Jumat, 25 Oktober 2013

MENELUSURI PRA-EKSISTENSI YESUS: RESPON TERHADAP BAMBANG NOORSENA



Oleh: Albert Rumampuk



Injil Yohanes pasal satu ayat satu adalah teks yang sangat akrab bagi orang Kristen. Ayat ini seringkali digunakan sebagai dasar untuk menyatakan keAllahan Yesus. Bagi kita yang percaya, ini adalah sebuah pernyataan eksplisit dari Firman Allah tentang Kristus pra-inkarnasi. Dia adalah sepenuhnya Allah / setara dengan Allah dan berpribadi. Tetapi pandangan seperti ini rupanya bukanlah satu-satunya pandangan dalam kekristenan, karena ternyata ada orang-orang “Kristen” tertentu yang berpendapat lain.

Pendapat yang kontra terhadap iman Kristen ini adalah pandangan yang mengatakan bahwa Yesus pra-inkarnasi adalah logos (LAI: “Firman”), dalam arti “pikiran / kata-kata Allah”. Setidaknya, itulah yang sepertinya terlihat dalam seminar yang diselenggarakan ISCS di Hotel Rama Garden, Palu, Sulawesi Tengah, pada tanggal 8-10 Oktober 2013. Pembicara dalam seminar itu adalah Dr. Bambang Noorsena, SH. MH dari komunitas Orthodox Syria. Tema yang diusung dalam seminar itu sebenarnya adalah “Membedah keabsahan Alkitab”, tetapi didalamnya juga membahas tentang keTritunggalan Allah. Saat menjelaskan ajaran Tritunggal, Noorsena menolak penggunaan istilah “oknum” yang katanya “tidak ada di Alkitab”. Beliau juga tidak setuju dengan konsep Tritunggal Gereja Barat (Katolik & Protestan) yang menyatakan bahwa keesaan Allah itu terletak pada hakekat-Nya (bukan pada pribadi-Nya). Baginya, keesaan Allah itu terletak pada “wujud Allah (Bapa)” dimana “Firman dan Roh Kudus berada dalam wujud Allah (Bapa)”.

Menurut panitia, acara tersebut dihadiri sekitar lebih dari 400 orang dari berbagai latarbelakang denominasi / gereja. Dr. Bambang mengajak peserta untuk “Stop belajar dari Eropa (barat) tapi belajar dari Alkitab dan gereja Timur / kembali ke akarnya”, kurang lebih seperti itu. Buat saya pernyataan seperti ini aneh, bukankah “orang Barat”  juga belajar dari Alkitab? Dalam seminar itu, dia sama sekali tidak membahas dasar Alkitab dari “orang Barat” (tentang adanya “kejamakan pribadi”), tetapi saat menyinggung paham gereja Timur (yang adalah pahamnya), maka sederet ayat (seperti Kej 1:1-3; Ul 6:4; 1 Kor 8:4; Yoh 8:42, dsb) dibahasnya. Apakah dia sengaja tak mau tahu dengan argument “orang Barat”, atau sengaja menyembunyikannya dari peserta seminar?  

Bagi saya, Allah itu memang “satu” di dalam hakekat-Nya, tetapi “jamak” dalam pribadinya. Banyak orang yang salah paham dengan mengatakan bahwa “kalau Allah itu berpribadi 3, bukankah ini menunjukkan adanya 3 Allah?” Pertanyaan seperti ini seharusnya diubah: “Apakah Kitab Suci mensahkan 3 pribadi itu atau tidak?” Jadi yang ditekankan adalah “menurut Kitab Suci” bukan menurut “akal/pikiran manusia”. Benarkah paham Allah itu satu pribadi yang tunggal mutlak bisa dijumpai dalam Alkitab? Apakah Sang Anak (“logos”, dalam Yoh 1:1) bukanlah suatu pribadi yang berbeda dengan Bapa? Tulisan ini adalah respon terhadap ajaran Bambang Noorsena, yang khusus menyoal Yesus Kristus sebelum hadir di dunia.   

Sejak kapan Logos ada?

Sebelum kita membahas apakah “Firman/logos” itu berpribadi atau tidak, kita harus tahu dulu, apakah “logos” memiliki titik awal atau tidak. Ini penting sebagai pijakan awal, karena jika “logos” itu tidak kekal, maka Tritunggal harus dibubarkan! Untuk mengidentifikasi siapakah “logos” yang sebenarnya, sebaiknya kita melihat Yoh 1:1 dari teks bahasa aslinya.

“En arkhe ēn ho logos kai ho logos ēn pros ton theon kai theos ēn ho logos”

Terjemahan LAI: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” 

Kata “logos” yang diterjemahkan “Firman” dalam ayat ini, jelas berbicara tentang Yesus pra-inkarnasi (Bdk. ayat 14). Sebelum berinkarnasi, Yesus Kristus disebut “Firman”. Sekalipun Yohanes secara tegas mencatat bahwa “Firman itu adalah Allah”, ini tidak membuat para Saksi Yehuwa dan Unitarian menerima begitu saja. Terjemahan dunia baru (kitab suci Saksi Yehuwa) menterjemahkan kata-kata “… kai theos en ho logos” menjadi “… Firman itu adalah suatu allah.”(1) Perhatikan, Saksi Yehuwa menambahkan kata “suatu” didepan kata “allah” dan kata “allah” – pun diawali dengan huruf “a” kecil. Ini menunjukkan penolakan mereka terhadap keAllahan logos/Firman. Mereka beranggapan bahwa posisi logos lebih rendah dari Theos/Allah/Yahweh dan bahwa logos/Firman Allah (Yesus pra-inkarnasi) adalah ciptaan pertama dan kemudian melalui logos-lah tercipta segala sesuatu. (2) Jadi, Saksi Yehuwa beranggapan bahwa Yesus pra-inkarnasi tidak sekekal Bapa-Nya.

