sekali tak ada ajaran vertikal (berhubungan dengan Allah). Jadi, kalau dihubungkan dengan 10 hukum Tuhan, maka hukum 5-10 ada dalam ajaran filosof Cina itu, tetapi hukum 1-4 tidak ada.

c)   Ia menambahkan bahwa filosof Cina itu masuk surga atau tidak, itu ditetapkan oleh Tuhan.
Lagi-lagi menurut saya, ini merupakan pernyataan yang aneh dan salah, dan tak sesuai dengan doktrin Reformed maupun Kitab Suci. Mengapa?

1.   Penetapan Tuhan (predestinasi) dilakukan sejak dunia belum dijadikan. Kalau pada saat itu Tuhan memang menetapkan bahwa filosof Cina itu masuk surga, Tuhan tidak mungkin tidak menentukan juga cara / jalan dengan mana filosof Cina itu bisa mendengar Injil (Firman Tuhan / Perjanjian Lama), sehingga ia bisa percaya dan diselamatkan, sama seperti Naaman, Rahab, Rut, dsb. Kalau Tuhan, dalam kenyataannya, tidak pernah memberi kesempatan bagi filosof Cina itu untuk mendengar Injil (Firman Tuhan / Perjanjian Lama) maka sudah jelas bahwa Ia tidak menentukan supaya filosof Cina itu diselamatkan.

2.   Pdt. Stephen Tong tidak mengatakan pernyataan seperti ini tentang orang-orang lain yang mati tanpa Kristus / tanpa mendengar Injil / Firman Tuhan. Ia hanya mengatakan ini tentang filosof Cina tertentu itu. Berarti, secara implicit, ia berpendapat bahwa kesalehan filosof Cina itu yang menjadi alasan penentuan / penetapan Tuhan tersebut. Tetapi kapan Tuhan melakukan penentuan itu? Pada saat dunia belum dijadikan, bukan? Pada saat itu kesalehan filosof Cina itu belum ada. Jadi, bagaimana itu bisa dijadikan dasar untuk menetapkan dia untuk selamat? Atau, Pdt. Stephen Tong menganggap, seperti pandangan Arminian, bahwa Tuhan sudah melihat lebih dulu kesalehan filosof Cina itu, dan karena itu lalu menetapkannya supaya selamat / masuk surga? Kalau ya, ini jelas bertentangan dengan doktrin Reformed yang mempercayai Unconditional Election’ (= Pemilihan yang tidak bersyarat). Juga menyalahi beberapa text Kitab Suci, seperti:
a.   Ro 9:10-13 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya – (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’”.
b.   2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.

5)   Pdt. Stephen Tong membuka peluang diberikannya wahyu khusus dan / atau anugerah khusus kepada filosof Cina itu.

a)   Yang perlu dipertanyakan adalah: mengapa gerangan Pdt. Stephen Tong membuka peluang ini bagi filosof Cina itu, padahal ia tidak mempunyai bukti apapun untuk hal ini? Apakah ia membuka peluang yang sama untuk orang-orang lain? Kalau untuk filosof Cina tertentu itu ia membuka peluang, tetapi untuk orang-orang lain tidak, apa alasannya untuk membedakan filosof Cina itu dari orang-orang lain? Karena ia baik / lebih baik dari orang-orang yang lain? Kalau demikian, lagi-lagi ini menjurus pada keselamatan karena perbuatan baik, dan ini adalah ajaran sesat!

b)   Mengenai wahyu khusus, memang kalau Tuhan mau, bisa saja ia berfirman / memberitakan Injil / Firman Tuhan secara langsung / melalui malaikat kepada filosof Cina itu. Tetapi kalau ini terjadi, dan filosof Cina itu memang lalu percaya, bagaimana mungkin dalam ajarannya sama sekali tak ada yang berhubungan dengan Allah (ajaran yang sifatnya vertikal)?

c)   Mengenai anugerah khusus / kasih karunia khusus, ini merupakan sesuatu yang kontradiksi dengan kata-kata Pdt. Stephen Tong yang mengharapkan orang seperti begini (yang sesaleh ini) diterima oleh Tuhan.
Mengapa saya katakan bertentangan? Karena ‘keselamatan karena kasih karunia’ memang bertentangan dengan ‘keselamatan karena perbuatan baik’. Kalau kita diselamatkan karena perbuatan baik, itu jelas bukan karena kasih karunia. Dan sebaliknya, kalau kita diselamatkan karena kasih karunia, maka jelas perbuatan baik kita sama sekali tak punya andil dalam keselamatan itu.
Bandingkan dengan ayat-ayat ini:
1.   Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
2.   Ro 11:5-6 - “(5) Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.
3.   Tit 3:4-7 - “(4) Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasihNya kepada manusia, (5) pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, (6) yang sudah dilimpahkanNya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, (7) supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karuniaNya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita”.

