Minggu, 24 Mei 2015

YESUS TURUN KE DALAM NERAKA: PEMBAHASAN KALIMAT TURUN KE DALAM KERAJAAN MAUT DALAM KREDO RASULI (II)


Oleh: Albert Rumampuk

Pada tanggal 18 April 2015 atas permintaan seorang teman, saya memposting tulisan yang membahas tentang kalimat “turun ke dalam kerajaan maut” dalam Pengakuan Iman Rasuli. Menurut kredo tersebut, setelah Yesus mati dan di kuburkan, Yesus kemudian “turun ke dalam kerajaan maut” atau yang sering disebut sebagai “hades”. Dalam kesimpulan saya katakan bahwa kalimat itu tak punya dasar Kitab Suci (ini berkaitan dengan berbagai pandangan yang memahami frase tersebut secara literal, di mana roh-Nya turun ke dunia orang mati). Beberapa waktu kemudian, seorang teman lainnya memberitahu ke saya bahwa pemahaman yang literal itu punya dasar Kitab Suci - nya dan dia berjanji akan memberikan artikel dari Pdt. Samuel T. Gunawan M.Th yang memang akan berbicara tentang hal itu dan dikotbahkan tanggal 29 April 2015 di gereja-nya. Tanggal 4 Mei 2015 dia kemudian memberi artikel tersebut kepada saya. Saya kemudian membacanya dan mencoba untuk memberi pendapat. Tulisan kali ini adalah bagian kedua dari tulisan pertama “YESUS TURUN KE DALAM NERAKA: PEMBAHASAN KALIMAT TURUN KE DALAM KERAJAAN MAUT DALAM KREDO RASULI.” Di bagian kedua ini (dan ketiga), saya akan memberikan sanggahan terhadap pandangan Pdt. Samuel berkaitan topik di atas. Berikut adalah tanggapan saya terhadap tulisan dari Pdt. Samuel T. Gunawan tersebut.


JESUS AND INTERMEDIATE STATE (I)
Samuel T. Gunawan, SE.,  M.Th

(4:8) Itulah sebabnya kata nas: "Tatkala Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan pemberian-pemberian kepada manusia." (4:9) Bukankah "Ia telah naik" berarti, bahwa Ia juga telah turun ke bagian bumi yang paling bawah? (4:10) Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu. (Efesus 4:8-10).

Bagian II dapat dilihat disini :https://www.facebook.com/notes/samuel-t-gunawan/jesus-and-intermediate-state-ii/845508022165047

PENDAHULUAN

Suatu ketika seorang pendeta (sekarang menjadi teman saya) yang melayani di salah satu gereja lokal GBI di Palangka Raya menyampaikan pertanyaan singkat melalui inbox di facebook saya. Teman saya ini bergelar master di bidang teologi dogmatika, lulusan dari salah satu STT yang cukup terkenal di Kalimantan. Karena itu dalam pemikiran saya pertanyaan yang disampaikan kepada saya tersebut bukan karena ia tidak tahu melainkan mungkin dalam rangka ‘penelitiannya’ tentang topik tertentu. Pertanyaan itu di sampaikan kepada saya dalam bahasa dayak ngaju, yang saya translite kira-kira demikian “Shalom pak, minta penjelasan secara Alkitabiah maksud dari “turun dalam kerajaan maut” (selama 3 hari), disaat bersamaan ketika Yesus memberitahu kepada orang yang disalibkan disebelah kanannya ‘hari ini juga engkau bersamaku di firdaus’, (Jadi ada dua tempat di waktu yang sama : firdaus dan turun dalam kerajaan maut). Memang saya sudah membaca beberapa artikel di internet, tetapi masih ragu”.

Menanggapi pertanyaan dari teman saya tersebut di atas, pada saat itu saya memberikan penjelasan singkat dalam garis besar melalui pesan ke facebooknya tentang pandangan Alkitab dan teologi yang saya pegang sampai saat ini mengenai topik tersebut. Walaupun menurutnya informasi ringkas saya itu cukup, namun saya berjanji kepadanya bahwa suatu ketika saya akan memberikan artikel yang lebih luas lagi tentang topik tersebut. Namun,  pembahasan ini bukan hanya terinspirasi dari pertanyaan teman saya tersebut saja, alasan lainnya karena memang frase “turun ke dalam kerajaan maut” yang merupakan hasil revisi pengakuan Iman Rasuli di akhir abad ke IV tersebut, juga di muat dalam pengakuan Iman Sinode GBAP dimana saya ditahbiskan dan melayani sebagai pendeta. Karena itu perlu bagi saya menyampaikan dasar teologis dari ajaran tersebut.

Dalam ayat bacaan Efesus 4:8-10 di atas. Rasul Paulus menegaskan bahwa “Kristus telah naik “jauh lebih tinggi dari pada semua langit” (Efesus 4:10), Ia juga telah turun “ke bagian bumi yang paling bawah (Efesus 4:9)”. Namun, kalimat “Ia telah turun ke bagian bumi yang paling bawah” telah mendapat penafsiran yang berbeda-beda dari para penafsir Alkitab. Paling sedikit ada tiga pendapat penafsiran terhadap frase “eis ta katôtera merè tès gès (turun ke bagian bumi yang paling bawah)” dalam Efesus 4:9, yaitu : (1) Turunnya Kristus ke alam maut (syeôl atau hades). Pendapat ini dipegang oleh Bengel, Bleek, Bousset, Hofmann, Kahler, Klofer, Robinson, dan Wescott yang menghubungkannya dengan Mazmur 63:10; (2) Datangnya Kristus yang dimuliakan itu kepada milikNya. Abbot dan Von Soden yang berpegang pada pandangan ini mengartikan  kata “katabènai (turun)” dengan “datang” ke pada milikNya; (3) Datangnya Kristus ke dalam dunia, ketika Ia dilahirkan sebagai manusia dalam inkarnasinya. Pandangan ini dipegang oleh Bieder, Calvin, Haupt, Meinertz, Grosheide, Rendtorff, dan Percy Schilier.[1] Karena ayat Efesus 4:9-10 ini merupakan salah satu ayat yang penting sehubungan dengan kebenaran frase Kristus “turun ke dalam kerajaan maut”, maka ayat tersebut beserta dengan ayat-ayat pendukung lainnya akan saya lakukan eksesgesis dan analisis tersendiri di bagian akhir artikel ini. Dari ketiga pandangan tersebut, saya memilih berpegang pada pandangan pertama karena saya anggap lebih logis dan alkitabiah. Karena fakta bahwa Yesus turun ke tempat yang serendah-rendahnya dari bumi bukan saja mencakup diletakkkannya tubuh Yesus di dalam kubur Yusuf Arimatea, melainkan juga masuknya roh Kristus ke Hades.[2]

Tanggapan saya: Untuk teks dalam Ef 4:9, Pak Samuel memegang tafsiran dari kelompok pertama (dari tiga pandangan yang diberikan-nya). Tetapi saya lebih setuju dengan pandangan yang ketiga. Selain nama-nama penafsir yang disebutkan itu (di kelompok  ketiga), maka Louis Berkhof dan Charles C. Ryrie – pun memahami demikian. Berkhof bahkan berkata: “... Sebagian besar para penafsir Alkitab menganggap bahwa kalimat "bagian bumi yang paling bawah" adalah bumi itu saja....” (1)
Keberadaan roh Kristus yang dipahami ‘turun ke hades’ akan menentang Luk 23:43 yang mencatat bahwa roh-Nya pergi ke Firdaus/Surga.   


Mengenai Perbedaan-perbedaan penafsiran bahwa “Kristus telah turun ke bagian bumi yang paling bawah” dalam (Efesus 4:9) tersebut di atas juga berpengaruh pada pemahaman terhadap arti / makna dari frase “turun ke dalam kerajaan maut” dalam Pengakuan Iman Rasuli, yang  lengkapnya demikian, “Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus anakNya Yang Tunggal, Tuhan kita. Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara dibawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati. Naik ke surga, duduk disebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa. Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan daging, dan hidup yang kekal. Amin”. [3]

KREDO RASULI DAN BERBAGAI PANDANGAN TENTANG FRASE “YESUS TURUN KE DALAM KERAJAAN MAUT”

Istilah “pengakuan iman” berasal dari bahasa Latin “kredo” dan dalam bahasa Inggris disebut “creed” yang berarti “aku percaya”. Dalam bahasa Yunani adalah “symbolum” yang berarti “simbol atau tanda”. Kata ini dipakai oleh orang Kristen untuk menyatakan kesamaan kepercayaan, sekaligus sebagai garis pembatas antara kebenaran dan bidat.[4] Di dalam sejarah Gereja orang yang pertama memakai istilah ini adalah Cypriaan (200-258 M), kemudian diikuti oleh Arthanasius (296-378 M). [5]    Kredo adalah pernyataan yang meringkaskan iman yang dipelajari dan dipercayai dalam Kekristenan. Pengakuan-pengakuan itu memberikan fondasi yang dapat digunakan dalam penjelasan iman Kristen. Pengakuan iman itu juga dapat dipakai untuk menilai pandangan-pandangan ekstrim (sesat) pada masa itu. Namun, karena merupakan suatu pernyataan ringkas, maka kredo-kredo itu tidak memberikan keterangan yang cukup jelas tentang ajaran yang disebutkan di dalamnya dan tidak bisa mengakomodir seluruh doktrin dalam Alkitab yang dipercayai. Jadi, kredo itu penting, namun tidak dapat dijadikan sebagai sumber akhir dan penentu kebenaran Kristen. Kredo bisa saja salah, karena itu memerlukan revisi (perbaikan) secara berkala, dan harus selalu patuh pada otoritas Alkitab.[6] Kredo harus diuji berdasarkan kebenaran Alkitab. Demikian juga halnya dengan frase “turun ke dalam kerajan maut” dalam dari Pengakuan Iman Rasuli yang telah menimbulkan banyak perdebatan tersebut, perlu diuji berdasarkan kebenaran-kebenaran ayat-ayat Alkitab.

Seharusnya setiap orang Kristen berani mengambil sikap tegas menguji setiap bentuk ajaran dan perilaku, apalagi menyangkut ajaran iman atau perilaku yang meragukan namun diklaim benar. Rasa takut untuk menguji segala sesuatu tidaklah menunjukkan spiritualitas yang tinggi, tetapi justru menunjukkan kelemahan. Mereka yang menolak menguji segala sesuatu akan mudah tertipu, dan mudah tertipu tidaklah sama dengan spiritualitas (kerohanian). Seseorang dapat berdosa tidak hanya karena menolak kebenaran sejati, tetapi juga karena menerima yang palsu.[7] Karena itu, perlu untuk menguji dengan teliti, tanpa suatu prasangka sebelum terbukti. Teliti bukan sekedar melihat, melainkan melihat dan mengamati dengan cermat. Perhatikanlah nasihat rasul Paulus, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik”  (1 Tesalonika 5:21). Namun, orang Kristen dituntut bukan hanya menguji, melainkan memegang apa yang baik, berupa ajaran atau perilaku. Bertindak berdasarkan hasil pengujian merupakan kewajiban bagi semua orang Kristen. Perhatikanlah nasihat rasul Paulus, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21). Charles C. Ryrie mengatakan, “Setiap orang Kristen berhak atas keyakinan-keyakinannya mengenai kebenaran alkitabiah. Akan tetapi, sepanjang masih berada dalam tubuh duniawi, tak seorang pun dari kita luput dari kesalahan. Tidak seorang pun pada usia berapa pun mampu menguasai seluruh kebenaran... Bagaimana pun juga, kita seharusnya berpegang dengan yakin akan kebenaran tersebut sebab kita percaya Tuhan telah memberi kita pemahaman tentang itu”.[8]

Tanggapan saya: Dibagian ini saya setuju dengan Pdt. Samuel bahwa sebaiknya orang percaya mempunyai semangat untuk meguji/mengkritisi setiap ajaran yang ada. Segala bentuk usaha dalam memahami Kitab Suci patut dihargai sekaligus di uji kembali. Orang yang hanya bersikap pasrah/acuh tak acuh dan menerima apa adanya, adalah orang yang tak mau maju dalam kerohanian/iman. Saya berprinsip bahwa penafsiran Kitab Suci harus diuji oleh Kitab Suci itu sendiri. Dalam hal ini saya menyambut baik usaha yang di lakukan oleh Pdt. Samuel untuk memberikan pandangan-pandangan/masukan terhadap topik yang dipersoalkan.
Tetapi yang menjadi persoalannya adalah, apakah pendapat beliau sudah cocok dengan maksud dari Kitab Suci itu sendiri atau tidak? Inilah yang perlu di kaji lebih lanjut.