Bahasa Yunani untuk teks Yoh 1:1 sebetulnya sudah sangat jelas menerangkan keberadaan “Firman” tersebut. Kata-kata “pada mulanya adalah Firman” diterjemahkan dari kata-kata Yunani “en arkhe en ho logos”. Ungkapan ini menunjuk pada masa lampau yang tak terbatas / kekekalan masa lampau dari “Firman”. “Logos/Firman” yang dimaksud, terus ada dan tidak pernah tidak ada. Manusia, hewan, dan segala yang nampak, punya awal karena diadakan/dicipta oleh Allah. Tetapi logos berbeda, Dia tidak punya titik awal. 

Paul Enns: “Kata ‘adalah’ (Inggris: ‘was’) dalam kalimat ‘pada mulanya adalah Firman’ adalah kata Yunani en, dalam bentuk tensa imperfek yang menekankan keberadaan yang terus menerus pada waktu yang lampau. Frasa itu jadi dapat diterjemahkan, ‘Pada mulanya adalah Firman yang terus menerus ada’ … Yohanes mengindikasikan bahwa sejauh kebelakang manapun, Firman itu terus ada.”(3)

Yesus sendiri sebagai ‘perwujudan’ logos, dengan sangat meyakinkan berkata:  "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada." (Yoh 8:58). Abraham lahir sekitar 2000 tahun sebelum Kristus, tetapi Yesus berkata sebelum Abraham jadi Ia telah ada. Ini tidak berarti bahwa Yesus telah ada beberapa tahun atau beberapa abad sebelum Abraham lahir. Kata-kata “Aku telah ada” tidak tepat, seharusnya “Aku ada”. Istilah ini berasal dari kata Yunani ego eimi, yang menunjuk pada kekekalan Kristus dimasa lampau. Tentu saja yang kekal masa lampau itu bukan kemanusiaan-Nya, tapi bicara Yesus sebagai Anak Allah / Sang Firman.

Charles C Ryrie: “Kristus menyatakan kekekalan-Nya ketika Ia menyatakan, ‘Sebelum Abraham ada, AKU TELAH ADA’ (terjemahan yang tepat adalah AKU ADA – ego eimi) (Yoh 8:58). ‘Aku telah ada’ mungkin menunjukkan bahwa Ia sudah ada beberapa abad sebelum Abraham, tetapi Aku ada (eimi) menyatakan kekekalan.” (4)

Ryrie memberi 3 konsekwensi jikalau kekekalan logos tidak diakui: “(a) tak ada Tritunggal; (b) Kristus bukan sepenuhnya Allah, dan (c) Ia berbohong.”(5)

Jikalau “Firman/logos” itu kekal di minus tak terhingga, maka siapakah Dia? Tentu dengan mudah kita akan mengatakan bahwa Dia adalah Allah, sesuai dengan kesaksian Yohanes dalam Yoh 1:1c (“Firman itu adalah Allah”). Jadi, frasa “Firman itu adalah Allah” memang benar, karena “Firman itu kekal”. Kekekalan dari Firman, ternyata juga mendapat pengakuan dari Bambang Noorsena. Baginya, “Ungkapan ‘Pada mulanya adalah Firman’, untuk menekankan bahwa Firman Allah itu tidak berpermulaan, sama abadi dengan Allah karena Firman itu adalah Allah sendiri, dan bukan wujud selain-Nya.”(6) Dibagian ini, pandangan Noorsena cocok dengan gereja barat. Tetapi bukankah Bambang Noorsena (yang katanya mengusung teori “gereja Timur”), juga mengakui bahwa logos itu adalah Allah? Lantas, dimana letak perbedaannya dengan Barat (Protestan & Katolik)?

Logos: pribadi vs bukan pribadi

Dalam sebuah diskusi tentang Tritunggal, Pdt. Teguh Hindarto (seorang Judeo Christianity), yang mengaku punya pandangan yang sama dengan kelompok Orthodox Syria, berkata kepada saya: “… Bukan pula tiga pribadi melainkan satu pribadi dengan tiga karya dan manifestasi kuasa. Mengapa satu pribadi ? Bapa, Putra dan Roh Kudus (YHWH, Firman-Nya, Roh-Nya) adalah satu pribadi dalam kekekalan, karena yang satu tidak ada dan diadakan lebih dahulu oleh yang lain. Kata ‘satu’ dalam ulasan ini bukan bermakna aritmetik melainkan ontologik, karena kita sedang membicarakan Tuhan yang mengatasi dan berada didalam segala sesuatu yang Dia ciptakan.”(7)

Dalam kesempatan yang lain, saya juga menanyakan padanya “… Apa praeksistensi-Nya Yesus adalah firman/kata2 YHWH?”  Hindarto menjawab: Betoel. Pra Eksistensi Yesus adalah Firman ( Yoh 1:3). Firman tidak diciptakan melainkan Daya Cipta Tuhan (Kej 1:3, Mzm 33:6). Firman bersama Tuhan YHWH sejak kekal. Tidak pernah ada waktu dimana Tuhan tidak bersama Firman dan Roh- Nya ( Kej 1:1-3). Istilah ‘Sang Firman’ adalah opsi terjemahan untuk ‘ho Logos’ atau ‘ha Davar’ atau ‘Milta d' Alaha’ atau ‘The Word”. (8)


Jadi, menurutnya, Yahweh, Firman Yahweh dan Roh Yahweh adalah satu pribadi bukan 3 pribadi. Ajaran bahwa Logos/Anak punya pribadi yang berbeda dari Bapa, menurutnya adalah salah. Baginya, logos adalah “kata-kata Allah” yang kemudian menjadi manusia ( di ayat 14).