6)   Pdt. Stephen Tong membandingkan Kornelius dengan filosof Cina itu.
Ia mengutip Kis 10:35 (ia tidak menyebut ayatnya, tetapi yang ia maksudkan pasti Kis 10:35, tidak ada yang lain), yang ia kutip secara serampangan, dan mengatakan bahwa ada orang yang menganggap ayat itu merupakan dasar bahwa orang seperti filosof Cina itu bisa diselamatkan. Ia memang tak mempercayai hal itu, tetapi ia tetap menegaskan bahwa ayat itu menunjukkan bahwa sebelum Kornelius diselamatkan, kebajikannya sudah diterima oleh Tuhan. Secara implicit, ia memaksudkan bahwa sekalipun filosof Cina itu tak percaya, bisa saja kebaikannya / kebajikannya diterima oleh Tuhan.

Kis 10:35 (versi Pdt. Stephen Tong): “ternyata semua orang yang baik di dunia diterima oleh Tuhan”.
Kis 10:35 - “Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya”.

Ada beberapa hal yang perlu dipersoalkan tentang hal ini:

a)   Penekanan dari ayat ini, kalau dilihat dari seluruh kontext (Kis 10), adalah bahwa Tuhan tidak membedakan antara orang Yahudi dan orang non Yahudi.
Tetapi justru kata-kata ‘dari bangsa manapun’ dalam Kis 10:35 ini dihapuskan oleh Pdt. Stephen Tong pada waktu ia mengutip ayat ini secara serampangan!

b)   Pdt. Stephen Tong mengatakan ‘orang yang baik’, tetapi ay 35 sebetulnya mengatakan ‘takut akan Dia dan mengamalkan kebenaran’. Ini merupakan dua hal yang sangat berbeda.
Banyak penafsir yang menganggap bahwa kata-kata ‘takut akan Allah’ menunjuk pada kesalehan terhadap Allah, sedangkan kata-kata ‘mengamalkan kebenaran’ menunjuk pada kesalehan terhadap sesama manusia. Jadi, kata-kata ‘takut akan Allah dan mengamalkan kebenaran’ tentu tidak bisa secara serampangan diganti dengan kata-kata ‘orang yang baik’!
Bahwa memang banyak penafsir beranggapan demikian, akan saya buktikan dengan menunjukkan beberapa kutipan dari para penafsir di bawah ini, termasuk dari Calvin.

Barnes’ Notes: ‘He that feareth him.’ This is put for piety toward God in general. ... ‘And worketh righteousness.’ Does what is right and just. This refers to his conduct toward man. ... These two things comprehend the whole of religion, the sum of all the requirements of God - piety toward God, and justice toward people; and as Cornelius had showed these, he showed that, though a Gentile, he was actuated by true religion (= ‘Ia yang takut akan Dia’. Ini dikemukakan untuk kesalehan terhadap Allah secara umum. ... ‘Dan mengamalkan kebenaran’. Melakukan apa yang benar dan adil. Ini menunjuk kepada tingkah lakunya terhadap manusia. ... Kedua hal ini mencakup seluruh agama, total dari semua tuntutan Allah - kesalehan terhadap Allah, dan keadilan terhadap orang-orang; dan karena Kornelius telah menunjukkan hal-hal ini, ia menunjukkan bahwa, sekalipun ia seorang non Yahudi, ia digerakkan oleh agama yang benar).

Adam Clarke: “‘fears God,’ worships him alone (for this is the true meaning of the word), and ‘worketh righteousness,’ abstains from all evil, gives to all their due, injures neither the body, soul, nor reputation of his neighbour” (= ‘takut akan Allah’, menyembah Dia saja (karena ini adalah arti yang benar dari kata ini), dan ‘mengamalkan kebenaran’, menjauhkan diri dari semua kejahatan, memberikan kepada semua orang hak mereka, tidak menyakiti / melukai tubuh, jiwa ataupun reputasi / nama baik dari sesamanya).