Kembali kepada  frase “turun ke dalam kerajaan maut” dari Pengakuan Iman Rasuli tersebut, kata aslinya dalam bahasa Latin adalah “discendit ad inferna” yang dapat diterjemahkan dengan “turun ke neraka” atau “turun ke alam maut”.[9] Diantara orang-orang Yunani kata “inferna” ada yang menerjemahkannya sebagai kerajaan maut”, tetapi ada juga yang menerjemahkannya sebagai “bagian yang lebih rendah”.[10] Frase tersebut tidak terdapat di dalam naskah Pengakuan Iman Rasuli yang paling awal.[11]  Frase tersebut pertama kali dipergunakan dalam Pengakuan Iman Aquilaia pada abad ke IV, kira-kira tahun 390 M.[12] Menurut pendapat Rifinus yang meninggal pada tahun 410 M, Pengakuan iman Roma Katolik menambahkan kata “turun ke dalam kerajaan maut” setelah menyebutkan tentang penguburan Kristus.[13] Masih menurut Rifinus, bahwa kata-kata “turun ke neraka” atau “turun ke alam maut” ini sama artinya dengan ucapan yang mendahuluinya, yaitu “dikuburkan”, sehingga kata ini hanya mewujudkan suatu keterangan lebih lanjut dari kata “dikuburkan”.[14] Namun, dikemudian hari, banyak para ahli Alkitab dan teologi yang menganggap bahwa frase “turun ke kerajaan maut” berbeda pengertiannya dengan “turun ke dalam neraka”. Pandangan ini menganggap bahwa istilah kerajaan maut sama dengan sheol atau hades” merupakan tempat dunia orang mati yang menanti sampai hari kebangkitan kelak dan penghakiman terakhir, sedangkan istilah neraka (gehenna) merupakan istilah yang merujuk kepada tempat penghukuman kekal (permanen).[15]

Tanggapan saya: Sejarah memang mencatat bahwa kalimat “turun ke dalam kerajaan maut” itu adalah kata-kata yang ditambahkan dalam Pengakuan Iman Rasuli. J.I. Packer menyatakan bahwa beberapa gereja tidak menggunakan-nya karena itu tak dipakai dalam pengakuan sampai abad ke 4. (2)  Jika Rufinus benar bahwa kata-kata latin “discendit ad inferna” yang diterjemahkan “turun ke neraka” atau “turun ke alam maut” itu sama artinya dengan kata “dikuburkan,” maka para teolog/gereja yang mengubah makna aslinya ini menjadi “turun ke hades (penantian sementara), turun ke neraka (yang literal), dsb,” telah melakukan sebuah kesalahan. Mungkin para pengubah itu mengatakan “kami mengubah maknanya karena punya dasar Alkitab.” Saya tanya: “dasar Alkitab yang mana?” roh Yesus tidak turun kemana-mana, tetapi justru sebaliknya, naik ke surga!

Louis Berkhof menyebutkan empat pandangan  (penafsiran) yang berbeda dari frase Yesus “turun ke dalam kerajaan maut”, yaitu : (1) Gereja Katholik menganggap bahwa hal itu berarti setelah Kristus mati Ia pergi ke "Limbus Patrum" di mana orang-orang kudus Perjanjian Lama menantikan wahyu dan penerapan penebusanNya, memberitakan Injil kepada mereka dan membawa mereka ke surga; (2) Gereja Lutheran menganggap bahwa Kristus yang dimuliakan. Kristus turun ke bumi paling bawah untuk mengungkapkan dan mencapai penggenapan kemenanganNya atas Iblis dan kuasa kegelapan, dan mengumumkan hukuman bagi mereka. Sebagian kaum Lutheran menempatkan perjalanan kemenangan ini antara kematian Kristus dan kebangkitanNya; sekelompok lain mengatakan hal ini terjadi setelah kebangkitan; (3) Gereja di Inggris percaya bahwa kendatipun tubuh Kristus berada dalam kuburan, jiwa-Nya pergi ke dalam kerajaan maut, khususnya ke Firdaus, tempat tinggal jiwa-jiwa orang benar, dan memberikan kepada mereka ungkapan kebenaran yang lebih penuh; (4) Calvin menafsirkannya secara metafora, menunjukkan penderitaan akhir Kristus di atas kayu salib, di mana Ia sungguh-sungguh merasakan rasa sakit dari hempasan neraka. Katekismus Heidelberg juga berpendapat demikian. Menurut pendapat kalangan Reformed yang biasa, kalimat itu bukan saja menunjuk pada penderitaan di atas salib, tetapi juga penderitaan di taman Getsemani.[16] 

Jika diperhatikan dari keempat pandangan di atas, maka pandangan namor (1), (2), dan (3) mengakui secara harafiah bahwa Yesus turun ke dalam kerajaan maut, sedangkan pandangan (4) tidak mengakui frase tersebut secara harafiah. Berkhof sendiri kelihatannya memegang pandangan ke (4) dari Calvin di atas ketika ia mengatakan, “Alkitab sama sekali tidak pernah mengajarkan tentang Kristus yang secara harafiah turun ke dalam neraka”.[17]  Namun menurut saya, dari keempat pandangan itu, yang paling mendekati pandangan Alkitab adalah pandangan Lutheran, yang menganggap bahwa turunnya Yesus ke dalam kerajaan maut itu sebagai tahap awal dari pemuliaan Kristus, karena masa kehinaan Kristus berakhir ketika Ia mati di kayu salib. Ketika disalib sebelum mati Yesus berkata “sudah selesai” (Yohanes 19:30).  Kata “sudah selesai” adalah kata Yunani “τετελεσται – tetelestai” ini berasal dari kata kerja τελεω – teleô, artinya "mencapai tujuan akhir, menyelesaikan, menjadi sempurna”. Kata ini menyatakan keberhasilan akhir dari sebuah tindakan. Ada yang berpendapat bahwa maksud “sudah selesai” disini adalah penyelesaian misi penebusannya, bukan akhir dari penderitaannya, tetapi saya memahami kata “sudah selesai” ini bukan hanya dalam pengertian selesainya misi penebusan, melainkan mencakup juga akhir dari penderitaanNya dalam kehinaanNya. French L. Arringten menyebutkan tiga tahap pemuliaan Kristus, yaitu : tahap pertama, yaitu turunnya Yesus ke kerajaan maut sebagai pemenang; (2) tahap kedua, yaitu bangkitnya Kristus dari antara orang mati dengan tubuh kebangkitanNya; (3) tahap ketiga, yaitu ketika ia naik ke surga dan duduk disebelah kanan Allah Bapa.[18]

Selain keempat pandangan tersebut ada juga pandangan lainnya yang mirip dengan pandangan Lutheran yaitu Pandangan Pentakostal dan Pandangan Dispensasional. (5) Pandangan Pentakostal, sebagaimana yang dinyatakan oleh French L. Arringten seorang teolog Pentakostal mengatakan, “Alkitab mengajarkan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus pergi ke kerajaan maut... Dalam kuasa Roh Kudus, Kristus pergi ke kerajaan maut sebagai pemenang, bukan sebagai korban. Sebagai pemenang Ia menegaskan ketuhananNya dan kuasaNya di kerajaan maut. Kristus adalah pemenang, bahkan dilingkungan orang-orang mati. Dari tempat itu Ia muncul sebagai Kristus yang menang, yang mengingatkan semua orang bahwa ketuhanannya mencapai seluruh wilayah”.[19]  (6) Pandangan Dispensasional mengakui bahwa Yesus pergi ke kerajaan maut (sheol / hades). Pandangan ini mengajarkan bahwa sheol atau hades terbagi dalam dua bagian yaitu firdaus (Pangkuan Abraham) bagi orang-orang percaya dan suatu bagian lain tempat penghukuman bagi orang-orang tidak percaya yang meninggal. Pada waktu kebangkitanNya, Kristus membawa orang-orang percaya ke surga. Pandangan ini membedakan kerajaan maut (sheol/hades) dari neraka (gehenna).[20]

Tanggapan saya: Secara umum, paham bahwa roh Yesus turun secara hurufiah ke dalam sebuah tempat di masa antara, memang diterima oleh banyak orang. Mereka yang menganut paham ini diantaranya adalah Charles F. Baker (salah seorang teolog Dispensasionalisme). Dia berkata: “Bahwa sheol-hades berarti lebih dari sekedar kubur terbukti melalui sejumlah fakta yang sebagiannya telah ditunjukkan. Nubuat tentang Kristus, bahwa jiwanya tidak akan dibiarkan tinggal dalam hades dan tubuhnya juga tidak akan rusak (Kis 2:27), jelas membedakan antara jiwa dan tubuh Kristus. Tubuh-Nya tidak akan rusak dalam kubur dan jiwa-Nya tidak dibiarkan tinggal dalam hades... Fakta bahwa Kristus turun ke tempat yang serendah-rendahnya di bumi (Ef 4:9) kelihatannya bukan sekedar mencakup diletakkan dalam kubur Yusuf...” (3)

Pandangan seperti itu memang cukup banyak diminati orang dan mungkin merupakan pandangan yang populer. Tetapi sesuatu yang populer belum tentu benar. Misalnya pandangan Pentakostal yang mengatakan demikian: “Alkitab mengajarkan bahwa antara kematian dan kebangkitanNya, Yesus pergi ke kerajaan maut... Dalam kuasa Roh Kudus, Kristus pergi ke kerajaan maut sebagai pemenang, bukan sebagai korban. Sebagai pemenang Ia menegaskan ketuhananNya dan kuasaNya di kerajaan maut. Kristus adalah pemenang, bahkan dilingkungan orang-orang mati. Dari tempat itu Ia muncul sebagai Kristus yang menang, yang mengingatkan semua orang bahwa ketuhanannya mencapai seluruh wilayah.” Dikatakan bahwa Kristus turun ke dalam kerajaan maut sebagai pemenang. Yang dimaksudkan dengan kata “pemenang” itu menang atas apa? Bukankah tubuh jasmani Kristus masih terbujur kaku dalam kuburan? Antara kematian dan kebangkitan-Nya, tubuh Yesus masih dibawah kendali/kuasa maut. Nanti pada saat Dia bangkit, maka maut dikalahkan, kemenangan terjadi (bdk. Kis 2:24; Rom 6:9). Lalu dijelaskan bahwa Yesus menegaskan ketuhanan dan kuasaNya? Untuk apa Yesus menyatakan hal itu pada orang-orang yang sudah mati? Apakah ada kemungkinan mereka yang belum percaya itu bisa bertobat?? Jika tidak, maka penegasan itu hanyalah sebuah kesia-siaan belaka. Kristus menegaskan sebuah kesia-siaan? Saya tak percaya itu!

Mengenai penafsiran Gereja Lutheran yang menurut Pdt. Samuel adalah paham “yang paling mendekati pandangan Alkitab,” jauh sebelumnya telah dibantah oleh Louis Berkhof. Dia berkata: “Juga, sejauh Kristus belum bangkit dari antara orang mati, maka belumlah tiba waktunya untuk memasuki perjalanan kemenangan seperti yang dianggap kaum Lutheran.”(4) Tahap pertama pemuliaan/kemenangan Kristus itu terjadi pada saat Dia bangkit bukan saat ‘turun ke hades/kerajaan maut.’ Berkhof menjelaskan ada empat tingkatan dalam kemuliaan Kristus: [1] Kebangkitan; [2] Kenaikan ke surga; [3] Duduk disebelah kanan Allah Bapa; dan [4] Kedatangan Kristus secara jasmani (5) John F. Walvoord berkata: Doktrin tentang kebangkitan Kristus itu merupakan langkah pertama dalam urutan Kemuliaan yang dialami oleh Kristus: 1) KebangkitanNya; 2) KenaikanNya ke sorga dan kembali kepada kemuliaanNya sebelum berinkarnasi; 3) PeninggianNya dalam didudukan di sebelah kanan Bapa dan takhta Bapa; 4) Kedatangan kedua kalinya ke bumi dalam kuasa dan kemuliaan; 5) DudukNya diatas takhta Daud sebagai pemerintah seribu tahun di bumi; 6) PeninggianNya sebagai Hakim semua orang pada takhta putih yang besar; 7) PemuliaanNya di bumi dan langit yang baru.”(6)

Menurut saya, tak ada dasar KS untuk pandangan kaum Lutheran, Katolik, Pentakosta, atau Dispensasional tersebut. Kalaupun mereka menggunakan ayat-ayat Alkitab, itu dipahami secara keliru. Buat saya tafsiran yang paling mendekati Alkitab adalah pandangan dari Calvin (walaupun masih terdapat beberapa keberatan sehubungan dengan penempatan kalimat “turun ke dalam kerajaan maut” dalam kredo Rasuli). 


