Oleh: Pdt. Budi Asali, M.Div
Yoh 1:1,14 - “(1) Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. ... (14) Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”.
Pendahuluan.
Pendahuluan.
Yang
membuat saya menyusun khotbah ini pada perayaan Natal ini adalah karena saya menerima email
dari seseorang, yang berbunyi sebagai berikut:
Halo pak Budi, maap mengganggu. Saya mempunyai pertanyaan mengenai Kristologi dan sepertinya berbau Apollinarisme. Dibawah ini adalah sebuah pertanyaan yang dijawab oleh Pdt. Stephen Tong. Saya kurang puas dengan jawaban pak Tong karena koq sepertinya bertentangan ddengan pengakuan iman Nicea dan tidak tegas dalam menjawab. Apalah pak Budi, bisa memberikan komentarnya? Terima kasih sebelumnya.
Halo pak Budi, maap mengganggu. Saya mempunyai pertanyaan mengenai Kristologi dan sepertinya berbau Apollinarisme. Dibawah ini adalah sebuah pertanyaan yang dijawab oleh Pdt. Stephen Tong. Saya kurang puas dengan jawaban pak Tong karena koq sepertinya bertentangan ddengan pengakuan iman Nicea dan tidak tegas dalam menjawab. Apalah pak Budi, bisa memberikan komentarnya? Terima kasih sebelumnya.
Question: Did the dual
nature, divine and human, of Christbegin with the incarnation into His infancy
and does it last forever? (Original: 耶稣的神人二性是从道成肉身包括婴儿期一直到永远吗?)
Answer: Jesus’s
humanity, in terms of His bodily needs and bodily human nature, began with His
incarnation, but would it it possible that Jesus’s humanity already existed
with Him from all eternity?
This is a big
theological question. If humankind was created in God’s image, and if
humankind’s humanity is created from the humanity that is a part within the
deity, then Jesus would have possessed from all eternity the humanity that is
archetypal of humankind, so “humanity” and “human body” are two different
things. Many theologians find their starting point in identifying Jesus’s
humanity with the human body. If that is the case, does a human being’s
humanity exist before he possesses a body? After we die [physically], do we
lose our humanity? We still possess the human nature after we die, right? If
you don’t, then you become a demonic ghost! We are still human after we die,
albeit a human soul that has departed from the body. So, is Jesus Christ’s
humanity necessarily bound to His bodily existence? My answer is, not absolutely
so. Then, I’ll leave you some room to think this through. (Original: 耶稣的人性从他肉身的需要跟肉身的人的本性,是他降生以后有的,但是耶稣的人性和他永恒中间有没有可能就有呢?这是很大的神学问题。假如说人是照着上帝的 形像造的,那假如人的人性是从神性里面的人性的部份造出来的话,那耶稣就有在永恒的人的模范的那个本性,所以「人性」跟「人的身体」是两件事情。很多的神 学家把人的身体就是耶稣人性的基础。那么,人性在人没有身体的时候还存在吗?我们死了以后还有没有人性呢?我们死了以后还有没有人性啊?没有人性了,那你 变成鬼了!我们死了以后还是人,不过是一个灵魂离开身体的人。所以,这样,耶稣基督的人性是不是一定跟他的肉身的存在结合在一起呢?我的答案是,不是绝对 的。那你们再思考,留一点空间给你们。Translation mine).
Terjemahan saya:
Pertanyaan: Apakah dua hakekat, ilahi dan manusiawi, dari
Kristus mulai dengan inkarnasi ke dalam ke-bayi-anNya dan apakah itu bertahan
selama-lamanya?