Matthew Henry: “Observe, Fearing God, and working righteousness, must go together; for, as righteousness towards men is a branch of true religion, so religion towards God is a branch of universal righteousness. Godliness and honesty must go together, and neither will excuse for the want of the other”(= Perhatikan, Takut akan Allah, dan mengamalkan kebenaran, harus berjalan bersama-sama; karena sebagaimana kebenaran terhadap sesama manusia merupakan suatu cabang dari agama yang benar, demikian juga agama terhadap Allah merupakan suatu cabang dari kebenaran universal. Kesalehan dan kejujuran harus berjalan bersama-sama, dan tidak ada satu yang memberi alasan absennya yang lain).
Calvin: “‘He which feareth God, and doth righteousness.’ In these two members is comprehended the integrity of all the whole life. For the fear of God is nothing else but godliness and religion; and ‘righteousness’ is that equity which men use among themselves, taking heed lest they hurt any man, and studying to do good to all men. As the law of God consisteth upon (of) these two parts, (which is the rule of good life) so no man shall prove himself to God but he which shall refer and direct all his actions to this end, neither shall there be any sound thing in all offices, (duties,) unless the whole life be grounded in the fear of God” [= ‘Ia yang takut akan Allah, dan mengerjakan kebenaran’. Dalam kedua anggota / bagian ini tercakup integritas / kelurusan dari seluruh kehidupan. Karena rasa takut akan Allah bukan lain dari kesalehan dan agama; dan ‘kebenaran’ adalah keadilan yang digunakan manusia di antara diri mereka sendiri, dengan memperhatikan supaya mereka tidak menyakiti manusia manapun, dan belajar untuk melakukan apa yang baik kepada semua manusia. Seperti hukum Taurat Allah terdiri dari kedua bagian ini, (yang adalah peraturan dari kehidupan yang baik) demikianlah tidak ada seorangpun yang akan membuktikan dirinya kepada Allah kecuali ia yang menyerahkan dan mengarahkan semua tindakan-tindakannya pada tujuan ini, dan tidak ada hal yang sehat apapun dalam semua kewajiban, kecuali seluruh kehidupan didasarkan pada rasa takut akan Allah].

Jadi, Calvin menganggap bahwa kehidupan yang benar harus bersifat vertikal (kepada Allah) maupun horizontal (kepada sesama manusia). Dengan demikian, ay 35 ini tidak mungkin diterapkan kepada filosof Cina itu, karena menurut Pdt. Stephen Tong sendiri, ajaran filosof Cina itu hanya berurusan dengan sesama manusia dan tidak ada yang berurusan dengan Allah. Kalau dihubungkan dengan 10 hukum Tuhan, maka Pdt. Stephen Tong berkata bahwa hukum 5-10 ada dalam ajaran filosof Cina itu, tetapi hukum 1-4 tidak ada.

c)   Kornelius sama sekali tak bisa disamakan dengan filosof Cina itu, karena:

1.   Kornelius, sekalipun ia adalah orang non Yahudi (dalam hal ini ia sama dengan filosof Cina itu), tetapi pasti sudah mendengar Firman Tuhan, khususnya Perjanjian Lama (dalam hal ini ia berbeda dengan filosof Cina itu).

2.   Kornelius pasti adalah orang beriman, biarpun imannya merupakan iman Perjanjian Lama (percaya kepada Mesias yang akan datang); dan lagi-lagi dalam hal ini ia sangat berbeda dengan filosof Cina itu.Berdasarkan apa saya yakin bahwa ia mempunyai iman Perjanjian Lama? Perhatikan text di bawah ini.
Kis 10:2-3,22,30 - “(2) Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah. (3) Dalam suatu penglihatan, kira-kira jam tiga petang, jelas tampak kepadanya seorang malaikat Allah masuk ke rumahnya dan berkata kepadanya: ‘Kornelius!’ ... (22) Jawab mereka: ‘Kornelius, seorang perwira yang tulus hati dan takut akan Allah, dan yang terkenal baik di antara seluruh bangsa Yahudi, telah menerima penyataan Allah dengan perantaraan seorang malaikat kudus, supaya ia mengundang engkau ke rumahnya dan mendengar apa yang akan kaukatakan.’ ... (30) Jawab Kornelius: ‘Empat hari yang lalu kira-kira pada waktu yang sama seperti sekarang, yaitu jam tiga petang, aku sedang berdoa di rumah. Tiba-tiba ada seorang berdiri di depanku, pakaiannya berkilau-kilauan”.

Dari text ini terlihat bahwa:

a.   Ia berdoa pada pk 3 petang, yang merupakan jam doa Yahudi (ay 3,30).
Adam Clarke: “I‎t was about the ninth hour of the day, answering to our three o’clock in the afternoon (see note at Acts 3:1), the time of public prayer, according to the custom of the Jews” [= Itu kira-kira jam yang ke 9 dari hari itu, sesuai dengan pk. 3 petang (lihat catatan pada Kis 3:1), saat doa umum, menurut kebiasaan orang-orang Yahudi].

b.   Ia banyak memberi sedekah kepada orang-orang Yahudi (ay 2)!
Perhatikan bahwa di sini dikatakan bahwa ia memberi banyak sedekah secara khusus kepada umat Yahudi. Ia bisa melakukan hal itu, tidak bisa tidak, karena ia setuju dengan ajaran agama mereka, dan merasa berhutang budi pada ajaran agama mereka yang telah ia terima sebagai kebenaran!