PEMIKIRAN DAN BERBAGAI PERTIMBANGAN DARI AYAT-AYAT ALKITAB

Sebelum menentukan apakah frase “turun ke dalam kerajaan maut”, benar-benar dimaksudkan dialami oleh Yesus secara harafiah ataukah hanya sekedar metaforikal, maka perlu disajikan pemikiran dan berbagai pertimbangan berikut ini :

1. Kematian jasmani bukanlah akhir dari kehidupan. Istilah “intermediate state” berarti “masa antara”, menurut Anthony Hoekema adalah “suatu kondisi orang mati di antara saat kematiannya dan kebangkitannya pada akhir zaman”.[21] Menurut Alkitab kematian adalah perpisahan antara tubuh dan roh/jiwa, atau keadaan tubuh yang tidak memiliki roh (Bandingkan Yakobus 2:26). Tubuh bersifat sementara atau fana (Roma 6:12; 2 Korintus 4:11), sedangkan jiwa atau roh itu kekal (Matius 10:28). Karena itu kematian bukan merupakan akhir dari kehidupan manusia. Ketika manusia mati, tubuh jasmaniahnyalah yang berakhir atau kembali menjadi debu (Pengkhotbah 3:19-20;  12:7), sedangkan jiwanya atau rohnya (bagian non materi) tetap hidup sampai selama-lamanya (Lukas 16:22-23).[22] Jadi, tidak ada ayat atau pun petunjuk di dalam Alkitab yang menyatakan bahwa sesudah mati bagian non materi (roh dan jiwa) manusia akan lenyap bersama dengan pemakamannya. Sebaliknya, ada bukti dari berbagai ayat dalam Alkitab bahwa bagian non materi dari manusia itu akan tetap hidup.

Evaluasi : Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, kita menolak teori Anihilisme karena tidak sesuai dengan Alkitab. Teori anihilisme yang mengajarkan bahwa mati adalah hidup yang berhenti dan menuju kenihilan atau kekosongan atau kelenyapan. Menjadi nol atau habis ibarat binatang yang mati. Menurut E.W. Bulingger yang berpegang pada pandangan ini, “Ketika manusia menghembuskan nafas yang terakhirnya dan meninggal, jiwa itupun lenyap atau menjadi tidak ada”.[23]  Pandangan ini juga dipegang oleh Charles T. Russel dan merupakan salah satu ajaran dari Rusellisme serta Saksi-Saksi Yehowa.

2. Setelah manusia mati tubuhnya kembali menjadi tanah, sedangkan roh atau jiwanya kembali kepada Allah. Menurut kitab Pengkhotbah  3:19-20, setelah manusia mati maka tubuhnya akan kembali menjadi tanah. Dikatakan, “karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama menimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain (Pengkhotbah 3:19a)... Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu (Pengkhotbah 3:20)”. Disini Pengkhotbah menegaskan bahwa nasib tubuh manusia dan bintang setelah matinya sama saja, yaitu akan kembali kepada tanah dari mana ia diambil. Di dalam tanah tubuh itu akan mengalami kerusakan / pembusukan dan kembali kepada unsur-unsur tanah yang semula. Ini sesuai dengan firman Tuhan kepada Adam, “dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu" Kejadian 3:19). Tetapi menurut kitab Pengkhotbah, persamaan itu tidak berlaku dengan bagian non materi. Roh manusia, yaitu bagian yang tidak kelihatan (non materi) dari manusia “naik ke atas” sedangkan hewan tidak demikian (Pengkhotbah 3:21).

Sementara tubuh kembali menjadi tanah, maka roh manusia yang naik ke atas itu “kembali kepada Allah yang mengaruniakannya” (Pengkhotbah 12:7). Ini cocok dengan Kejadian 2:7 yang menyatakan, “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”. Jadi, pada saat manusia mati, maka tubuhnya kembali kepada debu tanah, sedangkan rohnya kembali kepada Allah Penciptanya. Hal ini berlaku bagi semua manusia. Roh manusia yang menghadap Allah seketika setelah ia mati itu bukan untuk menghadapi penghakiman yang terakhir sebab penghakiman yang terakhir baru akan terjadi sesudah kebangkitan orang mati. Derek Prince menyatakan bahwa tujuan roh manusia kembali kepada Allah setelah kematiannya adalah untuk mendengar keputusan Allah yang menetapkan ditempat yang mana roh yang bersangkutan harus menunggu sampai saat dilakukannya kebangkitan orang mati dan penghakiman yang terakhir di akhir zaman nanti. Setiap roh manusia akan di taruh ditempat dan dalam keadaan yang sudah ditentukan, dan akan tetap berada disana sampai ia dipanggil pada saat kebangkitan tubuh jasmaninya kelak.[24] Selama berada tempat yang ditentukan itu, jiwa-jiwa itu dalam keadan sadar. Hal ini sangat jelas dinyatakan dalam Alkitab (Yesaya 14:9-11; 15-17; Matius 22:31-32; Lukas 16:19-31). Dari ayat-ayat tersebut kita melihat bahwa ditempat masa antara (intermediate state) yang telah ditentukan tersebut jiwa-jiwa itu hidup, masih bisa berpikir, mengingat dan merasa.[25] Pada masa antara itu, yaitu saat kematian dan kebangkitan, mereka berada dalam keadaan sadar tetapi dalam keadaan tidak bertubuh (jasmani).[26]

Evaluasi : Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, kita menolak teori “Jiwa Yang Tertidur” karena tidak sesuai dengan Alkitab. Teori jiwa yang tertidur menyatakan bahwa di antara kematian dan kebangkitan jiwa berada dalam keadaan tidak sadar. Menurut Millard J. Erikckson, “Di abad ke 16 banyak anggota golongan Anabaptis dan golongan Sosianisme rupanya menganut anggapan bahwa pada saat itu jiwa orang mati dalam keadaan tertidur tanpa mimpi”.[27] Pandangan jiwa yang tertidur ini juga dipegang oleh golongan Advent Hari Ketujuh, yang mengajarkan bahwa “keadaan manusia setelah kematiannya adalah keadaan tidak sadar (dan bahwa)  semua orang, baik maupun jahat, tetap tinggal di dalam kubur sejak kematian (jasmaniahnya) hingga kebangkitan”. [28]

Tanggapan saya: Saya tak setuju dengan pendapat Derek Prince yang memahami bahwa saat mati, roh manusia pergi ke Allah untuk mendengar keputusan Allah tentang nasib roh-nya itu (yang pasti akan dikaitkan dengan tempat penantian di masa antara sampai saat kebangkitan tubuh). Penafsiran seperti itu tak cocok dengan data KS. Alkitab memberitahu kita bahwa saat ajal menjemput manusia, roh/jiwa manusia itu segera/langsung menuju 2 tempat: surga atau neraka. Itulah tempat yang telah ditentukan Allah bahkan sejak manusia itu belum ada!

Louis Berkhof: “... Tetapi pandangan semacam itu [adanya tempat yang berbeda di masa antara - pen] akan sulit sekali diterima oleh mereka yang percaya akan inspirasi absolut Alkitab sebagai salah satu elemen pengajaran Alkitab yang positif, sebab pandangan semacam itu akan berkontradiksi dengan penjelasan Alkitab yang menyatakan bahwa orang benar akan segera memasuki kemuliaan dan orang durhaka akan segera memasuki tempat penghukuman.” (7)

Paul Enns: “Namun demikian, kematian tidak boleh dimengerti sebagai anihilasi. Hidup terus berlanjut setelah kematian tubuh, baik untuk orang percaya maupun orang yang tidak percaya... Bagi orang percaya kematian berarti ‘hilang dari tubuh dan pulang untuk bersama dengan Tuhan’ (2 Kor 5:8). Paulus merindukan kematian supaya ia dapat ‘bersama dengan Kristus’ (Fil 1:23).” (8) Tentu saja frase “bersama dengan Tuhan” itu sama dengan “bersama dengan Kristus” yang berarti jiwa/roh manusia itu ada di surga.

Berikut adalah beberapa ayat yang mencatat keselamatan dan penghukuman/kebinasaan yang sudah ditetapkan Allah sebelum manusia itu mati/ada:

Amsal 16:4 - "TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka".

Ef 1:4-5 - "Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya".
Kis 13:48 - "Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya".
Yoh 17:12 - "Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam namaMu, yaitu namaMu yang telah Engkau berikan kepadaKu; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorangpun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci".

Pdt. Samuel setuju dengan pendapat Derek Prince berdasarkan Pkh 12:7, tetapi teks itu sama sekali tidak memberikan penjelasan tentang nasib roh manusia yang telah mati itu yang akan ditentukan Allah pada saat itu.Tentang ayat ini Wycliffe berkata “Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula. Di sini tergambar secara nyata anggapan umum tentang apa yang terjadi setelah manusia mati: tubuh kembali kepada asalnya (bdg. 3:20; Kej 2:7); dan roh, yaitu napas kehidupan, kembali kepada sumbernya (bdg. Kej 2:7; Ayb 34:14, 15; Mzm 104:29). Manusia berhenti hidup sebagai manusia.”(9) Ayat ini hanya memberikan gambaran tentang keadaan manusia yang telah mati itu. “Manusia berhenti hidup sebagai manusia,” maksudnya bahwa unsur manusia yang terdiri dari roh/jiwa dan tubuh itu telah terpisah saat kematian. Saat kematian-nya, orang itu tidak lagi sebagai manusia seutuhnya. Demikianlah maksud dari ayat tersebut dan bukannya bahwa roh manusia menanti keputusan Allah.

Jadi, adalah omong kosong jika setelah mati roh manusia pergi ke Allah dengan tujuan untuk mendengar keputusan-Nya tentang nasib roh-nya (atas dasar Pkh 12:7) seakan-akan Allah belum menetapkan sebelumnya. Teologia Reformed memahami bahwa segala sesuatu telah ditentukan/ditetapkan/direncanakan Allah dari sejak semula/sebelum segala sesuatu ada: Maz 139:16 - "... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya". Rencana Allah bahkan mencakup hal-hal yang remeh (Mat 10:29-30). Loraine Boettner berkata: "Orang yang menganut Pelagianisme menyangkal bahwa Allah mempunyai rencana; orang Arminian berkata bahwa Allah mempunyai rencana yang umum tetapi bukan rencana yang specific; tetapi orang Calvinist mengatakan bahwa Allah mempunyai rencana yang specific yang mencakup semua peristiwa / kejadian dalam semua jaman”(10)

Mungkin para penganut ‘tempat penantian sementara’ akan menyanggah bahwa yang saya jelaskan diatas itu adalah kondisi dari kekekalan (surga atau neraka) yang memang telah ditentukan Allah sebelumnya, tetapi yang dimaksudkan mereka adalah keadaan di ‘masa antara.’ Jawaban saya: Bukankah Maz 139:16 mencatat bahwa ketetapan/rencana Allah mencakup ‘semuanya?’ Pdt. Samuel berkata: “Roh manusia yang menghadap Allah seketika setelah ia mati itu bukan untuk menghadapi penghakiman yang terakhir sebab penghakiman yang terakhir baru akan terjadi sesudah kebangkitan orang mati.” Benar bahwa akan ada penghakiman terakhir yang akan terjadi di akhir jaman, tetapi sekali lagi, jika kita memahami Pkh 12:7 seperti yang di mengerti Derek Prince, maka itu akan menabrak banyak teks KS yang mencatat bahwa roh/jiwa orang-orang percaya atau yang tidak percaya baik di jaman PL atau PB, saat kematian-nya langsung menuju kepada kekekalan surga atau neraka dan bukannya menanti keputusan Allah untuk di tempatkan di bagian tertentu di sheol/hades (bagian ini akan ditunjukkan lebih lanjut dibawah).  