Jawab
(dari Pdt. Stephen Tong): “Kemanusiaan Yesus, berkenaan dengan
kebutuhan-
kebutuhan tubuhNya dan hakekat manusia jasmaniNya, mulai dengan inkarnasiNya, tetapi apakah memungkinkan bahwa kemanusiaan Yesus telah ada dengan Dia dari kekekalan? Ini merupakan suatu pertanyaan theologis yang besar. Jika umat manusia diciptakan dalam gambar Allah, dan jika kemanusiaan dari umat manusia diciptakan dari kemanusiaan yang merupakan suatu bagian di dalam keallahan, maka Yesus sudah mempunyai dari kekekalan kemanusiaan yang merupakan pola dari umat manusia, maka ‘kemanusiaan’ dan ‘tubuh manusia’ adalah dua hal yang berbeda. Banyak ahli theologia mendapatkan titik awal mereka dalam mengidentifikasi kemanusiaan Yesus dengan tubuh manusia. Jika itu adalah kasusnya, apakah kemanusiaan dari seorang manusia ada sebelum ia memiliki suatu tubuh? Setelah kita mati (secara jasmani), apakah kita kehilangan kemanusiaan kita? Kita tetap memiliki hakekat manusia setelah kita mati, benar? Jika kamu tidak memilikinya, maka kamu menjadi seorang hantu! Kita tetap adalah manusia setelah kita mati, sekalipun jiwa manusia telah meninggalkan / berpisah dari tubuh. Jadi, apakah kemanusiaan Yesus Kristus harus terikat pada keberadaan tubuh / jasmaniNya? Jawaban saya, tidak secara mutlak demikian. Jadi, saya memberi kamu tempat untuk memikirkan hal ini dalam-dalam.”
kebutuhan tubuhNya dan hakekat manusia jasmaniNya, mulai dengan inkarnasiNya, tetapi apakah memungkinkan bahwa kemanusiaan Yesus telah ada dengan Dia dari kekekalan? Ini merupakan suatu pertanyaan theologis yang besar. Jika umat manusia diciptakan dalam gambar Allah, dan jika kemanusiaan dari umat manusia diciptakan dari kemanusiaan yang merupakan suatu bagian di dalam keallahan, maka Yesus sudah mempunyai dari kekekalan kemanusiaan yang merupakan pola dari umat manusia, maka ‘kemanusiaan’ dan ‘tubuh manusia’ adalah dua hal yang berbeda. Banyak ahli theologia mendapatkan titik awal mereka dalam mengidentifikasi kemanusiaan Yesus dengan tubuh manusia. Jika itu adalah kasusnya, apakah kemanusiaan dari seorang manusia ada sebelum ia memiliki suatu tubuh? Setelah kita mati (secara jasmani), apakah kita kehilangan kemanusiaan kita? Kita tetap memiliki hakekat manusia setelah kita mati, benar? Jika kamu tidak memilikinya, maka kamu menjadi seorang hantu! Kita tetap adalah manusia setelah kita mati, sekalipun jiwa manusia telah meninggalkan / berpisah dari tubuh. Jadi, apakah kemanusiaan Yesus Kristus harus terikat pada keberadaan tubuh / jasmaniNya? Jawaban saya, tidak secara mutlak demikian. Jadi, saya memberi kamu tempat untuk memikirkan hal ini dalam-dalam.”
Catatan: bagian yang
saya beri garis bawah tunggal betul-betul gila! Dari mana Pdt. Stephen Tong
bisa beranggapan bahwa kemanusiaan adalah suatu bagian dalam keallahan? Apa
dasarnya?
Juga bahwa Pdt. Stephen Tong membedakan antara ‘manusia Yesus’ dengan ‘kemanusiaan Yesus’, menurut saya merupakan omong kosong.
Juga bahwa Pdt. Stephen Tong membedakan antara ‘manusia Yesus’ dengan ‘kemanusiaan Yesus’, menurut saya merupakan omong kosong.
Dan
ia menganggap (sekalipun tidak secara tegas) bahwa kemanusiaan Yesus itu kekal
(sudah ada sebelum manusia Yesus itu ada), berdasarkan suatu argumentasi yang
sangat konyol! Pada waktu seseorang mati, tentu saja ia tetap adalah manusia,
karena sekalipun ada perpisahan antara tubuh dan jiwa / rohnya, tetapi jiwa /
rohnya tetap ada. Tetapi sebelum orang itu ada dalam kandungan, jiwa / rohnya
tidak ada, dan demikian juga dengan tubuhnya! Jadi seluruh manusia atau
kemanusiaan (saya tak membedakan 2 hal ini) tidak mempunyai existensi sebelum
manusia itu mulai ada dalam kandungan!