Lenski: “Cornelius cultivated the two outstanding virtues of the Jewish religion: he gave abundant alms and he was diligent in prayer. The beneficiaries of his charity were ‘the people,’ lao~ so often signifying the Jewish people. He had found so much through them that he made generous and grateful return” [= Kornelius mengusahakan 2 hal baik yang menonjol / terkemuka dalam agama Yahudi: ia memberi banyak sedekah dan ia rajin / tekun dalam doa. Penerima dari kemurahan hatinya adalah ‘bangsa itu’, lao~ (LAOS) begitu sering menunjuk kepada bangsa Yahudi. Ia telah mendapatkan begitu banyak melalui mereka sehingga ia melakukan balasan yang murah hati dan penuh terima kasih] - hal 395.

c.   Ia terkenal baik di antara seluruh bangsa Yahudi (ay 22).
Calvin (tentang ay 22): “‘Cornelius, a just man.’ Cornelius’ servants commend their master not ambitiously, or to the end they may flatter him, but that Peter may the less abhor his company. And for this cause they say that he was approved of the Jews, that Peter may know that he was not estranged from true and sincere godliness. For even those which were superstitious, though they served idols, did boast that they were worshippers of God. But Cornelius could not have the Jews, who retained the worship of the true God alone, to be witnesses of his godliness, unless he had professed that he worshipped the God of Abraham with them (= ‘Kornelius, orang benar’. Pelayan-pelayan Kornelius memuji tuan mereka bukan secara ambisius, atau dengan tujuan untuk menjilatnya, tetapi supaya Petrus bisa berkurang dalam kejijikannya terhadap kumpulannya. Dan untuk alasan ini mereka berkata bahwa ia direstui oleh orang-orang Yahudi, supaya Petrus tahu bahwa ia bukanlah orang yang asing / jauh dari kesalehan yang benar dan tulus. Karena bahkan mereka yang mempercayai takhyul, sekalipun mereka menyembah berhala, membanggakan diri bahwa mereka adalah penyembah-penyembah Allah. Tetapi Kornelius tidak bisa mempunyai orang-orang Yahudi, yang mempertahankan penyembahan terhadap Allah yang benar saja, menjadi saksi-saksi dari kesalehannya, kecuali ia telah mengaku bahwa ia menyembah Allah dari Abraham bersama mereka).

Calvin, dalam kata-katanya yang telah saya kutip di atas ini, secara benar menjadikan ini sebagai bukti bahwa Kornelius pasti setuju dengan agama Yahudi, karena kalau tidak, tidak mungkin ia akan terkenal baik dalam kalangan bangsa Yahudi.
Ingat bahwa orang-orang Yahudi adalah bangsa yang sangat fanatik dalam hal agama, dan karena itu tidak mungkin sekedar karena sedekah dari Kornelius kepada orang-orang Yahudi menyebabkan ia bisa terkenal baik dalam kalangan orang-orang Yahudi, kalau ia tidak setuju dengan agama Yahudi.

d.   Ia disebut sebagai ‘orang yang benar’.
Dalam ay 22 Kitab Suci Indonesia menyebutkan Kornelius sebagai seorang perwira yang ‘tulus hati’. Ini terjemahan yang salah.
KJV: ‘a just man’ (= seorang yang adil / benar).
RSV: ‘an upright ... man’ (= seorang ... yang lurus / jujur).
NIV/NASB: ‘a righteous ... man’ (= seorang ... yang benar).
Kata Yunani yang dipakai adalah DIKAIOS, dan menurut saya terjemahan ‘orang benar’ adalah yang terbaik.

Bdk. Ro 3:10 - “seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak”.
Ia hanya bisa dikatakan sebagai ‘orang benar’ kalau ia mempunyai iman, dan ia tidak mungkin bisa mempunyai iman Perjanjian Baru, karena ia belum pernah mendengar Injil Perjanjian Baru sepenuhnya.

e.   Juga kalau dilihat dari Kis 10:4,31,35 jelas bahwa Kornelius berkenan di hadapan Allah.
Kis 10:4,31,35 - “(4) Ia menatap malaikat itu dan dengan takut ia berkata: ‘Ada apa, Tuhan?’ Jawab malaikat itu: ‘Semua doamu dan sedekahmu telah naik ke hadirat Allah dan Allah mengingat engkau. ... (31) dan ia berkata: Kornelius, doamu telah didengarkan Allah dan sedekahmu telah diingatkan di hadapanNya. ... (35) Setiap orang dari bangsa manapun yang takut akan Dia dan yang mengamalkan kebenaran berkenan kepadaNya.

Sekarang bandingkan ini dengan Ibr 11:4-6 - “(4) Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati. (5) Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. (6) Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia”.

Calvin (tentang Ibr 11:4): “‘By faith Abel offered,’ etc. The Apostle’s object in this chapter is to show, that however excellent were the works of the saints, it was from faith they derived their value, their worthiness, and all their excellences; and hence follows what he has already intimated, that the fathers pleased God by faith alone (= ‘Karena iman Habel telah mempersembahkan’, dst. Tujuan sang rasul dalam pasal ini adalah untuk menunjukkan bahwa, bagaimanapun bagus / hebatnya pekerjaan / perbuatan baik dari orang-orang kudus, adalah dari iman pekerjaan / perbuatan baik itu mendapatkan nilai mereka, kelayakan mereka, dan semua kebagusan mereka; dan karena itu maka mengikutilah apa yang telah ia isyaratkan, bahwa bapa-bapa memperkenan Allah hanya oleh iman).