3.       Tempat penantian sementara (Intermediate state) itu disebut sebagai “tempat dunia orang mati”, yaitu sheol atau hades.  Istilah sheol dalam Perjanjian Lama sama dengan hades dalam Perjanjian Baru.  Henry C. Thiessen mengatakan, “Kedua kata ini, sheol dalam Perjanjian Lama dan Hades dalam Perjanjian Baru, diakui oleh semua sarjana sebagai kata-kata yang sama tepat artinya”.[29] The MacArthur Bible Commentary mengatakan, “Hades... Perjanjian Barunya sama dengan Perjanjian Lama, yaitu dunia orang mati atau Sheol. Meskipun kadang disebut neraka (Matius 11:23), disini mengacu pada tempat orang mati”.[30]  The Moody Handbook of Theology menyebutkan, “Istilah Perjanjian Baru yang digunakan untuk menjelaskan kehidupan setelah kematian adalah hades dan ekuivalen dengan istilah Ibrani sheol. Di Septuaginta, terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama, kata sheol hampir selalu diterjemahan dengan hades. Hades asal mulanya adalah kata ganti kepunyaan, nama dari Allah dunia bawah yang memerintah atas orang mati”[31] Tim LaHaye menjelaskan bahwa “Perjanjian Lama menyebutkan dunia orang mati sebagai “sheol” sebanyak 65 kali”.[32]  Kata ini diterjemahkan sebagai 'kubur”, “neraka”, atau “kematian”.[33] Perjanjian Baru  menyebutkan dunia orang mati sebagai “hades” sebanyak 42 kali.[34] Anthony Hoekema mengatakan, “Berangkat dari fakta bahwa kata ini tidak memiliki pengertian yang tetap, maka Louis Berkhof mengusulkan tiga macam arti kata sheol: wilayah kematian, kubur, dan neraka. Namun demikian, diantara ketiga arti tersebut pengertian yang paling lemah adalah neraka; sedang sheol sebagai wilayah kematian atau kubur dapat dibuktikan secara Alkitabiah”.[35] Charles F. Beker mengatakan demikian, “Sheol Perjanjian Lama sama dengan hades Perjanjian Baru. Sheol telah diterjemahkan dunia orang mati (misalnya Kejadian 44:31). Sedangkan hades diterjemahkan alam maut (misalnya Matius 16:18), dunia orang mati (misalnya Matius 11:23), maut (misalnya 1 Korintus 15:55), dan kerajaan maut (misalnya Wahyu 20:13). Laird Harris mengajarkan bahwa “sheol adalah tempat orang mati yang berada di bagian bumi yang paling bawah.”[36] Grent R. Jefrfey menyatakan, “Perjanjian Lama berbicara tentang hades sebagai tempat peristirahatan jiwa sementara secara langsung setelah kematian dan kubur menjadi tempat dari tubuh yang telah mati”.[37]

Tanggapan saya: Perlu diketahui bahwa sekalipun Paul Enns (The Moody Handbook of Theology) dan Louis Berkhof berbicara tentang sheol-hades, tetapi mereka menolak paham ‘tempat penantian sementara’ bagi roh manusia itu. Jadi, judul di point ketiga di tulisan pak Samuel: “Tempat penantian sementara (Intermediate state) itu disebut sebagai ‘tempat dunia orang mati’, yaitu sheol atau hades” itu tak cocok, karena seakan-akan kedua penafsir itu setuju dengan paham tersebut. Kedua, istilah “Intermediate state” menurut saya bukan sinonim dari kata-kata “tempat penantian sementara”. Menurut Anthony Hoekema (yang juga sudah dikutip oleh pak Samuel) istilah itu berarti suatu kondisi orang mati di antara saat kematiannya dan kebangkitannya pada akhir zaman”. Penekanannya adalah “suatu kondisi/keadaan” bukan-nya “tempat roh menanti.” Jadi, istilah “intermediate state” adalah istilah yang luas yang butuh penjelasan lebih lanjut/spesifik. 

Paul Enns: “Di PL kata ‘sheol’ muncul enam puluh lima kali dan diterjemahkan dengan kata-kata seperti ‘kuburan’, ‘jurang yang dalam’, dan ‘sheol’... Hal itu dapat menunjuk pada kuburan (Ayb 17:13; Maz 16:10; Yes 38:10). Hal itu dapat menunjuk pada tempat orang mati, baik orang baik dan orang jahat akan pergi setelah kematian (Kej 37:35; 42:38; 44:29, 31; Bil 16:33; Ayb 14:13; Maz 55:15; Ams 9:18. Orang percaya akan dibebaskan dari sheol (Maz 16:9-11; 17:15; 49:15). Orang fasik akan pergi ke sheol setelah kematian (Ayb 21:13; 24:19; Maz 9:17; 31:17; 49:14; 55:15). Fokus dominan dari PL kelihatannya tentang tempat kemah tubuh manusia ke mana ia akan pergi, bukan dimana jiwa mereka akan berada... Istilah ‘kuburan’ (Ibrani ‘qeber’) digunakan tujuhpuluh satu kali untuk menjelaskan kuburan, ‘jurang yang dalam’ (Ibrani ‘bor’), dan ‘bumi di bawah’ (Ibrani ‘erets tahtit’) semua menekankan dimana tubuh akan pergi pada saat kematian... Semua jiwa dari manusia tidak pergi ke satu tempat. Tetapi semua orang pergi ke kuburan. Sedangkan tujuan akhir dari jiwa manusia ada dalam tempat sementara, di mana PL berbicara sedikit tentang hal itu... Lebih lanjut, pemunculan Musa dan Elia pada saat transfigurasi Kristus mengusulkan mereka telah berada di hadirat Allah (Mat 17:3), BUKAN DALAM SEMACAM TEMPAT PENANTIAN SEMENTARA.”(11)

Anthony Hoekema: “Kita juga patut menerima pendapat bahwa Perjanjian Baru tidak pernah memberikan kepada kita sebuah deskripsi antropologis atau teori yang jelas tentang masa antara. Namun demikian, kita tetap dapat mempertahankan fakta adanya bukti-bukti Alkitabiah yang jelas bahwa setelah kematian, manusia tidak dilenyapkan (annihilated) dan orang percaya tidak dipisahkan dari Kristus...” (12)

Menurut Paul Enns, kata hades ekuivalen dengan istilah Ibrani sheol, itu mempunyai dua arti: [1] Suatu tempat untuk penghukuman; [2] Keadaan dari kematian. (13)  Louis Berkhof mengusulkan 3 arti untuk kata sheol – hades: [1] Keadaan kematian; [2] Kuburan; [3] Neraka (14) Tetapi Anthony Hoekema menolak arti ‘neraka’ dan memberi 2 arti saja: [1] Wilayah kematian/dunia orang mati; [2] Kubur. (15)


4. Sebelum peristiwa kebangkitan Kristus, baik orang fasik (jahat) maupun orang benar (saleh) digambarkan sebagai turun ke sheol atau hades ini.  Henry C. Thiessen mengatakan “Perjanjian Lama mengajarkan bahwa kehidupan setelah kematian itu ada. Dikatakan bahwa semua orang akan turun ke sheol, dunia orang mati (hades dalam Perjanjian Baru). Orang fasik, tentu saja pergi ke situ (Mazmur 9:18; 31:18; 49;15; Yesaya 5:14). Di katakan bahwa Korah, Datan, dan Abiram telah hidup-hidup ke sheol (Bilangan 16:33). Akan tetapi, orang-orang yang benar juga pergi ke situ (Ayub 14:13; 17:16; Mazmur 6:6; 16:10; 88:4). Yakub menantikan saatnya dia bisa pergi ke anaknya Yusuf di Sheol (Kejadian 37:35; bandingkan Kejadian 42:38; 44:29). Raja Hizkia memandang kematian sebagai memasuki ‘pintu gerbang dunia orang mati (sheol)’ (Yesaya 38:10). Pikiran pergi ke sheol nampaknya juga di dalam ungkapan yang sering dipakai, yaitu ‘dikumpulkan kepada kaum leluhurnya’ (kejadian 25:8,17; 35:29; 49:33; Bilangan 20:24; 27:13; Ulangan 32:50; Hakim-hakim 2:10”.[38] Welly Pendansolang menyatakan pendapat yang sama dengan Henry C. Thiessen ketika ia menyatakan bahwa semua orang mati di zaman Perjanjian Lama baik orang yang percaya maupun orang fasik yang tidak percaya akan masuk atau turun ke sheol.[39]  Di Dalam Perjanjian Baru, orang kaya dan lazarus dalam perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus, dikatakan pergi ke hades, Orang kaya itu ke tempat siksaan sedangkan Lazarus ke pangkuan Abraham. Kedua tempat ini dipisahkan oleh sebuah “jurang yang dalam dan tak terseberangi” (Lukas 16:19-31).

Tanggapan saya: Lagi-lagi bahwa ajaran ‘turun ke sheol – hades’ yang diartikan ‘tempat penantian’ itu tidak mendapat rujukan yang jelas dalam KS. Memang benar bahwa Alkitab mencatat peristiwa itu, tetapi kata ‘sheol – hades’ (yang diterjemahkan ‘dunia orang mati’) tidak berarti menunjuk pada ‘tempat sementara’ dimana roh manusia akan berada. Benar bahwa semua orang akan turun ke sheol – hades, tetapi dalam arti “turun ke kubur/keadaan kematian” dan yang ‘turun’ itu adalah ‘tubuh’ bukan ‘roh’. Ayat-ayat yang dikutip dari Henry C. Thiessen itu, sebaiknya perlu dikaji kembali. Misalnya saat mengutip Maz 9:18 dimana orang fasik akan turun kesana menanti kebangkitan Kristus. Anthony Hoekema mengkritik Berkhof yang memberi arti ‘neraka’ untuk kata sheol di ayat tersebut, menurutnya itu adalah arti yang paling lemah. Hoekema berkata: “Jika kita perhatikan, ayat ini tidak secara jelas berbicara tentang hukuman. Dan rasanya sulit kita terima bahwa pemazmur sedang menubuatkan tentang hukuman kekal bagi setiap orang dari bangsa-bangsa (goyim) yang fasik. Sebaliknya, ayat ini lebih dapat di terima bila sheol disini di mengerti dalam pengertiannya yang umum, yaitu dunia orang mati. Dengan demikian, berarti pemazmur sedang berkata bahwa bangsa-bangsa yang fasik, meskipun sekarang dapat menyombongkan kekuasaannya, suatu saat juga akan mengalami kematian.” (16) Saya tak sependapat dengan Hoekema karena jelas konteks ayat ini menunjukkan adanya ‘ancaman/penghukuman/penghakiman’ bagi orang fasik (lihat ayat 5-9 dan 17)

Maz 9:5-9,17,18 - “(5) Sebab Engkau membela perkaraku dan hakku, sebagai Hakim yang adil Engkau duduk di atas takhta. (6) Engkau telah menghardik bangsa-bangsa, telah membinasakan orang-orang fasik; nama mereka telah Kauhapuskan untuk seterusnya dan selama-lamanya; (7) musuh telah habis binasa, menjadi timbunan puing senantiasa: kota-kota telah Kauruntuhkan; lenyaplah ingatan kepadanya. (8) Tetapi TUHAN bersemayam untuk selama-lamanya, takhta-Nya didirikan-Nya untuk menjalankan penghakiman. (9) Dialah yang menghakimi dunia dengan keadilan dan mengadili bangsa-bangsa dengan kebenaran... (17) TUHAN telah memperkenalkan diri-Nya, Ia menjalankan penghakiman; orang fasik terjerat dalam perbuatan tangannya sendiri. Higayon. Sela (18) Orang-orang fasik akan kembali (berbelok) ke dunia orang mati (SHEOL), ya, segala bangsa yang melupakan Allah”.