Bagian
terakhir ini, tentang kekekalan dari manusia Yesus, adalah bagian yang ingin
saya bahas dalam khotbah ini. Pdt. Stephen Tong bukan satu-satunya yang
mempunyai pandangan seperti ini. Pdt. Petrus Pamuji (GKT / ITA Lawang) juga
pernah berdebat dengan saya, dan dia berpandangan bahwa manusia Yesus kekal dan
tidak dicipta. Ia bahkan ‘menantang’ saya dengan
mengatakan kata-kata yang kurang lebih bunyinya adalah sebagai berikut: ‘Coba cari ahli theologia Reformed mana
yang mengatakan bahwa manusia Yesus dicipta’. Dalam khotbah ini saya akan menjawab ‘tantangan’ itu.
Dan
GKA bahkan mempunyai dalam pengakuan iman mereka kata-kata sebagai berikut: “Yesus Kristus adalah Anak Allah yang telah menjadi
manusia (inkarnasi), Allah sejati dan manusia sejati yang memiliki dua natur
dalam satu pribadi dari kekal sampai kekal”. (1)
Kata-kata
ini berarti natur / hakekat manusia Yesus juga dari kekal sampai kekal.
Saya
menyusun khotbah ini bukan dengan tujuan untuk menyerang, merusak,
menghancurkan, atau melakukan apapun yang negatif terhadap orang-orang /
gereja-gereja yang mempunyai pandangan yang salah, bahwa manusia Yesus itu
kekal. Maksud saya adalah untuk meluruskan, dan menyatakan apa yang saya anggap
sebagai kebenaran dalam hal itu, dan mencegah orang-orang lain dari kesesatan
dalam hal ini.
I) Argumentasi yang mendukung pandangan bahwa manusia Yesus itu kekal.
1) 1Kor 15:47
- “Manusia pertama berasal dari debu tanah
dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga.”.
Ini mungkin sekali ditafsirkan sebagai berikut: ‘manusia
kedua’ jelas menunjuk kepada Yesus Kristus. Dikatakan bahwa manusiaNya berasal
dari surga, menunjukkan bahwa manusiaNya sudah ada sebelum inkarnasi.
Jawab:
Louis Berkhof (‘Systematic Theology’, hal 334) mengatakan bahwa
ajaran Anabaptist mengatakan bahwa Kristus membawa hakekat manusiaNya dari
surga (berdasarkan 1Kor 15:47b) dan bahwa Maria hanya merupakan saluran
melalui mana Ia datang ke dunia. Jadi hakekat manusiaNya betul-betul merupakan
ciptaan yang baru, yang serupa / mirip dengan kita tetapi secara organic
tidak berhubungan dengan kita.
Kalau ini benar, maka boleh dikatakan bahwa Kristus
adalah semacam bayi tabung yang dimasukkan ke dalam kandungan Maria!
Louis Berkhof / ajaran Reformed menentang
ajaran Anabaptist tersebut di atas, dan mengajarkan bahwa Kristus mendapatkan
hakekat manusiaNya dari ibuNya / Maria. Dengan kata lain, sebagai manusia,
Yesus berasal dari sel telur Maria. Sel telur Maria tidak kekal, dan karena
itu, jelas manusia Yesus juga tidak mungkin kekal!
Louis Berkhof: “In
opposition to the teachings of the Anabaptists, our Confession affirms that
Christ assumed His human nature from the substance of His mother. The
prevailing opinion among the Anabaptists was that the Lord brought His human
nature from heaven, and that Mary was merely the conduit or channel through
which it passed. On this view His human nature was really a new creation,
similar to ours, but not organically connected with it. The importance of
opposing this view will be readily seen. If the human nature of Christ was not
derived from the same stock as ours but merely resembled it, there exists no
such relation between us and Him as is necessary to render His mediation
available for our good.” (= ) - ‘Systematic Theology’, hal 334.
Lalu bagaimana kita menjelaskan 1Kor 15:47b itu?
Penjelasan ayat itu adalah sebagai berikut: Dalam Alkitab memang banyak
ayat-ayat yang menggunakan sebutan / gelar yang hanya cocok untuk hakekat yang
satu, tetapi menggunakan predikat yang hanya cocok untuk hakekat yang lain. Ini
terbagi dalam 2 golongan:
a) Ayat-ayat
yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar ilahi, tetapi menggunakan predikat
yang hanya cocok untuk hakekat manusia.