Senada dengan ini, Bambang Noorsena juga berkata: “Jadi, kalau Roh Kudus disebutkan ‘keluar dari Bapa’ (Yoh 15:26), Firman Allah dikatakan ‘dilahirkan dari Sang Bapa’, karena Firman itu menyatakan siapakah Allah yang sebenarnya (band. Yoh 1:18). Seperti kata-kata seseorang dilahirkan dari pikiran (Logos) seseorang, dan pikiran itu satu dan tidak terpisah dengan seseorang.”(9)

Bambang Noorsena: “Selanjutnya, ‘Firman itu bersama-sama Allah’, menekankan bahwa Firman itu berbeda dengan Allah.  Allah adalah Esensi Ilahi (Arab: al-dzat, the essence),  yang dikiaskan Sang Bapa, dan Firman menunjuk kepada ‘Pikiran Allah dan Sabda-Nya. Akal Ilahi sekaligus Sabda-Nya’ (‘aql al-lâh al-nâtiqi, au nâtiq al-Lah al-‘âqli, fahiya ta’ni al-‘âqlu wa al-nâtiqu ma’an), demikianlah term-term teologis yang sering dijumpai dalam teks-teks Kristen berbahasa Arab.”(10)

Bambang Noorsena: “Makna gelar ‘Putra Allah’ ialah Allah menyatakan diri-Nya melalui Firman-Nya. Artinya, Firman yang berdiam secara kekal dalam Allah itu keluar dari Allah untuk menyatakan siapakah Allah.”(11)

Bambang Noorsena: “Sebaliknya, ditekankan bahwa keyakinan Kristen mengenai Firman Allah yang menjadi manusia, justru paralel dengan keyakinan Islam mengenai Kalam Allah yang kekal yang turun menjadi al-Qur’an atau nuzul al-Qur’an. Umat Islam yang mungkin akan sulit mengerti ajaran Kristen mengenai kodrat ganda Yesus: ‘sepenuhnya insani (kamil bi al-lahut) sebagai Kalimatullah, dapat membandingkannya dengan ajaran Islam sendiri mengenai kitab suci al-Qur’an al-karim.”(12)

Bambang Noorsena: Sebagaimana umat Islam memahami Firman Allah yang kekal telah nuzul dalam bentuk temporalnya al-Qur’an berbahasa Arab, dari kacamata dialog teologis Kristen-Islam, umat Kristen dapat juga mengajukan paralelnya: ‘Kalau Firman Allah bisa dipahami telah nuzul menjadi kitab, apa sulitnya memahami keyakinan Kristen bahwa Firman itu menjadi manusia, yang adalah mahkota segala ciptaan Allah?”(13)

Dalam berbagai kesempatan (termasuk seminarnya di Palu), pada saat menjelaskan Tritunggal, Bambang Noorsena selalu mencontohkan adanya pikiran dan roh manusia yang selalu bersama-sama dengan manusia itu, demikian pula dengan Firman dan Roh-Nya. “Firman dan Roh Kudus berada dalam wujud Allah (Bapa)”. (14)  Jadi, “Firman” itu bukan sesuatu yang berdiri sendiri diluar dzat Allah, tetapi ada di dalam diri Bapa. Untuk mendukung ajarannya, Bambang mengutip Yoh 1:1; 8:42. Teks lain seperti Kej 1:1-3 dan Maz 33:6, juga menjadi andalannya. Noorsena juga menyamakan antara "Firman Allah" (pra-inkarnasi Yesus) dengan "Firman Allah / Kalam Allah / Kalimatullah" dalam Islam. Dan, dalam Islam, "Firman Allah / Kalimatullah" itu tidak pernah dikaitkan dengan pribadi. Itu menunjuk pada "sifat" atau "kalimat / perkataan" Allah.

Disini terlihat bahwa Bambang memaksudkan kata “Firman” itu bukan sebagai “pribadi” tetapi adalah “pikiran/kata-kata Allah” yang dilahirkan/keluar dari Allah. Inilah yang menjadi perbedaan antara Bambang Noorsena dengan pandangan Protestan/Katolik.