Kalau ini diterapkan pada ajaran Pdt. Stephen Tong tentang filosof Cina itu, maka jelas bahwa karena filosof Cina itu tidak beriman kepada Kristus, maka perbuatan baiknya, yang begitu ditonjolkan oleh Pdt. Stephen Tong itu, sehebat apapun itu adanya, tidak punya nilai apapun di hadapan Allah.

Calvin (tentang Ibr 11:4): He says, first, that Abel’s sacrifice was for no other reason preferable to that of his brother, except that it was sanctified by faith: for surely the fat of brute animals did not smell so sweetly, that it could, by its odor, pacify God. The Scripture indeed shows plainly, why God accepted his sacrifice, for Moses’s words are these, ‘God had respect to Abel, and to his gifts.’ It is hence obvious to conclude, that his sacrifice was accepted, because he himself was graciously accepted. But how did he obtain this favor, except that his heart was purified by faith (= Ia berkata, pertama, bahwa persembahan Habel bukan karena alasan apapun lebih diterima dari persembahan saudaranya, kecuali bahwa itu dikuduskan oleh iman: karena pastilah lemak dari binatang tidak berbau begitu harum, sehingga oleh baunya itu bisa menenangkan Allah. Kitab Suci menunjukkan dengan jelas mengapa Allah menerima persembahannya, karena kata-kata Musa adalah ini: ‘Allah / TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu’ (Kej 4:4b). Jadi jelas bahwa kesimpulannya adalah, bahwa persembahannya diterima karena ia sendiri diterima dengan kasih karunia. Tetapi bagaimana ia mendapatkan kebaikan ini, kecuali bahwa hatinya dimurnikan oleh iman).

Calvin (tentang Ibr 11:4): “‘God testifying,’ etc. He confirms what I have already stated, that no works, coming from us can please God, until we ourselves are received into favor, or to speak more briefly, that no works are deemed just before God, but those of a just man: for he reasons thus, - God bore a testimony to Abel’s gifts; then he had obtained the praise of being just before God. This doctrine is useful, and ought especially to be noticed, as we are not easily convinced of its truth; for when in any work, anything splendid appears, we are immediately rapt in admiration, and we think that it cannot possibly be disapproved of by God: but God, who regards only the inward purity of the heart, heeds not the outward masks of works. Let us then learn, that no right or good work can proceed from us, until we are justified before God [= ‘Allah bersaksi’ dst / ‘ia memperoleh kesaksian’. Ia menegaskan apa yang telah saya nyatakan, bahwa tak ada pekerjaan / perbuatan baik, yang datang dari kita yang dianggap benar di hadapan Allah, kecuali pekerjaan / perbuatan baik dari orang yang benar: karena ia berargumentasi sebagai berikut, - Allah memberi suatu kesaksian pada persembahan Habel; pada saat itu ia telah mendapatkan pujian bahwa ia benar di hadapan Allah. Doktrin ini berguna, dan harus diperhatikan secara khusus, karena kita tidak mudah diyakinkan tentang kebenarannya: karena pada waktu dalam pekerjaan / perbuatan baik apapun, terlihat adanya apapun yang baik, kita segera dipenuhi dengan kekaguman (bandingkan dengan perbuatan baik Seorang filosof Cina di mata Pdt. Stephen Tong), dan kita berpikir bahwa itu tidak mungkin bisa tidak direstui oleh Allah: tetapi Allah, yang hanya memandang / melihat pada kemurnian batin dari hati, tidak memperhatikan topeng lahiriah dari pekerjaan / perbuatan baik. Maka, hendaklah kita belajar, bahwa tidak ada pekerjaan / perbuatan baik atau benar bisa keluar dari kita, sampai kita dibenarkan di hadapan Allah].

Calvin (tentang Ibr 11:5): Moses indeed tells us, that he was a righteous man, and that he walked with God; but as righteousness begins with faith, it is justly ascribed to his faith, that he pleased God (= Musa memang memberitahu kita, bahwa ia adalah orang benar, dan bahwa ia berjalan dengan Allah; tetapi karena kebenaran dimulai dengan iman, maka dengan benar hal itu dianggap berasal dari imannya, sehingga ia memperkenan Allah).

Calvin (tentang Ibr 11:6): The reason he assigns why no one can please God without faith, is this, - because no one will ever come to God, except he believes that God is, and is also convinced that he is a remunerator to all who seek him. If access then to God is not opened, but by faith, it follows, that all who are without it, are the objects of God’s displeasure (= Alasan yang ia berikan mengapa tak seorangpun bisa memperkenan Allah tanpa iman, adalah ini, - karena tak seorangpun akan pernah datang kepada Allah, kecuali ia percaya bahwa Allah ada, dan juga diyakinkan bahwa Ia adalah seorang yang memberi pahala kepada semua orang yang mencariNya. Jika jalan masuk kepada Allah tidak terbuka kecuali oleh iman, maka akibatnya adalah bahwa semua orang yang tanpa iman merupakan obyek dari ketidak-senangan Allah).