Contoh:
1. Kis 20:28 (NIV): ‘...
the church of God, which he bought with his own blood’
(= ... jemaat / gereja Allah, yang Ia beli dengan darahNya sendiri).
Catatan:
dalam ayat ini TB1 - LAI salah terjemahan karena menterjemahkan ‘darah
AnakNya’. Ini dibetulkan dalam TB2 - LAI yang menterjemahkan ‘darahNya’
(menghapus kata ‘Anak’ yang memang sebetulnya tidak ada dalam bahasa aslinya).
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Allah’),
tetapi predikatnya berbicara tentang ‘darah’, yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia
Yesus.
2. 1Kor 2:8 - “Tidak
ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka
mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan
yang mulia.”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan yang mulia’ / ‘The Lord of glory’),
tetapi menggunakan predikat ‘menyalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia
Yesus.
3. 1Yoh 1:1 - “Apa
yang telah ada sejak semula, yang telah kami
dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan
yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman hidup -
itulah yang kami tuliskan kepada kamu.”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Firman’ /
LOGOS), tetapi menggunakan predikat ‘telah kami
lihat dengan mata kami’ dan ‘telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan
tangan kami’, yang sebetulnya hanya
cocok untuk hakekat manusia Yesus.
4. Wah 11:8 - “Dan mayat mereka akan terletak
di atas jalan raya kota besar, yang secara
rohani disebut Sodom
dan Mesir, di mana juga Tuhan mereka disalibkan”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’),
tetapi menggunakan predikat ‘disalibkan’ yang sebetulnya hanya cocok untuk hakekat manusia
Yesus.
5. Ibr 7:14 - “Sebab telah
diketahui semua orang, bahwa Tuhan kita berasal
dari suku Yehuda dan mengenai suku itu Musa tidak pernah mengatakan suatu
apapun tentang imam-imam”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar ilahi (‘Tuhan’),
tetapi menggunakan predikat ‘berasal dari
suku Yehuda’, yang tentu saja hanya
cocok untuk hakekat manusia Yesus.
b) Ayat-ayat
yang menyebut Kristus dengan sebutan / gelar manusia, tetapi menggunakan
predikat yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.
Contoh:
1. Mat 9:6 - “Tetapi
supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa’ - lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh
itu - : ‘Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!’”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘berkuasa
mengampuni dosa’ yang hanya cocok
untuk hakekat ilahi.
2. Mat 12:8 - “Karena Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.’”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘Tuhan
atas hari Sabat’ yang hanya cocok
untuk hakekat ilahi.
3. Yoh 3:13 - “Tidak
ada seorangpun yang telah naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘telah
turun dari sorga’ yang hanya cocok
untuk hakekat ilahi.
4. Yoh 6:62 - “Dan
bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia naik ke tempat di mana Ia sebelumnya berada?”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘Anak Manusia’), tetapi menggunakan predikat ‘naik
ke tempat di mana Ia sebelumnya berada’
yang hanya cocok untuk hakekat ilahi.
5. 1Kor 15:47 juga harus dijelaskan dengan cara
yang sama.
1Kor 15:47b - “Manusia
pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga.”.
Ayat ini menggunakan sebutan / gelar manusia (‘manusia kedua’), tetapi menggunakan predikat ‘berasal
dari sorga’ yang hanya cocok untuk
hakekat ilahi.
Dengan demikian ayat ini sama sekali tidak
menunjukkan bahwa manusia Yesus berasal dari surga, yang lalu dimasukkan ke
dalam kandungan Maria, dan lebih-lebih lagi ayat ini tidak menunjukkan bahwa
manusia Yesus itu kekal!
Calvin menjelaskan mengapa hal itu dilakukan dalam Alkitab
dengan berkata sebagai berikut:
“And they
(Scriptures) so earnestly express this union of the two natures that is in
Christ as sometimes to interchange them” [= Dan mereka (Kitab-kitab Suci) begitu
sungguh-sungguh mewujudkan kesatuan dari dua hakekat yang ada di dalam Kristus
sehingga kadang-kadang menukar / membolak-balik mereka] - ‘Institutes
of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 1.