Benarkah logos dalam Yoh 1:1 adalah “kata-kata Allah?” Untuk menjawab hal ini, mari kita melihat Injil Yohanes 1:1b. Dalam Yunani disebutkan: “… kai ho logos ēn pros ton theon” (Firman itu bersama-sama dengan Allah.) Kata-kata “bersama-sama dengan” berasal dari kata Yunani “pros”. Apakah arti kata “pros” tersebut? Ada empat kemungkinan makna yang diberikan oleh Murray Harris: “a) berbicara kepada; b) mengenai hal-hal ini; c) menunjukkan posisi, sama dengan kata “para”; dan d) adanya relasi atau komunikasi. (15) Mangapul Sagala lebih memilih point d). Menurutnya, kata sandang “pros” bukan sekedar dipahami sebagai “posisi”, tetapi bahwa “Logos berada dalam persekutuan yang aktif dengan Allah.” (16) Demikian pula dengan Robert Cook yang memberi arti hurufiah dari kata “pros” yaitu “berhadapan muka dengan”. Ini tegas menunjukkan bahwa logos/Firman dan Theos/Allah adalah berbeda satu dengan yang lainnya.

W. Robert Cook: “The phrase PROS TON THEON (with God) has the idea of ‘toward’ or ‘face-to-face with,’ giving the picture of two personal beings facing one another and engaging in intelligent discourse” [= Ungkapan PROS TON THEON (dengan Allah) mempunyai gagasan / ide tentang ‘kepada / terhadap’ atau ‘berhadapan muka dengan’, memberikan gambaran tentang 2 pribadi berhadapan satu dengan yang lain dan terlibat dalam percakapan yang cerdas / percakapan yang menggunakan pikiran] - ‘The Theology of John’, hal 49. (17)

Kalimat “Firman itu bersama-sama dengan Allah,” menunjukkan bahwa “Firman” itu berbeda dengan “Allah” (Bapa). Perbedaan yang dimaksudkan disini bukan dalam hal “hakekat”.  Jika Sang Firman tidak mempunyai hakekat yang sama dengan Allah, maka ini akan menentang kata-kata “Firman itu adalah Allah.” Jika “Firman” adalah Allah, maka sudah pasti Firman itu setara / sehakekat dengan Allah (Bapa).
Lalu “berbeda” dalam hal apa? Jika kita melihat arti kata “pros” yang sudah diberikan diatas, maka ini tentu bicara tentang adanya perbedaan pribadi-pribadi Allah. 

Bahwa logos bukanlah sekedar “kata-kata Allah” saja, ini sejalan dengan ayat-ayat lain dalam Alkitab yang menyatakan bahwa “Anak Allah” – lah yang diutus kedunia dan bukan “kata-kata/pikiran Allah” (Yoh 3:16; 1 Yoh 4:9-10; Ibr 1:6, dsb). Istilah “Anak Allah” dalam konteks PL dan PB, jelas menunjuk pada Allah yang berpribadi (bdk. Maz 2:7; Ibr 1:8).

Jadi, kata “Firman” dalam Yohanes 1:1, jelas berbicara tentang suatu pribadi! Ini sekaligus menggugurkan paham bahwa “Firman” itu hanyalah sekedar “kata-kata/pikiran Allah” yang kemudian nuzul (turun) ke dunia. Sungguh lucu karena Bambang justru menggunakan ayat ini untuk membenarkan ajarannya.

Menjawab argumentasi Bambang Noorsena

Dalam seminar-nya di Palu, Bambang Noorsena membagikan beberapa makalah yang membahas beberapa isu. Diantaranya tentang “Textual Criticism”, “Sejarah kata Allah”, “keesaan Allah”, dan tentang “Tritunggal”. Dibagian ini saya akan mengutip dasar argument Bambang ketika bicara tentang ajaran Tritunggal yang saya ambil dalam makalah yang berjudul “Tiga arus pemikiran mengenai ajaran Tritunggal dan hubungannya dengan Tauhid (Monotheisme)”, dan menanggapinya. Berikut adalah beberapa point penting yang menjadi acuan-nya.

1) Bambang Noorsena mengutip dari Tanakh/PL, yaitu Kej. 1:1-3 (18)

 “(1) Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. (2) Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita  menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. (3)  Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.”

Menurutnya, disini terlihat 3 hal: Elohim (Allah / Bapa), Ruah Elohim (Roh Kudus) dan Davar / Omer Elohim (Firman).

Jawaban saya:

Jika melihat pemahamannya, maka Roh Kudus dan Firman Allah yang dimaksudkan disini adalah 2 hal yang berada di dalam diri Bapa. Kutipan ayat ini semakin mempertegas pandangan Bambang bahwa Kristus pra-inkarnasinya adalah “Firman” dalam arti “kata-kata Allah”. Tentu saja kata “berfirmanlah…” sama sekali bukan menunjuk pada Yesus sebelum hadir didunia. Kalimat “Berfirmanlah Allah” sebetulnya bisa diartikan: “Berkatalah Allah”. Ini cocok dengan kata-kata selanjutnya: “‘Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi.” Kata-kata “Jadilah terang…” adalah kalimat yang keluar dari Allah.

Kejadian pasal satu menceritakan tentang penciptaan alam semesta, dimana Elohim/Allah mencipta dengan “Firman-Nya”. Kata itu tidak sama dengan “logos” dalam Yoh 1:1. Apa yang dipahami Bambang disini memang benar, kata “Firman” dalam Kej 1:1 memang berarti “ucapan Allah”. Tetapi pada saat dia mengutip ini dan menerapkannya pada “logos” yang dibicarakan Yohanes, ini jelas sebuah pemaksaan! Menurut saya, Kej 1:1-3 hanya bicara 2 pribadi: Elohim/Bapa dan Roh Kudus, tetapi sama sekali tidak menyinggung Yesus pra-inkarnasi.

2) Bambang Noorsena mengutip Maz 33:6 (19)

“Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya.”