Untuk ayat 5-9, Wycliffe berkata: “Ini merupakan sebuah gambaran eskatologis tentang penghakiman terakhir...” Lalu diayat 16-21, Wycliffe berkata: “Gagasan yang sudah di kemukakan sebelumnya tentang penghakiman dunia kelak kini di lanjutkan lagi pada saat pemazmur menyatakan bahwa kemusnahan pasti akan menimpa orang fasik...”(17)  KJV menterjemahkan kata-kata ‘akan kembali ke dunia orang mati’ dengan ‘shall be turned into hell.’ Saya setuju dengan KJV yang mengartikan kata ‘sheol’ di ayat ini sebagai ‘neraka’. Jika orang fasik dihakimi karena kejahatannya dengan mengalami kematian (sheol), lalu bagaimana dengan orang benar yang juga pasti akan mati? Tindakan kejahatan yang telah mengabaikan/melupakan Allah sebaiknya dikaitkan dengan ‘neraka’ bukannya ‘tempat penantian sementara’ atau ‘wilayah kematian.’ Itulah penghakiman yang Tuhan jalankan. Sekalipun Hoekema menolak arti ‘neraka’ untuk kata ‘sheol,’ tetapi saat meninjau Luk 16:19-31 dia tidak mengartikan kata ‘hades’ sebagai ‘dunia orang mati’ namun sebagai ‘tempat hukuman.’(18) Tetapi walaupun ada perbedaan pendapat antara Berkhof dan Hoekema, keduanya sama-sama tidak memahami Maz 9:18 sebagai ‘tempat penantian sementara’ bagi roh manusia.

Kemudian, Henry C. Thiessen juga mengatakan bahwa orang benar akan ke sana (sheol), misalnya dengan mendasarinya pada Ayub 14:13 “Ah, kiranya Engkau menyembunyikan aku di dalam dunia orang mati, melindungi aku, sampai murka-Mu surut; dan menetapkan waktu bagiku, kemudian mengingat aku pula!” Ayat ini juga tidak bicara tentang sebuah tempat bagi roh orang benar menunggu kebangkitan Kristus, tetapi sebaiknya diartikan ‘kuburan.’ Mengapa? Karena konteks menunjukkan penderitaan yg luarbiasa yang sedang di alami Ayub dan karenanya, dia menjadi gelisah/menderita dan ingin ‘bersembunyi’ di sana (dalam kuburan) dan berharap pergumulannya hilang (Lihat ayat 14).

Seluruh ayat-ayat yang digunakan itu, sama sekali tak punya kekuatan untuk mendukung posisi Pdt. Samuel, apalagi dengan menunjukkan cerita tentang Lazarus dan orang kaya.


Namun sebelum lebih jauh menarik pengertian doktrinal dari perumpamaan Yesus dalam Lukas 16:19-31 ini, maka ada beberapa hal yang perlu ditegaskan, yaitu : (1) Perumpamaan ini disampaikan oleh Kristus sebelum penyaliban, kematian, penguburan dan kebangkitanNya. (2) Perumpamaan Tuhan Yesus ini bukan berisi cerita imajinasi atau mitos, tetapi benar-benar terjadi. Perumpamaan ini adalah satu-satunya dimana Yesus menyebutkan nama orang (Lazarus dan Abraham) dan orang-orang yang disebutkan dalam kisah itu (Abraham, Lazarus, dan orang kaya) adalah orang-orang yang benar-benar pernah ada dan hidup di bumi (Ayat 19,20,23). Simon J. Kistemaker mengatakan, “Yesus menceritakan kisah yang hidup tentang orang kaya dan orang miskin”.[40] Derek Prince mengatakan, “Tidak ada petunjuk di dalam ayat itu bahwa kisah ini sekedar merupakan suatu perumpamaan belaka. Pada saat tersebut dalam pelayanan Yesus di bumi, Ia menceritakannya sebagai suatu peristiwa yang telah benar-benar terjadi beberapa waktu sebelumnya”.[41] Marshall I. Howard mengakui, “walaupun bahasanya (misalnya : Pangkuan Abraham) tentu adalah perlambang, namun perumpamaan berbicara tentang nasib yang sesungguhnya bagi manusia”.[42] (3) Perumpamaan ini tidak sedang menggambarkan kondisi yang terjadi sesudah kebangkitan tubuh di akhir zaman, melainkan kondisi yang terjadi setelah kematian baik Lazarus maupun orang kaya. Anthony Hoekema mengatakan, “Dalam ayat 27-28, si orang kaya mengingat kelima saudaranya yang masih hidup di bumi, gambaran semacam ini tidak akan mungkin terjadi seandainya kebangkitan akhir telah berlangsung”.[43]

Berdasarkan penjelasan (1), (2), dan (3) di atas, maka lebih lanjut, melalui perumpamaan ini kita dapat menarik pengertian doktrinal, bahwa perumpamaan ini memberikan makna yang aktual antara kondisi orang benar dan orang fasik setelah kematian, yaitu : (1) Pada waktu seseorang meninggal, maka ia segera menuju dunia orang mati (ayat 22,23), yaitu masa antara (intermediate state).  Anthony Hoekema mengatakan “Kita menyimpulkan bahwa baik penderitaan yang dikaitkan dengan hades, maupun sukacita yang dikaitkan dengan pangkuan Abraham, sebagaimana yang dilukiskan oleh perumpamaan ini, semuanya adalah kondisi yang terjadi di dalam masa antara”.[44] (2) Ditempat masa antara tersebut jiwa-jiwa itu hidup, mereka masih bisa berpikir, melihat, berbicara, mengingat dan merasa seperti yang diungkapkan dalam ayat 23-31. Derek Prince mengatakan, “Di dalam keberadaan sesudah mati ini, masih ada kepribadian yang sama, orang-orang masih saling mengenali dan ada kesadaran mengenai keadaan yang dialami, mereka masih mengingat kehidupan lama mereka di bumi ini”. Henry C. Thiessen mengatakan, “... dalam kisah orang kaya dan Lazarus... Orang kaya dan Lazarus dapat berbicara, berpikir, mengingat, merasa, dan mempedulikan orang lain”.[45] (3). Ditempat masa antara itu keadaan yang dialami orang kaya dan lazarus itu menggambarkan keadaan yang akan dialami orang-orang yang telah masuk ke dalamnya. Keadaan yang dialami orang kaya di tempat yang disebut dengan “tempat penderitaan (ayat 28) itu, dimana ia menderita sengsara (ayat 23) dan sangat kesakitan dalam nyala api (ayat 24), menggambarkan keadaan orang-orang fasik yang akan menderita sengsara di alam maut. Disini tempat penghukuman ini, tidak ada belas kasihan tidak ada kesempatan kedua untuk bertobat, tidak ada permohonan yang dikabulkan, tidak ada pengampunan dan tidak ada anuegerah, dan hanya ada seruan penderitaan dan keputusasaan.  Bagi orang fasik, keadaan ini tidak akan berubah bahkan hingga pada hari penghakiman terakhir Allah di Tahta Putih (Wahyu 20:11-13), justru mereka dilemparkan ke neraka (gehena) yaitu lautan api. Inilah kematian yang kedua: penghukuman akhir dan permanen. Sedangkan keadaan yang dialami oleh Lazarus, digambarkan dibawa oleh malaikat-malaikat kepangkuan Abraham (ayat 22) dan mendapat hiburan (ayat 25), menggambarkan keaadaan orang-orang benar yang berbahagia ditempat yang damai, tanpa keluhan, dan tanpa penderitaan sedikitpun. Keadaan didalam pengkuan Abraham (firdaus) ini akan terus berlanjut bahkan ketika Kristus telah memindahkan posisi firdaus ini dari hades (sheol) ke surga pada saat kebangkitanNya dari kematian.

Tanggapan saya: Benar bahwa saat manusia meninggal, dia akan segera ke hades. Tetapi apa arti dari kata Yunani itu, tergantung dari konteks dimana kata itu berada. Misalnya dalam cerita Lazarus dan orang kaya, pak Samuel menggunakan Luk 16:22, 23 untuk menyimpulkan bahwa semua orang mati akan menuju hades/dunia orang mati di masa antara. Ini tentu harus diuji kembali karena istilah ‘pangkuan Abraham’ (yang bukan surga) buat si miskin dalam cerita tersebut tidak harus dipahami sebagai tempat penuh kebahagiaan di masa antara dimana roh-nya ada disana menanti kebangkitan dan istilah ‘alam maut’ yang dialami oleh orang kaya itu juga tak harus berarti ‘tempat penantian roh’ (yang bukan neraka). Jika memang frase ‘alam maut’ untuk orang kaya itu harus diartikan seperti itu, maka bagaimana mungkin Alkitab menggambarkan keadaan yang sangat mengerikan yang dialami orang kaya itu? Itu adalah tempat penderitaan dimana orang kaya itu ‘menderita sengsara’ (ay. 23), ‘sangat kesakitan dalam nyala api’ (ay 24), ‘sangat menderita’ (ay 25) dan karena demikian hebatnya penderitaan yang dialaminya, dia lalu memohon agar diberikan setetes air (atau beberapa tetes) dari ujung jari Lazarus (ay 24). Kondisi/penggambaran seperti ini tidak memungkinkan untuk diartikan lain selain bahwa si orang kaya itu sedang berada di dalam neraka!

Paul Enns: “Lukas 16:19-31 secara grafik menjabarkan kelanjutan eksistensi Lazarus maupun orang kaya setelah kematian. Lazarus pengemis miskin, terus dalam hidup yang kekal, yang dijelaskan sebagai ‘pangkuan Abraham’ (Luk 16:22), sedangkan orang kaya berada dalam penderitaan kekal di hades (Luk 16:23).” (19)

Wycliffe: “Orang kaya itu juga mati, lalu dikuburkan. Perumpamaan ini mengisahkan bahwa si pengemis itu di bawa oleh malaikat masuk ke surga... Di alam maut (Yunani: hades). Kata ini, yang artinya sama dengan kata Ibrani sheol, bisa berarti dunia yang tidak kelihatan secara umum atau tempat hukuman... Jurang yang tak terseberangi. Jurang di antara surga dan neraka tidak dapat di seberangi dan bersifat permanen.” (20)

Simon J. Kistemaker: “Perumpamaan tentang orang kaya (Luk 16:19-31) melukiskan neraka sebagai kesengsaraan, api dan tempat siksaan. Di sana orang kaya itu terpisah dari Abraham dan Lazarus yang berada di sorga, dan di sana ia mengalami kematian kedua, baik jasmani maupun rohani.”(21)

Louis Berkhof: “Satu-satunya pasal dalam Alkitab yang agak panjang berbicara tentang hal ini adalah cerita tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin dalam Lukas 16, di mana HADES menunjukkan neraka, yaitu tempat penghukuman yang sangat mengerikan... Sebagai tambahan dari penjelasan ini ada juga bukti yang dapat kita tarik berdasarkan kesimpulan. Jika seorang benar segera memasuki keadaan kekal-nya, maka orang durhaka juga akan segera memasuki keadaan kekalnya.”(22)  

Yang jadi persoalannya adalah Pdt. Samuel setuju dengan pendapat beberapa teolog bahwa ‘alam maut/hades’ memang tempat penderitaan tapi bersifat ‘sementara’ menunggu kebangkitan tubuh yang kemudian menuju ke sebuah tempat permanen yaitu gehena/neraka. Tetapi ini akan menjadi tidak klop dengan data dari Alkitab itu sendiri yang mencatat bahwa ketika manusia mati, maka roh-nya langsung menuju kepada kekekalan (surga atau neraka), bukan ‘kesementaraan.’ Demikian pula dengan istilah ‘pangkuan Abraham,’ ini agaknya sama dengan ‘Firdaus’ dimana semua orang percaya akan memasuki-nya, sebuah tempat yang penuh kebahagiaan/penghiburan yang di kontraskan dengan tempat diamana orang kaya itu berada (bdk. ay 25). Seluruh pemunculan kata ‘firdaus’ di PB selalu menunjuk pada ‘surga’ yang kekal, tak pernah menunjuk pada keadaan sementara.
Pendapat bahwa semua orang sebelum kebangkitan Kristus akan turun ke sheol/hades (tempat penantian sementara) selain akan menabrak Luk 16:19-31 (dimana Abraham dikatakan sudah ada di surga bersama dengan Lazarus – ayat 22-24), juga bertentangan dengan ayat-ayat yang menunjukkan bahwa: [1] Orang benar di jaman PL (selain Abraham)  langsung ke surga (Misalnya Elia dan Henokh dalam  2 Raj 2:11; Kej 5:24; Ibr 11:5) dan [2] Orang fasik akan langsung ke neraka (Yud 1:7).