“Because the
selfsame one was both God and man, for the sake of the union of both natures he
gave to the one what belonged to the other”
(= Karena ‘orang’ yang sama adalah Allah dan manusia, demi kesatuan dari kedua
hakekat, ia memberikan kepada yang satu apa yang termasuk pada yang lain) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, book II, chapter XIV, 2.
Westminster Confession of Faith, Chapter 8 No 7:
“Christ, in the work of mediation, acts according to
both natures, by each nature doing that which is proper to itself; yet, by
reason of the unity of the person, that which is proper to one nature is
sometimes in scripture attributed to the person denominated by the other
nature.” (= Kristus, dalam pekerjaan pengantaraan, bertindak sesuai dengan kedua
hakekat, dengan setiap hakekat melakukan apa yang cocok bagi dirinya sendiri; tetapi,
karena kesatuan pribadi, apa yang cocok untuk hakekat yang satu dalam Kitab
Suci kadang-kadang dihubungkan dengan pribadi yang disebut dengan hakekat yang
lain.).
2) Theophany.
Theophany merupakan pemunculan Allah dalam bentuk
manusia dalam Perjanjian Lama, dan biasanya para ahli theologia menganggap
bahwa ini menunjuk kepada Yesus.
Kalau ini digunakan sebagai dasar, maka bacalah Kej
18-19.
Kej 18:1-2,16,22 - “(1)
Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di
Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik. (2) Ketika ia
mengangkat mukanya, ia melihat tiga orang berdiri di depannya. Sesudah
dilihatnya mereka, ia berlari dari pintu kemahnya menyongsong mereka, lalu
sujudlah ia sampai ke tanah, ... (16) Lalu berangkatlah orang-orang itu dari
situ dan memandang ke arah Sodom;
dan Abraham berjalan bersama-sama dengan mereka untuk mengantarkan mereka. ...
(22) Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan
TUHAN.”.
Kej 19:1 - “Kedua
malaikat itu tiba di Sodom
pada waktu petang. Lot sedang duduk di pintu gerbang Sodom dan ketika melihat
mereka, bangunlah ia menyongsong mereka, lalu sujud dengan mukanya sampai ke
tanah,”.
Bdk. Ibr 13:2 - “Jangan
kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian
beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat.”.
Jadi jelas, bahwa di sana ada tiga orang, yang satu adalah Allah
sendiri (Kej 18:22b; pada umumnya dianggap sebagai Allah Anak), sedangkan yang
dua adalah malaikat (Kej 19:1 Ibr 13:2).
Jadi, kalau ini dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa
pada saat itu Yesus betul-betul sudah adalah manusia, maka secara konsisten
harus dikatakan bahwa malaikat-malaikat juga adalah manusia / mempunyai hakekat
manusia! Dan ini akan menjadi suatu kekonyolan!
Jadi, Theophany hanya menunjukkan pemunculan Allah atau
malaikat-malaikat dalam bentuk manusia, tetapi itu tidak berarti bahwa
manusia yang mereka gunakan untuk menampilkan diri itu betul-betul ada!
Bdk. Dan 7:13 - “Aku
terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari
langit seorang seperti anak
manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia dibawa ke
hadapanNya.”.
Catatan: ini jelas juga adalah Theophany.
Komentar Calvin tentang kata-kata ‘seperti
anak manusia’ dalam Daniel 7:13:
“We
must now see why he uses the word ‘like’ the Son of man; ... the Prophet says,
‘He appeared’ to him ‘as the Son of man,’ as Christ had not yet taken upon
him our flesh. And we must remark that saying of Paul’s: ‘When the fulness
of time was come, God sent his Son, made of a woman.’ (Gal. 4:4.) Christ then
began to be a man when he appeared on earth as Mediator, for he had not
assumed the seed of Abraham before he was joined with us in brotherly union.