Terdapat 3 hal: Davar (Firman), YHWH (TUHAN), Nafas (Ruah) dari mulut-Nya.

Jawaban saya:

Dalam sebuah tulisannya, Bambang Noorsena berkata: “Dan sebagaimana dicatat dalam targum-targum, yaitu komentar-komentar Perjanjian Lama dalam bahasa Aram, sosok Sang Mesiah ini diidentikkan dengan Memra (Firman Allah), yang oleh-Nya Allah menciptakan alam semesta, dan melalui-Nya pula Allah mengkomunikasikan Diri-Nya dengan umat ciptaan-Nya. Konsep Memra inilah yang melatarbelakangi prolog Injil Yohanes mengenai pra-eksistensi Firman Allah (Yoh. 1:1-3,14), dan bukan konsep logos dalam filsafat Helenisme, sekali pun teks bahasa Yunani dari Injil tersebut memakai istilah Logos yang sebelumnya sudah dipakai dalam Septuaginta.”(20)

Bambang Noorsena:  “Mengapa kesimpulan kaum Arian berbeda dengan Gereja mengenai Logos Ilahi tersebut? Jawabnya sederhana saja, sebab pemahaman Gereja dilatarbelakangi oleh pandangan Targum mengenai Memra (Firman Allah) yang satu dengan Allah, yang oleh-Nya telah diciptakan alam semesta (Yoh 1:3). Jadi, Logos dari Injil Yohanes sama dengan Dabar Yahwe dan hokmah (Hikmat) dalam kesusasteraan Hikmat Yahudi (cf. Ams. 8).”(21) 

Kutipan ini menunjukkan bahwa Bambang percaya bahwa istilah logos dalam Yoh 1:1-3,14 berasal dari konsep Memra (Firman Allah) di PL. Benarkah logos di Yoh 1:1 itu sama dengan Dabar / Memra di Perjanjian Lama?

Mari kita kembali melihat Maz 33:6 yang menjadi salah satu dasar argument Bambang. Kata-kata “Firman TUHAN” dalam ayat itu sebetulnya bermakna sama dengan Kej 1:3. Itu berarti “ucapan/kata-kata” Tuhan / YHWH. Ini terlihat di ayat selanjutnya (ay. 9): “Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada.” Tuhan memang mencipta segala sesuatu dengan “Firman-Nya”. Namun ini tentu bukan bicara tentang “logos” yang ada di Yoh 1:1. Mengapa? Karena logos yang dimaksudkan oleh Yohanes itu berpribadi.

Dalam Perjanjian Lama, ungkapan “Firman TUHAN” atau “Firman Yahweh” muncul lebih dari 241 kali, dimana 93% (sekitar 221 kali), “menggambarkan sebuah perkataan nubuat.” (22) Jadi, kita tak boleh mengambil seadanya kata “Firman” dalam Alkitab untuk diterapkan pada Kristus pra-inkarnasi. Sekali lagi, “Firman” (Ibr. dabar) Allah yang ada dalam PL, tidak sama dengan “logos” (Sang Anak) dalam PB. Baik Bultman maupun E. Harris, menolak memahami logos berdasarkan PL.

 “Bultman menegaskan bahwa Logos dalam prolog tidak bisa dipahami berdasarkan Perjanjian Lama. Karena Logos dalam injil Yohanes bukanlah suatu peristiwa yang berulang di dalam dunia yang temporal, tetapi merupakan pribadi kekal yang ada bersama-sama dengan Allah sejak awal.(23) 

“… E. Harris, dalam responnya terhadap para pakar biblika (yang melihat Kej 1:3 dan Maz 33:6 ada di balik Prolog), berkata: ‘Sangat diragukan apakah penggunaan yang sama berada dibalik cara Yohanes menggunakan Logos.”(24)

Jikalau kita tetap memaknai logos dalam Yoh 1:1 sebagai “kata-kata/pikiran Allah” (yang bukan pribadi) dan bahwa “kata-kata/pikiran Allah” itulah yang menjadi manusia, ini akan menimbulkan beberapa problem: 1) Saat orang-orang Yahudi/murid-murid Yesus menyembah-Nya dalam Mat 14:33, maka mereka sedang menyembah “kata-kata/pikiran Allah.” 2) Saat Stefanus, Paulus berdoa kepada Yesus dalam Kis 7:59-60 dan 2 Kor 12:8-9, maka mereka sedang berdoa kepada “kata-kata/pikiran Allah.” 3) Saat semua orang Kristen diseluruh dunia datang ke gereja untuk beribadah, memuji, menyembah dan berdoa, maka mereka melakukan itu semua untuk “kata-kata/pikiran Allah”. Apakah memang benar demikian? Tentu saja yang disembah dan dipuji itu adalah diri / pribadi Allah-Nya!