Calvin (tentang Ibr 11:6): It is hence evident, that men in vain weary themselves in serving God, except they observe the right way, and that all religions are not only vain, but also pernicious, with which the true and certain knowledge of God is not connected; for all are prohibited from having any access to God, who do not distinguish and separate him from all idols; in short, there is no religion except where this truth reigns dominant” [= Karena itu jelaslah bahwa orang-orang dengan sia-sia melelahkan diri mereka sendiri dalam melayani Allah / berbakti kepada Allah, kecuali mereka mentaati jalan yang benar, dan bahwa semua agama-agama bukan hanya sia-sia, tetapi juga jahat / merusak, dengan mana pengetahuan / pengenalan yang benar dan pasti tentang Allah tidak dihubungkan (lagi-lagi bandingkan dengan ajaran Seorang filosof Cina, yang menurut Pdt. Stephen Tong sendiri, sama sekali tak berhubungan dengan Allah); karena semua orang yang tidak membedakan dan memisahkan dirinya dari semua berhala, dihalangi dari mempunyai jalan masuk kepada Allah; singkatnya, tidak ada agama kecuali dimana kebenaran memerintah / berkuasa].

Lenski: “what makes any man well-pleasing to God is faith; without it there is no possibility of pleasing God” (= apa yang membuat manusia manapun berkenan kepada Allah adalah iman; tanpa itu tidak ada kemungkinan untuk memperkenan Allah) - hal 386.

John Owen: “faith is the only way and means whereby any one may please God” (= iman adalah satu-satunya jalan dan cara dengan mana seseorang bisa memperkenan Allah) - ‘Hebrews’, vol 7, hal 37.

John Owen: “‘All pleasing of God is, and must be, by faith, it being impossible it should be otherwise.’” (= Semua yang memperkenan Allah adalah, dan haruslah, oleh iman, dan tidak mungkin lainnya) - ‘Hebrews’, vol 7, hal 37.

John Owen: “‘It is impossible to please God any other way but by faith.’ Let men desire, design, and aim at it whilst they please, they shall never attain unto it. ... Hereunto Scripture bears testimony from first to last, namely, that none can, that none shall, ever please God but by faith” (= ‘Adalah tidak mungkin untuk memperkenan Allah dengan jalan lain kecuali oleh iman’. Hendaklah manusia menginginkan, merencanakan dan mengarahkan padanya semau mereka, mereka tidak akan pernah mencapainya. ... Dengan ini Kitab Suci memberi kesaksian dari awal sampai akhir, yaitu, bahwa tak seorangpun bisa, bahwa tak seorangpun akan, pernah memperkenan Allah kecuali oleh iman) - ‘Hebrews’, vol 7, hal 38.

Supaya saudara tidak menganggap bahwa yang dimaksud dengan ‘iman’ dalam Ibr 11:6 ini sekedar ‘suatu kepercayaan bahwa Allah itu ada’, tetapi juga berhubungan dengan keselamatan, perhatikan komentar-komentar di bawah ini!

Calvin (tentang Ibr 11:6): The second clause is that we ought to be fully persuaded that God is not sought in vain; and this persuasion includes the hope of salvation and eternal life, for no one will be in a suitable state of heart to seek God except a sense of the divine goodness be deeply felt, so as to look for salvation from him. We indeed flee from God, or wholly disregard him, when there is no hope of salvation” (= Anak kalimat yang kedua adalah bahwa kita harus diyakinkan sepenuhnya bahwa Allah tidak dicari dengan sia-sia; dan keyakinan ini mencakup pengharapan keselamatan dan hidup kekal, karena tak seorangpun akan berada dalam keadaan hati yang cocok untuk mencari Allah kecuali suatu perasaan tentang kebaikan ilahi dirasakan secara mendalam, sehingga orang itu mencari keselamatan dari Dia. Kita akan lari dari Allah, atau sepenuhnya mengabaikanNya, pada saat tidak ada pengharapan keselamatan).