Charles C. Ryrie: “Saya percaya bahwa orang kudus Perjanjian Lama pada saat kematiannya dengan segera pergi ke hadirat Tuhan... Orang kudus Perjanjian Lama dengan segera pergi ke surga untuk menunggu kebangkitan tubuhnya pada saat kedatangan Kristus yang kedua kalinya.” (23)


Menafsirkan Lukas 16:19-31, Henry C. Thiessen mengatakan, “Secara tidak langsung, Perjanjian Baru nampaknya mengajarkan adanya dua ruangan di hades, satu ruangan untuk orang-orang benar dan satu ruangan untuk orang-orang fasik. Ruangan untuk orang benar dinamakan firdaus; sedangkan ruangan untuk orang-orang fasik tidak bernama, tetapi digambarkan  sebagai tempat penyiksaan”.[46] Charles F. Beker juga menjelaskan bahwa sheol atau hades ini terbagi dalam dua bagian, yaitu (1) firdaus atau pangkuan Abraham; dan (2) suatu bagian lain untuk orang-orang tidak percaya yang meninggal.  Grent R. Jeffrey menyebutkan, “salah satu sisi hades adalah pangkuan Abraham, dimana menampung jiwa-jiwa yang kudus yang telah mati dengan iman pada Allah selama masa Perjanjian Lama sampai kebangkitan Kristus (Lukas 16:23).”[47]  Hal yang sama juga dinyatakan oleh H.L. Willmington, “Pada hakikatnya hades terbagi atas dua bagian. Satu bagian untuk orang-orang yang diselamatkan dan satunya lagi untuk orang-orang yang terhilang. Bagian yang satu untuk orang-orang yang diselamatkan kadang-kadang disebut firdaus dan kali lain disebut sebagai pangkuan Abraham”.[48]  Gleason L. Archer juga mengakui bahwa pangkuan Abraham atau firdaus itu bukan menunjuk kepada surga. Malaikat itu tidak membawa Lazarus ke surga sesudah kematiannya, melainkan kesalah satu bagian dari hades atau sheol, yakni tempat orang-orang mati yang telah ditebus, dipangkuan Abraham untuk menanti saat kebangkitan mereka.[49]  Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bill Wiese bahwa “tempat penyiksaan sekarang ini disebut sheol dalam bahasa Ibrani dan hades dalam bahasa Yunaninya. Banyak ahli Alkitab percaya bahwa sheol (hades) memiliki dua sisi. Sisi pertama adalah sisi penyiksaan, yang disebut hades, dan sisi yang lainnya adalah firdaus. Mereka dipisahkan oleh jurang yang tak terseberangi (Lukas 16:26)”.[50]

Evaluasi : Berdasarkan apa yang dijelaskan di atas, maka kita menolak adanya teori atau ajaran yang menyatakan adanya tempat-tempat seperti purgatori, limbus patrum, dan limbus infatrum di hades  (sheol) tersebut. Karena Alkitab menyebut hanya ada 2 (dua) ruangan di hades (sheol) yaitu : satu ruangan untuk orang-orang benar, dan satu ruangan lagi untuk orang-orang fasik. Ruangan untuk orang benar dinamakan firdaus; sedangkan ruangan untuk orang-orang fasik tidak bernama, tetapi digambarkan  sebagai tempat penyiksaan. Firdaus berada pada posisi di atas, sedang tempat penyiksaan berada pada posisi di bawah. Kedua ruangan ini dipisahkankan oleh jurang yang dalam dan tak terseberangi. Namun seperti yang dikatakan oleh Charles F. Beker, khusus dalam teologi Roma Katolik dikenal dengan istilah-istilah seperti : purgatori, limbus patrum, dan limbus infatrum.[51] Istilah-istilah tersebut tidak dikenali oleh Alkitab, dan pengajarannya terutama didasarkan pada  tradisi lisan dan kitab Apokrifa 2 Makabe 12:43. Kata “limbus” atau “limbo” berarti “tepi”,  dan menggambarkan tempat ditepi atau dibatas neraka. Menurut teologi Roma Katolik, bahwa : (1) para leluhur pergi ke limbus patrum menunggu kedatangan Mesias menebus mereka; (2) semua bayi yang meninggal tanpa dibaptis pergi ke limbus infatrum, karena bayi yang meninggal namun tidak dibaptis tidak akan selamat, tetapi karena mereka tidak memiliki dosa dari diri meeka sendiri maka mereka dibebaskan dari apai neraka; (3) jiwa yang menyesal yang melalui periode penderitaan disucikan dari dosa-dosa ringan yang dapat diampuni sebelum manusia dapat diterima dihadirat Allah. Tempat ini disebut purgatori, dalam bahasa Latinya “purgatorum” yang berarti “api penyucian”.[52]

Tanggapan saya: Menurut pendapat beberapa teolog yang dikutip Pdt. Samuel, dikatakan bahwa ada 2 ruangan/sisi yang berbeda di hades untuk orang percaya dan orang fasik yang telah meninggal; satu ruangan/sisi yang penuh kebahagiaan untuk orang benar dan ruang/sisi lainnya untuk orang yang tak percaya dan diantara kedua ruangan itu dipisahkan oleh sebuah jurang yang tak terseberangi (berdasarkan Luk 16:19-31). Pendapat ini tentu tak sesuai dengan apa yang di gambarkan dalam ayat-ayat tersebut. Lazarus berada di ‘Pangkuan Abraham’ (atau ‘firdaus’) bukannya di hades, tempat orang kaya itu berada (ay 22-23)! Semua kata hades yang muncul dalam PB (Mat 11:23; 16:18; Luk 10:15; 16:23; Kis 2:27, 31; Why 1:18; 6:8; Why 20:13, 14) tidak pernah menunjuk pada ‘pangkuan Abraham/Firdaus.’ Kata itu berarti ‘kuburan/keadaan kematian’ atau ‘neraka’. Jadi, pendapat bahwa di hades ada semacam 2 ruangan/sisi, dimana firdaus juga merupakan salah satu bagian-nya, adalah paham yang keliru. Penggunaan Luk 16:19-31 untuk membuktikan adanya 2 ruangan di hades, justru adalah “senjata makan tuan.”

Charles C. Ryrie: “Juga di sebutkan ada cerita tentang orang kaya dan Lazarus yang menurut dugaan menunjukkan bahwa kedua orang itu pergi ke alam barzakh dan Lazarus ke tempat yang bahagia di bagian lain (yang di sebut ‘pangkuan Abraham’ di dalam cerita itu)... Akan tetapi apakah ini mengajarkan dua ruangan terpisah di dalam alam barzakh? Sesungguhnya tidak, karena pangkuan Abraham tidak di katakan berada di dalam alam barzakh, tetapi ‘jauh’ dari tempat itu. Pangkuan Abraham merupakan suatu frasa perlambang bagi Firdaus, atau hadirat Allah. Ini merupakan surga yang dijanjikan Tuhan bagi pencuri yang bertobat (Luk 23:43), bukanlah suatu bagian alam barzakh yang terpisah yang penuh kebahagiaan. (24)

Louis Berkhof: “... Sheol tak dapat dianggap sebagai tempat dengan dua pemisahan. Pengertian mengenai pemisahan seperti itu di ambil dari konsep kafir tentang dunia bawah dan tidak di dukung oleh Alkitab.” (25)

Charles C. Ryrie: “Menurut Harry Buis, teori dua ruangan yang terpisah merupakan pengembangan dari periode intertestamental...” (26)

Paul Enns:Dalam periode intertestamental dikembangkan teori dua kompartemen (kemungkinan besar pengaruh dari Zoroastrianisme Persia), yang mengajarkan bahwa sheol dan hades memiliki dua kompartemen, tempat kebahagiaan bagi orang benar dan tempat penderitaan bagi orang fasik. Orang benar akan menunggu kebangkitan Kristus yang akan membebaskan mereka dari hades menuju hadirat Allah. Argumentasi ini berdasarkan pada Ef 4:9-10 dan 1 Ptr 3:19. Namun demikian, adalah diragukan bahwa inilah yang di ajarkan oleh ayat-ayat Alkitab itu. Lebih lanjut, pemunculan Musa dan Elia pada saat transfigurasi Kristus mengusulkan mereka telah berada di hadirat Allah (Mat 17:3), bukan dalam semacam TEMPAT PENANTIAN SEMENTARA.” (27)

Pdt. Samuel mengutip pendapat Gleason L. Archer yang mengakui bahwa “pangkuan Abraham atau firdaus itu bukan menunjuk kepada surga. Malaikat itu tidak membawa Lazarus ke surga sesudah kematiannya, melainkan kesalah satu bagian dari hades atau sheol, yakni tempat orang-orang mati yang telah ditebus, dipangkuan Abraham untuk menanti saat kebangkitan mereka.” Jikalau ‘Firdaus’ itu bukan ‘surga’ tetapi adalah salah satu bagian dari hades, itu justru menentang Luk 16:22-23. Disamping itu, kata ‘firdaus’ yang muncul sebanyak 3 kali di PB (Luk 23:43; 2 Kor 12:4 dan Wah 2:7) semuanya tidak pernah menunjuk pada/di hades. Istilah itu selalu berarti ‘surga.’


5. Setelah kebangkitan Kristus, lokasi Pangkuan Abraham (Firdaus) telah dipindahkan dari hades (sheol) ke Surga. Setelah kebangkitan Kristus nampaknya telah terjadi sedikit perubahan kedaan di sheol (hades). Bill Wiese menyatakan, “Sebelum kenaikan Tuhan Yesus, hades juga meliputi dua sisi, menurut Vine’s Ekspositiry Dictionary. Setelah kenaikan, sheol (hades) sekarang hanya merupakan tempat penyiksaan. Firdaus dipercaya telah dipindahkan ketika Yesus turun selama tiga hari ke pusat bumi dan kemudian bangkita dan membawa orang-orang kudus bersamaNya”. [53] Jadi sejak saat itu Alkitab menggambarkan orang-orang percaya yang mati langsung menghadap ke hadirat Kristus (Bandingkan 2 Korintus 5:6-9; Filipi 1:23; Wahyu 6:9-11). Mereka akan di bawa ke Firdaus yang kini berada di atas (2 Korintus 12:2-4). Sedangkan orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus ketika mati akan langsung pergi hades untuk disiksa. Pendapat yang sama disampaikan oleh Henry C, Thiessen yang mengatakan demikian, “Ada kemungkinan bahwa ketika Kristus bangkit, Ia tidak hanya membawa bersama Dia buah sulung manusia yang dibangkitkanNya secara jasmani (Matius 27:52,53), namun juga jiwa semua orang benar yang berada di hades. Kini semua orang percaya menghadap ke hadirat Kristus waktu meninggal dunia, sedangkan orang-orang yang tidak percaya tetap pergi ke hades seperti dalam zaman Perjanjian Lama”.[54]

Tim LaHaye menyatakan hal yang sama dengan pendapat-pendapat di atas ketika ia mengatakan, “Satu diantara banyak perubahan  luar biasa yang dibawa oleh kematian, penguburan, dan kebangkitan Yesus Kristus adalah karena orang percaya tidak harus pergi ke sheol (hades)... Akibatnya, ketika orang percaya saat ini (orang-orang Kristen pada zaman gereja) mati, ia tidak masuk sheol (hades), tetapi jiwanya segera masuk ke surga untuk bersama-sama dengan JuruselamatNya, Yesus Kristus”.[55] Jadi bagi orang percaya dalam Kristus, jelaslah bahwa ketika ia mati, tubuhnya dikuburkan, namun jiwa dan rohnya segera naik ke firdaus (bagian dari surga) untuk bersama dengan Kristus sambil menunggu kebangkitan tubuh.[56]