3) Bambang Noorsena: "Keesaan Allah pada wujud Allah: 'Satu Allah, yaitu Bapa…' (1 Kor 8:4). Dalam Bapa (wujud Allah) berdiam kekal Firman Allah (Yoh 1:1, 8:42) dan Roh Kudus (Yoh. 15:26; 1 Kor 2:10-11). Bapa, Putra dan Roh Kudus 'satu' bukan 'bersatu' (seperti satunya pikiran dan roh saya dalam wujud saya)."(25)

Jawaban saya:

Disini Bambang menggunakan 1 Kor 8:6 untuk mendukung keesaan Allah pada Bapa (wujud Allah). Mari kita melihat ayatnya: “namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup.” Saya bingung dengan kutipan ayat ini. Apakah Bambang memaksudkan bahwa hanya Bapa saja yang adalah Allah? Kalau memang demikian, apakah berarti Bapa bukan “Tuhan”? Bagaimana dengan sapaan Tomas yang menyebut Yesus bukan hanya sebagai “Tuhan” saja tetapi juga adalah “Allah” (Yoh 20:28)? Mungkin ada yang protes: “Jika Bapa adalah Allah dan Yesus juga adalah Allah, lalu mana yang benar? Bukankah ini akan menentang 1 Kor 8:6 yang mencatat ‘hanya ada SATU Allah saja, yaitu Bapa?’” Ini sebetulnya sama dengan Yoh 17:3 yang menyatakan bahwa Bapa-lah satu-satunya Allah yang benar. Tetapi bagaimana dengan 1 Yoh 5:20 yang mencatat bahwa Yesus juga adalah Allah yang benar? Bagi kami yang percaya pada 3 pribadi Allah, ayat ini tak jadi soal. Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah, Roh Kudus juga adalah Allah. Berarti ada 3 Allah? Tidak. Tetap satu Allah! Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah 3 pribadi tetapi satu dalam hakekat. Jadi, kata “satu” dalam 1 Kor 8:6, harus dimengerti dalam hubungannya dengan “hakekat ke-Allah-an” bukan “pribadi”.

Sebagai contoh, dalam hal penciptaan. Bapa adalah pencipta (Kej 1:1), Yesus (Sang Firman) adalah Pencipta (Yoh 1:3; Kol 1:16), Roh Kudus juga adalah pencipta (Mzm 104:24-26,30). Timbul pertanyaan, apakah berarti ada tiga pencipta? Tidak! Kitab Suci mencatat tetap SATU pencipta (Yes 44:24). Nah, ketika Alkitab mencatat kata “seorang diri” dalam Yes 44:24, ini tidak berarti hanya berbicara satu pribadi saja. Jika demikian, mengapa dibagian tertentu Alkitab mencatat kata “satu” atau “seorang diri” tetapi dibagian lain mencatat adanya sebuah “kejamakan”? Jawab: ini tentu untuk menjelaskan bahwa di dalam keberadaan Allah yang “Esa” itu, terdapat semacam “kejamakan tertentu”.

Memang, dalam seminarnya, Bambang Noorsena menggunakan istilah “Tritunggal”, tetapi tak jelas, apanya yang disebut “Tri”. Di sebuah rekaman video-nya, saya melihat penjelasannya bahwa ketika bicara Tritunggal, maka yang dibicarakan itu adalah "aspek-aspek di dalam diri Allah". Setelah saya menyimak seluruh penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa “aspek-aspek” yang dimaksudkan itu adalah 1) Wujud Allah yaitu Bapa; 2) Firman yaitu “kata-kata/pikiran Allah”; dan 3) Roh Allah yaitu hidup ilahi-Nya. Jadi, “Tritunggal” menurut Bambang adalah “3 aspek didalam satu pribadi”. Pendapat seperti ini tentu saja akan menentang begitu banyak ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan ke-pribadi-an dari Sang Bapa, Sang Firman dan Roh Kudus.

Jadi, kita tak boleh menafsirkan 1 Kor 8:6 tanpa melihat ayat-ayat lain yang berhubungan dengan ayat tersebut (mis: Yoh 1:1; 1 Yoh 5:20, Tit 2:13, Ibr 1:8, dsb).

Selanjutnya, Bambang berkata bahwa “Firman Allah” berdiam dalam Bapa (Yoh 1:1 dan Yoh 8:42). Kesimpulan seperti ini, yaitu bahwa logos yang adalah “kata-kata/pikiran Allah” berdiam dalam diri Bapa, tentu saja akan menentang kata “pros” (“bersama-sama dengan”) dalam Yoh 1:1 yang sudah dijelaskan diatas.

Lalu bagaimana dengan Yoh 8:42? Mari kita lihat ayatnya:   “Kata Yesus kepada mereka: ‘Jikalau Allah adalah Bapamu, kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku keluar dan datang dari Allah. Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.’”

Rupanya yang menjadi dasar argument Bambang terletak pada kata-kata “sebab Aku keluar dan datang dari Allah.” Jadi, logos/Firman (“kata-kata/pikiran Allah”) itulah yang “keluar” dari dalam diri Bapa. Sama halnya dengan Bambang Noorsena, Pdt. Teguh Hindarto juga memahami seperti itu.

Bagaimana menjawab hal ini? Dalam menafsirkan sebuah ayat, kita tak boleh langsung memahami “kata per kata” saja tanpa melihat keseluruhan kalimat atau konteksnya. Tindakan seperti inilah yang menyebabkan seringkali terjadinya “salah tafsir”. Kalimat “sebab Aku keluar dan datang dari Allah,” tidak boleh mengabaikan kalimat selanjutnya: “Dan Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku.” Dengan melihat konteksnya, maka kata-kata “keluar dan datang” bukan berarti sesuatu yang ada didalam diri Bapa itu yang keluar/datang, tetapi ini bicara tentang pelayanan/jabatan yang diemban Yesus. Diayat itu, Yesus sedang menjelaskan siapakah diri-Nya yang sesungguhnya kepada orang-orang Yahudi yang menolak dan bahkan akan membunuhnya (bdk. ay 37, 40). Yesus mengatakan bahwa Dia “keluar dan datang dari Allah,” dalam pengertian bahwa Dia “diutus oleh Bapa”.