Calvin (tentang Ibr 11:6): But many shamefully pervert this clause; for they hence elicit the merits of works, and the conceit about deserving. And they reason thus: ‘We please God by faith, because we believe him to be a rewarder; then faith has respect to the merits of works.’ This error cannot be better exposed, than by considering how God is to be sought; while any one is wandering from the right way of seeking him, he cannot be said to be engaged in the work. Now Scripture assigns this as the right way, - that a man, prostrate in himself, and smitten with the conviction that he deserves eternal death, and in self-despair, is to flee to Christ as the only asylum for salvation. Nowhere certainly can we find that we are to bring to God any merits of works to put us in a state of favor with him. Then he who understands that this is the only right way of seeking God, will be freed from every difficulty on the subject; for reward refers not to the worthiness or value of works but to faith” (= Tetapi banyak orang secara memalukan membengkokkan anak kalimat ini; karena mereka mendapatkan jasa dari pekerjaan / perbuatan baik, dan kesombongan tentang kelayakan. Dan mereka beralasan sebagai berikut: ‘Kita memperkenan Allah oleh iman, karena kita mempercayaiNya sebagai seorang yang memberi upah; maka iman mempunyai rasa hormat pada jasa dari pekerjaan / perbuatan baik’. Kesalahan ini tidak bisa dinyatakan dengan lebih jelas, dari pada dengan mempertimbangkan bagaimana Allah harus dicari; sementara seseorang sedang mengembara / menyimpang dari jalan yang benar untuk mencari Dia, ia tidak bisa dikatakan terlibat dalam pekerjaan / perbuatan baik. Kitab Suci memberikan ini sebagai jalan yang benar, - bahwa seseorang, yang merendahkan dirinya sendiri, dan dipukul oleh suatu keyakinan bahwa ia layak mendapatkan kematian kekal, dan dalam keputus-asaan tentang diri sendiri, harus lari kepada Kristus sebagai satu-satunya perlindungan untuk keselamatan. Pasti kita tidak bisa menemukan dimanapun bahwa kita harus membawa kepada Allah jasa pekerjaan / perbuatan baik apapun untuk meletakkan kita dalam suatu keadaan disukai / disenangi oleh Dia. Maka ia yang mengerti bahwa ini adalah satu-satunya jalan yang benar untuk mencari Allah, akan dibebaskan dari setiap kesukaran tentang pokok ini; karena upah tidak menunjuk pada kelayakan atau nilai dari pekerjaan / perbuatan baik tetapi pada iman).

Kata-kata di atas ini pasti bertentangan frontal dengan kata-kata Pdt. Stephen Tong yang mengatakan bahwa sebelum Kornelius percaya, ‘kebajikannya sudah diterima oleh Tuhan’!

Calvin (tentang Ibr 11:6): From these two clauses, we may learn how, and why it is impossible for man to please God without faith; God justly regards us all as objects of his displeasure, as we are all by nature under his curse; and we have no remedy in our own power. It is hence necessary that God should anticipate us by his grace; and hence it comes, that we are brought to know that God is, and in such a way that no corrupt superstition can seduce us, and also that we become assured of a certain salvation from him” (= Dari dua anak kalimat ini, kita bisa belajar bagaimana dan mengapa merupakan sesuatu yang mustahil bagi manusia untuk memperkenan Allah tanpa iman; Allah dengan benar / adil menganggap kita semua sebagai obyek dari ketidak-senanganNya, karena kita semua secara alamiah ada di bawah kutukNya; dan kita tidak mempunyai obat dalam kuasa kita sendiri. Karena itu merupakan sesuatu yang perlu bahwa Allah mendahului kita dengan kasih karuniaNya; dan lalu terjadilah, bahwa kita dibawa untuk mengetahui bahwa Allah ada, dan dengan cara sedemikian rupa sehingga tak ada takhyul jahat apapun bisa membujuk kita, dan juga sehingga kita yakin tentang suatu keselamatan tertentu dari Dia).

Karena Kornelius adalah orang beriman, biarpun dengan iman Perjanjian Lama, tetapi ini tetap menyebabkan ia sudah bisa membuahkan perbuatan baik dalam kehidupannya. Tetapi ini sama sekali berbeda dengan filosof Cina itu, yang memang sama sekali tidak beriman kepada Kristus, dan karena itu, baik dirinya maupun kehidupannya, menurut Kitab Suci, tidak mungkin bisa memperkenan Allah.

7)   Hal terakhir yang akan saya soroti hanya secara singkat adalah kata-kata Pdt. Stephen Tong bahwa orang-orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan harus mempelajari ajaran filosof Cina itu, karena ini bisa membentuk mereka menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.


Catatan
: di sini saya bahas singkat, tetapi nanti akan saya bahas secara mendetail.

Terus terang, saya menganggap pernyataan ini sebagai suatu penghinaan terhadap Kitab Suci / Alkitab kita. Bagaimana mungkin, orang Kristen yang sudah memiliki Firman Tuhan yang lengkap dalam Alkitab, lalu harus belajar dari orang, yang menurut Pdt. Stephen Tong sendiri ajarannya bahkan bukan wahyu umum, tetapi hanya merupakan renspons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum dari Allah (inipun saya sangsikan kebenarannya).
Wahyu umum saja, yaitu alam semesta dan hati nurani, memberikan terang yang jauh lebih sedikit dari pada wahyu khusus (Firman Tuhan dan Yesus Kristus). Dan ajaran filosof Cina itu bahkan masih di bawah wahyu umum. Lalu bagaimana mungkin kita yang sudah memiliki Alkitab dan Yesus Kristus masih harus belajar dari ajaran filosof Cina itu? Dengan kata-kata ini, Pdt. Stephen Tong bukan hanya menghina Alkitab / Firman Tuhan dan Yesus Kristus, tetapi juga menganggap bahwa Alkitab dan Yesus Kristus itu masih kurang!