Mengenai berpindahnya lokasi firdaus tersebut Gleason L. Archer menjelaskan demikian, “Rupanya Firdaus tidak diangkat ke surga sampai hari Paskah. Yesus rupanya merujuk itu dalam perumpamaan tentang seorang kaya dan Lazarus sebagai Pangkuan Abraham, kemana para malaikat membawa Lazarus, si pengemis yang saleh, setelah dia meninggal (Lukas 16:19-31). Jadi, pangkuan Abraham menunjuk pada tempat dimana roh-roh  orang yang ditebus  menunggu hingga hari kebangkitan Kristusyang dhari kebangkitan Kristus. Diduga ini adalah tempat yang sama dengan Firdaus. Tempat itu belum diangkat ke surga, tetapi mungkin sekali merupakan satu bagian dari dunia orang mati (Sheol), disediakan bagi orang-orang percaya yang mati dalam iman, namun belum diijinkan masuk ke dalam kemuliaan hadirat Allah di surga sampai harga atau kurban penebusan telah benar-benar di bayar di Golgota”.[57] Jadi kelihatannya Gleaser L. Acher jelas membedakan firdaus dari surga. Kata “firdaus” berasal dari bahasa Persia kuno “pairidaeza” yang artinya “tempat yang berpagar”. Pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi “halaman kesukaan”, yang menunjuk kepada suasana yang ada di taman itu. Kata “pairidaeza” itu kemudian diterjemahkan menjadi “paradeisos” oleh penerjemah kitab Septuaginta, yaitu kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Kata “paradeisos” ini diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi “paradise” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan “firdaus”. Jadi kata “firdaus” merupakan padanan kata untuk “taman eden”.[58] Sebagiamana taman eden merupakan bagian dari surga di bumi pada masa lalu sebelum manusia jatuh dalam dosa, maka demikian juga firdaus adalah bagian dari surga (Bandingkan Lukas 23:43), dan di dalam fidaus itu akan ada suatu taman yang disebut taman firdaus Allah (Wahyu 2:7b).[59]

Tanggapan saya: Pandangan bahwa ‘firdaus’ telah di pindahkan dari sheol/hades ke surga setelah kebangkitan Yesus selain bertentangan dgn Luk 16:22-23 yang mencatat bahwa ‘pangkuan Abraham/firdaus’ itu tempatnya bukan di ‘hades,’ juga menentang Luk 23:43 yang menjelaskan bahwa Yesus dan penjahat itu sudah ada di firdaus yang pasti berarti ‘surga’ bahkan sebelum Dia bangkit. Tak ada dasar KS yang disertakan untuk kesimpulan “setelah kebangkitan-Nya, firdaus dipindah ke surga.” Dalam Luk 23:43; 2 Kor 12:4 dan Wah 2:7 dimana kata ‘firdaus’ itu muncul, sekali lagi selalu menunjuk pada ‘surga.’ Saya rasa para teolog yang dikutip Pdt. Samuel itu umumnya percaya bahwa kata ‘firdaus’ di 2 Kor 12:4 dan Wah 2:7 menunjuk pada/di ‘surga.’ Hanya dalam Luk 23:43 di mana mereka (atau setidaknya Pdt. Samuel) mempercayai bahwa ‘firdaus’ disana bukan ‘surga’ tapi di sebuah tempat di masa antara dimana roh orang percaya berada. Tetapi itu secara jelas akan menabrak Luk 23:46. Anthony Hoekema bahkan setuju bahwa si penjahat itu pada hari itu juga telah ada bersama Kristus dalam kemuliaan sorgawi, dia menikmati sukacita sorgawi bersama Yesus. (28) Jadi, usaha Gleaser L. Acher yang membedakan firdaus dari surga adalah sebuah kesia-siaan belaka.

6. Kerajaan maut (sheol atau hades) adalah tempat yang berbeda dari “Neraka (gehenna). Berbagai kutipan untuk menjelaskan tentang neraka seperti berikut ini. Kamus Gambaran Alkitab (Dictionary of The Imagenary) menjelaskan neraka demikian, “Gambaran terbaik alkitabiah untuk neraka berasal dari jurang di bagian selatan Yeruselam yang dalam dan sempit yang disebalah lembah Ben Hinom, dimana bangsa Israel yang musyrik mempersembahkan korban seorang anak kepada dewa Molokh dan Bael (2 Tawarikh 28:3; 33:6; Yeremia 7:31,32; 19:2-6). Kata Yunani untuk Gehenna (neraka), yang  biasanya digunakan dalam Perjanjian Baru untuk tempat penghukuman akhir, berasal dari nama lembah ini...”.[60] MacArthur Study Bible menjelaskan tentang neraka demikian, “Tofet artinya tempat yang sangat dibenci. Bangsa Israel yang menyembah berhaa telah membakar hidup-hidup korban manusia di lembah itu sebelah selatan Yerusalem, daerah yang terkadang disebut lembah Hinom (2 Raja-raja 23:10; Bandingkan Yeremia 19:6). Belakangan itu dikenal sebagai Gehenna, tempat orang-orang yang di tolak oleh kota, dengan nyala api yang terus menerus, melambangkan neraka”.[61] Vine’s Complete Expository Dioctionary of Old and New Tastament Words menjelskan demikian, “Gehenna mewakili bahsa Ibrani Ge-Hinnom (Lembah Tofet) dan sebuah kata Aram yang berhubungan; itu ditemukan dua belas kali di Perjanjian Baru. Tempat kediaman jiwa-jiwa yang terkutuk dan Iblis”.[62]

Neraka benar-benar merupakan suatu tempat yang nyata. Walaupun tidak ada yang tahu persis letak neraka, hal ini tidak menjadikan neraka sebagai sesuatu yang abstrak, tidak nyata, atau khayalan belaka.  Yesus berbicara dan mengajar tentang neraka. Yesus sendiri berbicara tentang neraka, dan sebelas dari dua belas kali kata gehenna (neraka) diucapkan oleh Yesus dan dicatat dalam Perjanjian Baru.  Kata Yunani dalam Perjanjian Baru yaitu Gehenna diterjemahkan sebagai neraka sebanyak dua belas kali. Inilah tempat penghukuman akhir, kekal dan permanen (Matius 5:22,29,30; 10:28; 18:9; 23:15,33; Markus 9:43,45,47; Lukas 12:5; Yakobus 3:6). Kata ini juga diterjemahkan sebagai lautan api sebanyak lima kali (Wahyu 19:20; 20:10,14,15; 21:8). Dengan demikian, kata “Gehenna” dan “lautan api” merupakan dua istilah yang sinonim dan istilah ini berbeda dengan dari sheol (hades). Charles F. Beker menjelaskan, demikian, “dua istilah ini sinonim. Inilah neraka sesungguhnya dan yang terakhir menurut Alkitab. Lautan api disiapkan bagi Iblis dan malaikat-malaikatnya (Matius 25:41). Tempat ini tidak ada hubungannya dengan keadaan antara (intermediate state), karena belum ada orang yang dilemparkan ke sana. Binatang itu dan si nabi palsu yang pertama dilemparkan ke dalamnya kelak, menurut kitab wahyu (Wahyu 19:20; 20:10)”. [63]

Jadi, menurut Alkitab, sheol (hades) itu berbeda dari neraka (Gehenna). Walaupun orang-orang seperti Louis Berkhof dan Willian G.T Shedd tidak membedakan sheol (hades) dengan neraka. Namun hal itu telah dibantah oleh Anthony Hoekema. Menurut Hoekema, ayat-ayat (Mazmur 9:18; 55:16; Amsal 15:24, dan lainnya) yang dipakai oleh Louis Berkhof dan Willian G.T Shedd untuk mendukung pengertian bahwa sheol sejajar dengan neraka sama sekali tidak meyakinkan.[64] Nampaknya Hoekema juga menganggap Sheol (hades) sebagai masa antara (intermediate state).[65] 

Tanggapan saya: Selain para penafsir yang dikutip Pdt. Samuel diatas, Anthony Hoekema juga mengatakan: “Gehenna dipakai sebagai gambaran untuk api neraka yang kekal dan tempat bagi penghukuman akhir.” (29) Kata-kata ‘penghukuman akhir’ itu berarti ada ‘penghukuman awal/pertama’. Hoekema dengan jelas menolak arti kata hades sebagai ‘neraka’, akan tetapi menggunakan arti ‘tempat penghukuman’ untuk kata hades di Luk 16:23. (30)  Kelihatannya inilah yang dimaksudkannya sebagai ‘penghukuman awal’ (yang bukan menunjuk pada gehenna/neraka).

Anthony A. Hoekema: “Di bagian awal kita telah melihat bahwa kata Hades dapat bermakna – paling tidak dalam Luk 16:23 – tempat penghukuman dalam masa antara (intermediate state). Sebaliknya, kata dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan kepada tempat penghukuman akhir adalah Gehenna, dan seringkali diterjemahkan sebagai ‘neraka’.” (31)

Anthony A. Hoekema: Tidak salah jika dikatakan bahwa dalam pengertian tertentu, manusia sudah di hakimi pada masa sekarang ini berdasarkan respons mereka terhadap Kristus. Dalam Yoh 3:18 kita membaca bahwa ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya [Kristus], ia tidak akan di hukum (dihakimi); barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman (penghakiman), sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah’ (lih. juga 3:36; 5:24)”. Dengan kata lain, sekarang penghakiman Allah telah turun atas diri orang yang menolak percaya kepada Kristus. Tetapi Alkitab juga menyatakan bahwa akan ada satu penghakiman akhir di penutupan sejarah, di mana semua orang akan tampil di hadapan takhta pengadilan Kristus. (32)

Jadi disini Hoekema jelas membedakan antara ‘hades’ dengan ‘neraka’. Dan sepertinya dia percaya ada 2 bentuk penghukuman/penghakiman: 1] Penghukuman sementara yang akan terjadi di masa antara; 2] Penghukuman kekal di Gehenna/neraka. Namun demikian, jika kita sepakat bahwa istilah ‘pangkuan Abraham’ (di Luk 16:23) merupakan sinonim dari kata ‘firdaus,’ maka jelas bahwa Lazarus sudah ada di surga kekal bersama Abraham yang juga ada di surga (bdk. Mat 8:11). Konsekwensinya adalah, orang kaya itu pasti berada di sebuah tempat yang sebaliknya, yaitu tempat penghukuman kekal/neraka. Berbeda dengan Hoekema, Paul Enns juga memberi arti ‘tempat penghukuman’ untuk kata hades dalam Mat 11:23; Luk 10:15; dan Luk 16:23. Tetapi bagi dia, ‘penghukuman’ yang dimaksudkan disini bersifat ‘kekal.’ (33) 

W. G. T. Shedd: “tidak ada perbedaan yang hakiki antara Firdaus dan surga. ... tidak ada perbedaan yang hakiki antara Hades dengan neraka (34)

Mengenai bantahan Hoekema terhadap Louis Berkhof tentang arti ‘neraka’ untuk ‘hades’ (misalnya Maz 9:18) sudah dijelaskan diatas. Berkhof berkata jika kata sheol tak punya arti yang lain (neraka), maka Perjanjian Lama “tidak memiliki satu istilah pun untuk neraka, tempat kehancuran dan penghukuman kekal.” Padahal Perjanjian Lama mempunyai kata untuk ‘surga’, yaitu SHAMAYIM. Dan kadang-kadang SHEOL dikontraskan dengan SHAMAYIM seperti dalam Ayb 11:8; Maz 139:8; Am 9:2.(35) Jika sheol tidak bisa berarti ‘neraka’ lalu bagaimana dengan ayat ini:  Ul 32:22 - “Sebab api telah dinyalakan oleh murkaKu, dan bernyala-nyala sampai ke bagian dunia orang mati (SHEOL) yang paling bawah; api itu memakan bumi dengan hasilnya, dan menghanguskan dasar gunung-gunung”.


Karena itu, saya telah mendaftarkan perbedaan-perbedaan sheol (hades) dari neraka (Gehenna) sebagai berikut : (1) Sheol (hades) adalah tempat sementara (intermediate state), sedangkan nereka adalah tempat yang permanen dan berlangsung selamanya;[66] (2) Sheol (hades) berisi orang-orang mati yang telah meninggal yang, sedangkan neraka (Gehenna) saat ini masih kosong tidak berpenghuni; (3) Sheol (hades)  terdiri dari dua bagian, yaitu tempat siksaan (penderitaan dan nyala api) dan pangkuan Abraham (tempat yang sejuk dan penuh penghiburan), yang dipisahkan oleh jurang yang tak terseberangi (Lukas 16:19-31). Setelah kebangkitan Kristus Pangkuan Abraham atau firdaus itu dipindahkan ke surga menjadi bagian dari surga; Sedangkan neraka merupakan satu tempat tunggal lautan api dan tanpa pembagian ruangan.

Tanggapan saya: Kalimat “saat ini neraka masih kosong tdk berpenghuni” pasti bertentangan dengan teks dalam Yud 1:7 – “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.” Ayat ini menjelaskan bahwa orang-orang fasik di jaman PL telah menanggung siksaan neraka. Yohanes bahkan mendapat penglihatan tentang jiwa-jiwa para martir yang telah berada di hadirat Allah/sorga: Wah 6:9 – “Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki.” Dalam Wah 20:10 juga dikatakan: “dan Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai selama-lamanya”. Jadi pada waktu Iblis dicampakkan ke neraka, ternyata neraka tidak kosong. Binatang dan nabi palsu/manusia sudah ada di neraka sebelum Iblis dibuang ke sana pada akhir jaman (bdk. Wah 19:20).