Noorsena kemudian mengatakan bahwa “Bapa, Putra dan Roh Kudus ‘satu’ bukan ‘bersatu’ (seperti satunya pikiran dan roh saya dalam wujud saya).” Ini disimpulkan berdasarkan pemahamannya bahwa Firman/logos dan Roh Kudus berada didalam diri Allah, maka ketiganya “satu”. Dalam makalahnya itu, Bambang mengatakan bahwa Bapa yang adalah Allah, Putra adalah Allah dan Roh Kudus yang adalah Allah (menurut gereja Barat), itu sebenarnya “bersatu” dalam hakikat ke-Allah-an bukan “satu” hakikat. Jadi dia mempersalahkan gereja Barat yang mengklaim bahwa Bapa, Anak dan Roh kudus itu 3 pribadi tetapi satu hakekat dan sepertinya berasumsi bahwa 3 pribadi itu bukan “satu Allah” tetapi “bersatu” atau terdiri dari “beberapa”. Klaim seperti ini tentu saja tak cocok dengan pandangan gereja Barat, karena gereja Barat mendasari ajaran Tritunggal bukan hanya pada satu atau 2 ayat saja, namun pada keseluruhan ayat-ayat yang ada di dalam Kitab Suci. Alkitab bukan hanya mencatat ke-Esa-an Allah (Ul 6:4; 1Kor 8:4; 1Tim 2:5, dsb), tetapi juga “kejamakan tertentu” (Kej 1:26; Maz 2:7; 110:1; Hos 1:7; Ibr 1:8, dsb). Dengan menggabungkan kedua kelompok ayat ini, maka muncullah doktrin Allah Tritunggal!

Kesimpulan dan penerapan

  • Keberadaan Logos/Sang Firman yang dimaksudkan Yohanes dalam Injilnya pasal satu ayat satu, adalah keberadaan yang tanpa titik awal.
  • Istilah “Logos” yang dimaksudkan bukanlah menunjuk pada “ucapan/kata-kata/pikiran Allah” semata, tetapi adalah suatu pribadi yang memiliki akal budi, emosi dan kehendak. Logos/Anak Allah yang berpribadi itulah yang diutus datang kedunia menyelamatkan orang berdosa.
  • Dalam seminar-nya di Palu, Bambang Noorsena memamerkan kefasihannya berbahasa Arab, Aram dan Ibrani. Ada seorang teman saya yang awalnya sepaham dengan saya tentang ketritunggalan Allah. Tetapi saat melihat “kefasihan” Noorsena yang selalu menggunakan bahasa-bahasa timur tersebut, dia akhirnya mengikuti pandangan Bambang. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, “kehebatan” seperti itu janganlah dijadikan acuan untuk memastikan kebenaran ajarannya. Ujilah segala sesuatu berdasarkan Kitab Suci!
  • Percayalah pada Kitab Suci yang mengajak manusia untuk beriman pada Anak Allah yang dapat menyelamatkan orang berdosa (Yoh 3:16-17). Manusia tidak diselamatkan karena iman pada “kata-kata Allah”!



Catatan:

(1) KS-TDB, hal. 1604, Cetakan 2006
(2) Apa yang sebenarnya Alkitab ajarkan, hal. 41. Penerbit: Saksi-Saksi Yehuwa Indonesia, cet. 2009.
(3) Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, hal. 263.
(4) Charles C. Ryrie, Teologi dasar 1, hal. 354
(5) Ibid, hal. 353
(6) http://bambangnoorsenacenter.wordpress.com/2012/05/22/keesaan-allah-dalam-dialog-teologis-kristen-islam/
(7) http://www.facebook.com/notes/shem-tov/sekte-yahweh/463754383810
(8) https://www.facebook.com/ajax/sharer/?s=37&appid=2309869772&p%5B0%5D=10151723237659473&profile_id=198045829472&share_source_type=group
(9) Bambang Noorsena, Jangan sebut saudaramu kafir, hal. 58
(10) http://bambangnoorsenacenter.wordpress.com/2012/05/22/keesaan-allah-dalam-dialog-teologis-kristen-islam/
(11) Bambang Noorsena, Jangan sebut saudaramu kafir, hal.61
(12) Ibid, hal. 64
(13) Ibid, hal. 67
(14) Bambang Noorsena, dalam makalah seminar di Palu, tanggal 8-10 Oktober 2013: Tiga arus pemikiran mengenai ajaran Tritunggal dan hubungannya dengan Tauhid (Monotheisme), hal. 8
(15) Mangapul Sagala, Firman menjadi daging, hal. 61
(16) Ibid, hal. 62
(17) Budi Asali, Eksposisi Injil Yohanes
(18) Bambang Noorsena, dalam makalah seminar: Tiga arus pemikiran mengenai ajaran Tritunggal dan hubungannya dengan Tauhid (Monotheisme), hal. 1, Palu, tanggal 8-10 Oktober 2013.
(19) Ibid, hal. 2
(20) http://bambangnoorsenacenter.wordpress.com/2012/05/22/keesaan-allah-dalam-dialog-teologis-kristen-islam/
(21) Bambang Noorsena, The History of Allah, hal. 144
(22) Mangapul Sagala, Firman menjadi daging, hal. 47
(23) Ibid, hal. 48. (dikutip dari R. Bultman, The Gospel, hal. 21).
(24) Ibid, hal. 48, 49. (dikutip dari E. Harris, The Prologue, hal. 197).
(25) Bambang Noorsena, dalam makalah seminar: Tiga arus pemikiran mengenai ajaran Tritunggal dan hubungannya dengan Tauhid (Monotheisme), hal. 11, Palu, tanggal 8-10 Oktober 2013.