This is the reason why the Prophet does not pronounce Christ to have been ‘man’
at this period, but only ‘like man;’ for otherwise he had not been that Messiah
formerly promised under the Law as the son of Abraham and David. For if from
the beginning he had put on human flesh, he would not have been born of these
progenitors. It follows, then, that Christ was not a man from the
beginning, but only appeared so in a figure. ... This was a symbol,
therefore, of Christ’s future flesh, although that flesh did not yet exist” [=
Sekarang kita harus melihat mengapa ia menggunakan kata ‘seperti’ Anak manusia;
... sang Nabi berkata ‘Ia muncul / kelihatan’ baginya ‘seperti Anak manusia’, karena
Kristus belum mengambil bagiNya daging kita. Dan kita harus memperhatikan
kata-kata Paulus itu: ‘Pada waktu kegenapan waktunya tiba, Allah mengutus
AnakNya, dibuat dari seorang perempuan’. (Gal 4:4). Maka Kristus mulai menjadi
/ adalah manusia ketika Ia muncul di bumi sebagai Pengantara, karena Ia
belum mengambil benih / keturunan Abraham sebelum Ia digabungkan dengan kita
dalam persatuan persaudaraan. Ini adalah alasan mengapa sang Nabi tidak
mengumumkan bahwa Kristus sudah adalah ‘manusia’ pada masa ini, tetapi hanya ‘seperti
manusia’; karena kalau tidak, maka Ia bukanlah Mesias itu yang sebelumnya
dijanjikan di bawah hukum Taurat sebagai anak / keturunan Abraham dan Daud. Karena
seandainya dari semula Ia telah mengenakan daging manusia, Ia tidaklah
dilahirkan dari para nenek moyang ini. Maka akibatnya adalah bahwa Kristus
bukanlah seorang manusia dari semula, tetapi hanya terlihat demikian dalam
suatu bentuk tubuh manusia. ... Karena itu, ini adalah suatu simbol, dari
daging Kristus yang akan datang, sekalipun daging itu belum ada / belum
mempunyai keberadaan].
Gal 4:4 - “Tetapi setelah
genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang
perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.”.
3) Ibr
13:8 - “Yesus Kristus tetap sama, baik
kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”.
Ayat ini dianggap menunjukkan ketidakberubahan Yesus.
Kalau manusia Yesus mempunyai titik awal / tidak kekal, maka Yesusnya berubah,
dari Allah saja, menjadi sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.
Jawab:
a) Kebanyakan
penafsir menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dengan tidak berubah dalam ayat ini
bukanlah Yesusnya sendiri ataupun existensiNya, tetapi hal-hal lain tentang
Yesus, seperti kedaulatanNya, pemerintahanNya, hubunganNya / sikapNya kepada
kita yang adalah orang-orang percaya, dsb.
Calvin (tentang Ibr 13:8): “‘Jesus Christ
the same,’ etc. The only way by
which we can persevere in the right faith is to hold to the foundation, and not
in the smallest degree to depart from it; for he who holds not to Christ knows
nothing but mere vanity, though he may comprehend heaven and earth; for in
Christ are included all the treasures of celestial wisdom. This then is a
remarkable passage, from which we learn that there is no other way of being
true, wise than by fixing all our thoughts on Christ alone. Now as he is
dealing with the Jews, he teaches them that Christ had ever possessed the
same sovereignty which he holds at this day; ‘The same,’ he says, ‘yesterday,
and today, and forever.’ By which words he intimates that Christ,
who was then made known in the world, had reigned from the beginning of the
world, and that it is not possible to advance farther when we come to him.
‘Yesterday’ then comprehends
the whole time of the Old Testament; and that no one might expect a sudden
change after a short time, as the promulgation of the Gospel was then but
recent, he declares that Christ had been lately revealed for this very end,
that the knowledge of him might continue the same for ever. It hence appears
that the Apostle is not speaking of the eternal existence of Christ, but of
that knowledge of him which was possessed by the godly in all ages, and was the
perpetual foundation of the Church. It is indeed certain that Christ
existed before he manifested his power; but the question is, what is the subject
of the Apostle. Then I say he refers to quality, so to speak, and not to
essence; for it is not the question, whether he was from eternity with the
Father, but what was the knowledge which men had of him. But the
manifestation of Christ as to its external form and appearance, was indeed
different under the Law from what it is now; yet there is no reason why the
Apostle could not say truly and properly that Christ, as regarded by the
faithful, is always the same.” (= ).