Lebih lanjut perbedaan itu, (4) Penghukuman di sheol (hades) bagi orang fasik dilakukan setelah kematian dan sebelum kebangkitan tubuh pada akhir zaman. Jadi merupakan tempat siksaan sementara bagi jiwa-jiwa tanpa tubuh jasmani, sambil menunggu kebangkitan tubuh di hari penghakiman untuk penghukuman permanen / kekal di neraka (Bandingkan Markus 9:43,48); sedangkan penghukuman di neraka terjadi setelah kebangkitan tubuh dan penghakiman terakhir. Pada akhir zaman tubuh orang fasik dibangkitkan dan menyatu kembali dengan jiwa / rohnya untuk kemudian dilemparkan selama-lamanya ke nereka / lautan api (Wahyu 20:11-15; Bandingkan Matius 10:28).[67] Sementara itu, walaupun sama-sama pergi ke sheol (hades), jiwa orang-orang benar di Perjanjian Lama (dari zaman Adam hingga kematian Kristus) di tempatkan dalam ruangan berbeda yaitu pangkuan Abraham atau firdaus untuk menikmati penghiburan dan kedamaian sambil menunggu penebusan yang sempurna oleh Kristus melalui kematianNya di kayu salib, dan dalam kebangkitanNya membawa Firdaus dan semua penghuni di dalamnya ke surga. Tim LaHaye menjelaskan, “Di dalam Perjanjian Lama, dosa-dosa untuk sementara dihapus oleh darah anak domba yang tanpa cacat. Namun, darah binatang tidaklah cukup untuk  secara permanen menyucikan dosa-dosa mereka (Ibrani 9:9-10). Pengorbanan (upacara korban) adalah suatu tindakan kepatuhan, dimana seseorang menunjukkan imannya bahwa suatu hari nanti Allah akan menyediakan penyucian dari dosa melalui pengorbanan AnakNya yang sempurna. Ketika Tuhan kita, Yesus Kristus, berseru dari kayu salib, “sudah selesai”, maksudNya adalah bahwa utang dosa manusia telah dibayar lunas. Allah dalam wujud manusia dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh korban hewan, menebus dosa seluruh dunia. Setelah menyerahkan nyawaNya, Yesus turun ke hades dan memimpin semua orang kudus Perjanjian Lama, yang telah ditawan hingga saatnya dosa ditebus, naik ke surga, dimana mereka bersama-sama dengan Dia”.[68] Di firdaus ini, baik orang Perjanjian Lama maupun orang Percaya dalam Kristus, menanti kebangkitan tubuh pada hari kedatangan Kristus kembali di akhir zaman. Pada saat itu tubuh yang baru, yaitu tubuh kemuliaan akan menyatu dengan jiwa / roh untuk selama-lamanya bersama Tuhan di langit dan bumi yang baru (Wahyu 21:1-27).

Perbedaan lainnya antara sheol (hades) dari neraka (gehenna) adalah : (5) sheol (hades) adalah tempat penghukuman sementara hanya bagi jiwa-jiwa orang fasik; sedang nereka merupakan tempat penghukuman kekal dimana secara berturut-turut yang dilempar ke sana adalah : Antikristus, binatang dan nabi palsu (Wahyu 19:20; 20:10), Iblis (Wahyu 20:10), maut dan kerajaan maut / hades (Wahyu 20:14), dan semua orang fasik yang namanya tidak tercatat dalam kitab kehidupan (Wahyu 20:15). Dengan demikian jelaslah sudah bahwa sheol (hades) itu berbeda dengan neraka, karena hades (kerajaan maut) dan maut sebagai penguasa di hades suatu saat akan dilemparkan ke dalam neraka (gehenna).

Tanggapan saya: Henry C. Thiessen berpendapat bahwa ada salah satu ruangan di hades yang diperuntukan buat orang fasik dimana mereka akan disiksa disana. Tetapi ternyata sesuai dengan paham Pdt. Samuel, bahwa penyiksaan disana hanya bersifat ‘sementara’ yang terjadi di masa antara sebelum kebangkitan yang tidak sama dengan ‘neraka’. Benarkah Alkitab mensahkan adanya ‘penyiksaan sementara?’ Pandangan seperti itu menurut saya tidaklah bersesuaian dengan KS. Jikalau Alkitab bicara tentang penyiksaan bagi orang fasik/yang tak percaya (baik di PL atau PB) setelah kematian-nya, maka sebaiknya dimengerti bahwa itu bersifat kekal/seterusnya/selamanya, tidak ada jeda. Tidak ada saat/waktu dimana mereka beristirahat sejenak! Bahwa hukuman itu selalu bersifat kekal / tidak ada akhirnya digambarkan oleh kata-kata di dalam ayat-ayat berikut:
  • ‘api yang tidak terpadamkan’ (Mat 3:12b  Mark 9:43b,48).
  • ‘api yang kekal’ (Mat 25:41  Yudas 7).
  • ‘siksaan yang kekal’ (Mat 25:46).
  • ‘ulat-ulatnya tidak akan mati’ (Mark 9:44,46,48).
  • ‘siang malam tidak henti-hentinya’ (Wah 14:11).
  • ‘siang malam sampai selama-lamanya’ (Wah 20:10).
Pasti ayat-ayat diatas akan dibantah bahwa itu menunjuk pada penghukuman akhir di neraka/Gehenna, pada akhir zaman. Tetapi Yudas 1:7 mungkin adalah salah satu ayat yang bagus untuk menolak paham ‘penyiksaan sementara’ itu: – “sama seperti Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung SIKSAAN API KEKAL sebagai peringatan kepada semua orang.” Kata ‘siksaan’ di ayat itu berasal dari kata Yunani ‘dike’ yang berarti ‘hukuman’. Bahwa orang-orang fasik di PL telah (bukan ‘akan’) menanggung hukuman, membuktikan bahwa penyiksaan/hukuman bagi orang tak percaya sebelum kebangkitan tubuh adalah bersifat ‘kekal.’ Jikalau orang fasik di jaman PL hanya mencicipi hukuman sementara, lalu bagaimana itu bisa cocok dengan ayat tersebut? 

Saya rasa kelima kesimpulan anda itu perlu dikaji kembali. Sebaliknya, saya akan memberi 5 kesimpulan tandingan untuk anda: (1) Sheol – hades mempunyai bermacam-macam arti sesuai dengan konteksnya. Itu bisa menunjuk pada ‘keadaan kematian/kuburan’ atau ‘neraka/tempat penghukuman’. Hal itu bisa menunjuk pada tempat sementara, tetapi bisa juga tempat abadi/permanen; (2) Sheol – hades dalam arti ‘kuburan’ berisi tubuh dari orang-orang mati (baik yang percaya atau yang tidak percaya), sedangkan neraka/gehenna saat ini sudah berpenghuni, tempat orang-orang fasik/tak percaya (Yud 1:7); (3) Sheol – hades tidaklah terdiri dari dua bagian, yaitu tempat siksaan buat orang fasik dan pangkuan Abraham/firdaus buat orang benar. Teori itu bersumber dari ajaran kafir tentang dunia bawah yang tidak didukung oleh KS. Luk 16:19-31 telah membantah ajaran tersebut! Setelah kebangkitan Kristus Pangkuan Abraham/firdaus itu tidak dipindahkan ke surga menjadi bagian dari surga, karena firdaus adalah kata yang sama untuk ‘surga.’ Istilah itu adalah/di surga dan tidak pernah berubah-ubah. Sedangkan neraka adalah lawan dari kata surga/firdaus; (4) Penghukuman di sheol – hades (untuk orang fasik) dilakukan setelah kematian dan itu bukan bersifat sementara. Itu berlangsung sampai kebangkitan tubuh pada akhir zaman dan seterusnya, kekal, selamanya. Mulanya itu adalah penghukuman bagi jiwa-jiwa orang fasik tanpa tubuh yang pada akhir zaman akan ada kebangkitan tubuh dimana baik tubuh dan jiwa yang telah disatukan itu akan terus mengalami siksaan permanen (bdk. Mat 10:28). Sementara itu, jiwa-jiwa orang benar (baik di zaman PL atau PB), langsung/segera ke surga (2 Raj 2:11; Kej 5:24; Ibr 11:5; Luk 16:22-25) dan setelah kebangkitan tubuh (kemuliaan), akan disatukan dengan jiwa/roh-nya, sehingga manusia itu seutuhnya berada di surga yang abadi. Tidak ada catatan dalam KS bahwa setelah kematian-Nya, roh Yesus turun ke penantian sementara/dunia orang mati untuk membawa para tawanan/orang-orang kudus di PL naik ke surga. Sebaliknya, roh Yesus ada di firdaus/surga (Luk 23:43, 46). (5) Sekali lagi bahwa sheol – hades bisa diartikan tempat hukuman kekal/neraka. Sheol – hades adalah kata lain untuk neraka atau bagian dari neraka tempat antikristus, binatang, nabi palsu dan iblis (Wah 19:20; 20:10), semua orang yang tidak tercatat dalam ‘kitab kehidupan’ (Wah 20:15). Termasuk maut dan hades [bukan dalam arti ‘tempat penantian’] (wah 20:14). 




Footnotes:

(1)  
Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.3 Doktrin Kristus, Penerbit: Momentum 2011, hal.88
(2)   J.I. Packer, Kristen sejati, vol. I: Pengakuan Iman Rasuli, Penerbit: Momentum 2005, hal. 42
(3)   Charles . F. Baker, 1994. A Dispensasional Theology. Terjemahan, Penerbit: Pustaka Alkitab Anugerah, Jakarta, hal. 761
(4)   Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.3 Doktrin Kristus, Penerbit: Momentum 2011, hal. 91
(5)   Ibid, hal. 99-118
(6)   John F. Walvoord, Yesus Kristus Tuhan Kita. Penerbit: Yakin, hal.180
(7)   Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.6 Doktrin Akhir Jaman, Penerbit: Momentum 2013, hal. 43
(8)   Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, jilid 1. Penerbit: Literatur Saat, hal. 462
(9)   Tafsiran Alkitab Wycliffe, vol. 2. Penerbit: Gandum Mas, hal. 392-393
(10) The Reformed Doctrine of Predestination, hal 22-23.
(11) Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, jilid 1. Penerbit: Literatur Saat, hal. 464-465
(12) Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman. Penerbit: Momentum 2014, hal 126
(13) Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, jilid 1. Penerbit: Literatur Saat, hal. 466
(14) Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.6 Doktrin Akhir Jaman, Penerbit: Momentum 2013, hal. 49
(15) Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman. Penerbit: Momentum 2014, hal. 128-129
(16) Ibid, hal. 129
(17) Tafsiran Alkitab Wycliffe, Vol. 2, Penerbit: Gandum Mas, hal.130
(18) Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman. Penerbit: Momentum 2014, hal. 134
(19) Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, jilid 1. Terjemahan, Penerbit: Literatur Saat, hal. 462
(20) Tafsiran Alkitab Wycliffe, Vol. 3, Perjanjian Baru. Penerbit: Gandum Mas, hal. 268
(21) Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu. Penerbit: Momentum 2014, hal. 599
(22) Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.6 Doktrin Akhir Jaman, Penerbit: Momentum 2013, hal. 39
(23) Charles C. Ryrie, Teologi dasar 2, Penerbit: ANDI, hal. 365
(24) Ibid, hal. 364
(25) Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.6 Doktrin Akhir Jaman, Penerbit: Momentum 2013, hal. 50
(26) Charles C. Ryrie, Teologi dasar 2, Penerbit: ANDI, hal. 364
(27) Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, jilid 1. Terjemahan, Penerbit: Literatur Saat, hal. 465
(28) Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman. Penerbit: Momentum 2014, hal. 138
(29) Ibid, hal. 362
(30) Ibid, hal. 134
(31) Ibid, hal. 362
(32) Ibid, hal. 343
(33) Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology, jilid 1. Terjemahan, Penerbit: Literatur Saat, hal. 462, 466
(34) Shedd’s Dogmatic Theology, vol II, hal 594.
(35) Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Vol.6 Doktrin Akhir Jaman, Penerbit: Momentum 2013, hal. 46-47



Bersambung...