9 komentar:

  1. menurut sy pribadi pemikiran pa bambang lah yang paling cocok untuk cultur indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang, kebenaran (Firman Tuhan) itu seringkali dianggap remeh dan suka disesuaikan dengan situasi/keadaan setempat. Tetapi ini tindakan yang salah, karena menjadikan Kitab Suci menjadi 'nomor dua' (bukan yang utama) yang seharusnya menjadi fondasi/dasar iman Kristen. Rasul Paulus saat memberitakan Injil, tak pernah menyesuaikan dengan keadaan/kemauan orang2 setempat. Orang Yahudi terbiasa dengan 'tanda' dan orang Yunani suka menonjolkan 'hikmat/akal pikiran', tetapi Paulus tetap menyatakan kebenaran Injil, apapun resikonya.

      "Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat,
      tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan" (1 Kor 1:22-23)

      Hapus
  2. Tidak menjadi masalah asalkan kita menyakini bahwa Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah dan Roh Kudus adalah Allah, ketiga-Nya beda/distinct tetapi esa dalam hakikat/substance. Ini merupakan keyakinan Pak Bambang, mungkin istilah yg dipakainya berbeda, misalnya keesaan Allah, ada yang pake kata satu, ada yg esa, ada juga pake kata tunggal. Ada yg bilang hakikat, ada yang bilang substance, yg juga yg bilang Zat/Being. Menyangkut kaata pribadi, ada yg suka kata oknum, ada y suka kata cara berada, ada yg suka kata kudrat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pak Bambang dalam seminarnya jelas menolak pemahaman Tritrunggal versi gereja Barat (termasuk ajaran Pdt. Stephen Tong dan Reformed) yang nyatakan Allah itu satu dalam hakekat-Nya, tetapi berpribadi jamak. Setelah saya mempelajari ajaran Noorsena, maka pada intinya dia memahami Tritunggal sebagai: “3 aspek didalam satu pribadi”. Ini tentu tak cocok dengan ajaran Kitab Suci. Penolakannya terhadap konsep gereja Barat (Reformed) adalah bukti adanya "perbedaan paham" antara Noorsena dengan gereja Barat / Reformed. Maka anda seharusnya tak boleh mengatakan "Tidak menjadi masalah". Bagi saya ini bermasalah.

      Hapus
    2. La kalau menurut reformis bagaimana menjelaskan 1 dari PL menjadi 3 namun satu ?

      Hapus
  3. Yang penting percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat pasti masuk surga, toh mengerti trinitas juga g bakalan bawa ke sorga.

    BalasHapus
  4. Jika Firman Allah suatu pribadi yang memiliki akal budi, emosi dan kehendak, seperti yang Pak Albert simpulkan diatas, maka pertanyaanya adalah bahwa Firman Allah pernah tidak memiliki kuasa selama 3 hari saat mati disalib? Oleh karena itu saya lebih bisa memahami penjelasan Pak Bambang karena lebih kontektual dan masuk akal, yang mengatakan bahwa Firman Allah adalah perkataan Allah yang menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.

    Menurut saya Pak Albert hanya berbeda sudut pandang dengan Pak Bambang dalam memahami Ketritunggalan. Pak Albert menggunakan pendekatan filsafat Yunani (barat) sedangkan Pak Bambang melihatnya dari sudut pandang ortodoks syria (pemikiran timur).

    Semoga Tuhan Yesus mencerahkan kita semua untuk menemukan solusi guna menjembatani dua pemikiran (barat dan timur) dalam memahami Kemahakuasaanya sehinnga perbedaan ini tidak menjadi alasan untuk kita berdebat terus secara internal yang justru akan melemahkan kita sendiri.

    Tuhan Memberkati kita semua.

    BalasHapus
  5. saya kira pak albert perlu untuk menambah khasanah teologi dari timur...supaya mengerti pola pikir kristen timur....tidak membawa konsep pribadi kepada konsep pihak lain...saya kira saling melengkapi saja..=) wassalam

    BalasHapus
  6. tak cocok menurut ajaran kitab suci bagaiman..? ini masalah penjelasan mengenai trinitas yang paling mudah di pahami oleh saudara-saudara muslim.. sangat sulit menjelaskan dengan priadi ini di akui oleh orang muslim sendiri, makanya pa bambang paling bisa di terima di kalangan muslim dan sering d undang di IAIN dan Pesantren.. jangan kita sektarian merasa paling benar dalam berteologi ..!! kita harus saling melengkapi.. !! apa sumbangsing kita terhadap saudara-saudara islam di banding beliau.. !! timur dan barat masing-masing bisa kita kritisi.. !! Kalau tulisan2 Yosefus bisa dan sering dijadikan rujukan dalam kajian sejarah Alkitab, mengapa Kitab Makkabe tidak? saya pribadi melihat semua tulisan Kudus, Protokanon maupun Deuterokanon, yang juga ada dalam Septuaginta adalah berharga.

    BalasHapus