Dan tentang pandangan Pdt. Stephen Tong bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum, saya sangat meragukan. Karena wahyu umum, yaitu alam semesta dan hati nurani, sedikitnya memberi tahu manusia bahwa Allah itu ada, dan juga tentang sifat-sifat tertentu dari Allah, seperti maha kuasa, baik, dan bijaksana.

Bandingkan dengan ayat-ayat ini:

a)   Ro 1:19-20 - “(19) Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. (20) Sebab apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, dapat nampak kepada pikiran dari karyaNya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih”.
Ro 1:19-20 (NASB): “because that which is known about God is evident within them; for God made it evident to them. For since the creation of the world His invisible attributes, His eternal power and divine nature, have been clearly seen, being under­stood through what has been made, so that they are without excuse” ((= karena apa yang diketahui tentang Allah nyata di dalam mereka; karena Allah telah membuatnya nyata bagi mereka. Karena sejak penciptaan dunia / alam semesta, sifat-sifatNya yang tak terlihat, kekuatanNya yang kekal dan keilahianNya, telah terlihat dengan jelas, dimengerti melalui apa yang telah diciptakan, sehingga mereka tidak mempunyai alasan)..

John Calvin: “There is within the human mind, and indeed by natural instinct, an awareness of divinity. ... To prevent anyone from taking refuge in the pretense of ignorance, God himself has implanted in all men a certain understanding of his divine majesty. ... a sense of deity inscribed in the hearts of all” (= Di dalam pikiran manusia, oleh suatu naluri yang bersifat alamiah, ada suatu kesadaran tentang keilahian. ... Untuk mencegah siapapun untuk berlindung dalam ketidaktahuan, Allah sendiri telah menanamkan dalam semua manusia suatu pengertian tertentu tentang keagungan ilahinya. ... suatu perasaan tentang Allah dituliskan dalam hati dari semua orang) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter III, no 1.

b)   Maz 19:2 - “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya”.

Jadi, kalau ajaran filosof Cina itu merupakan respons terhadap wahyu umum, mengapa, seperti yang dikatakan Pdt. Stephen Tong, dalam ajaran filosof Cina itu sama sekali tak ada ajaran vertikal / tentang Allah? Mengapa yang ada hanya ajaran horizontal / tentang sesama manusia?

Jadi, saya tak setuju sama sekali bahwa orang-orang Kristen / hamba-hamba Tuhan harus belajar dari ajaran filosof Cina itu. Kitab Suci kita sudah lengkap untuk hal itu.
Bdk. 2Tim 3:16-17 - “(16) Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. (17) Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

3 komentar:

  1. apakah kesalahan stephen tong dalam penilaiannya terhadap "keselamatan" confucius bisa menyebabkan seseorang meragukan keselamatan stephen tong itu sendiri ?

    sebab seseorang yang benar2 sudah dilahirbarukan roh kudus pasti akan menilai segala sesuatu hanya berdasarkan standar dan otoritas kitab suci, bukan bersandarkan pendapat subyektif nya sendiri seperti yang ternyata telah stephen tong lakukan beberapa kali di dalam membicarakan topik2 yang esensial !

    BalasHapus
  2. benar semua penjelasan diatas dan semoga saja banyak jemaat Pak steven yang menyadarinya

    BalasHapus
  3. kalau ajaran filosof Cina itu merupakan respons terhadap wahyu umum, mengapa, seperti yang dikatakan Pdt. Stephen Tong, dalam ajaran filosof Cina itu sama sekali tak ada ajaran vertikal / tentang Allah? Mengapa yang ada hanya ajaran horizontal / tentang sesama manusia?



    Lucu kali argumen ini

    Namanya juga respon. Respon itu bisa benar,bisa salah,bisa 100% benar bisa 50% benar.
    Mengapa responnya hanya vertikal??? Ya krn kemampuan perespon nya hanya sebatas itu.
    Mengapa tidak ada respon horizontol, ya krn org china ga mendapat wahyu khusus

    Walau respon nya hanya vertikal.tapi semua respon ttg sesama manusia oleh filosofi china itu bagus sekali.hanya mengandalkan hati nurani anugrah Tuhan. Mereka bs berespon sedemikian bagusnya mengenai hubungan manusia dan manusia yg beradab.walau masi ada kelemahan.
    Drpd kerjaannya mengkritik,mencari tulang dalam telur. Mending byk belajar, memperkaya diri biar tambah bijaksana.berpikiran lebih positif

    BalasHapus