Matthew Henry (tentang Ibr 13:8): “First, From the immutability and eternity of the
Lord Jesus Christ. Though their ministers were some dead, others dying, yet the
great head and high priest of the church, the bishop of their souls, ever
lives, and is ever the same; and they should be stedfast and immovable, in
imitation of Christ, and should remember that Christ ever lives to observe
and reward their faithful adherence to his truths, and to observe and punish
their sinful departure from him. Christ is the same in the Old-Testament
day, in the gospel day, and will be so to his people for ever.” (= ).
Adam Clarke (tentang Ibr 13:8): “‘Jesus Christ
the same yesterday.’ In all past times there was no way to the holiest but
through the blood of Jesus, either actually shed, or significantly typified. Today
- he is the lamb newly slain, and continues to appear in the presence of God
for us. Forever - to the conclusion of time, he will be the way, the truth, and
the life, none coming to the Father but through him; and throughout eternity, eis tous aioonas, it will appear that all glorified human spirits
owe their salvation to his infinite merit. This Jesus was thus witnessed of
by your guides, who are already departed to glory. Remember HIM; remember them;
and take heed to yourselves.”
(= ).
Barnes’ Notes (tentang Ibr 13:8): “‘Jesus Christ the same yesterday ...’ As this stands
in our common translation, it conveys an idea which is not in the original. It
would seem to mean that Jesus Christ, the unchangeable Saviour, was the end or
aim of the conduct of those referred to, or that they lived to imitate and
glorify him. But this is by no means the meaning in the original. There it
stands as an absolute proposition, that ‘Jesus Christ is the same yesterday,
today, and forever;’ that is, that he is unchangeable. The evident design of
this independent proposition here is, to encourage them to persevere by showing
that their Saviour was always the same; that he who had sustained his people in
former times, was the same still, and would be the same forever. The argument
here, therefore, for perseverance is founded on the ‘immutability’ of the
Redeemer. If he were fickle, vacillating, changing in his character and
plans; if today he aids his people, and tomorrow will forsake them; if at one
time he loves the virtuous, and at another equally loves the vicious; if he
formed a plan yesterday which he has abandoned today; or if he is ever to be a
different being from what he is now, there would be no encouragement to effort.
Who would know what to depend on? Who would know what to expect tomorrow? For
who could have any certainty that he could ever please a capricious or a
vacillating being? Who could know how to shape his conduct if the principles of
the divine administration were not always the same? At the same time, also, that this passage furnishes the strongest
argument for fidelity and perseverance, it is an irrefragable proof of the
divinity of the Saviour. It asserts immutability - sameness in the past, the
present, and to all eternity but of whom can this be affirmed but God? It would
not be possible to conceive of a declaration which would more strongly assert
immutability than this.” (= ).
Pulpit Commentary (tentang Ibr 13:8): “Ver. 8 must be taken as a
distinct appended sentence, the watchword on which the preceding exhortation is
based. Its drift is that, though successive generations pass away, Jesus
Christ remains the same - the Savior of the living as well as of the departed,
and the Savior of all to the end of time. It
may be here observed that, though his eternal Deity is not distinctly expressed
- for ‘yesterday’ does not of necessity reach back to past eternity - yet the
sentence can hardly be taken as not implying it. For his unchangeableness is
contrasted with the changing generations of men, as is that of Jehovah in the
Old Testament (e.g. in Ps 90:2-4), and surely such language would not have been
used of any but a Divine Being.” (= ).
Catatan:
dalam bagian yang saya beri garis bawah ganda dari kutipan dari Barnes maupun
Pulpit Commentary, terlihat bahwa mereka juga menerapkan ketidak-berubahan itu
kepada diri Yesus sendiri, dan mereka gunakan untuk membukitkan keilahian
Yesus. Jelas mereka tidak menerapkan hal itu kepada manusia Yesus! Kita memang
tidak bisa memisahkan Yesus sebagai manusia dan Yesus sebagai Allah,
tetapi kita bisa membedakannya.
b) Kalau
ayat ini mau diterapkan kepada diri dari Yesusnya, maka kita harus
menerapkannya kepada Yesus sebagai Allah, bukan kepada Yesus sebagai manusia.
Sebagai manusia Dia jelas berubah, baik fisikNya maupun pengetahuan / hikmatNya
(Luk 2:40,52)!
Luk 2:40,52 - “(40)
Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan
kasih karunia Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar
dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan
manusia.”.
William Hendriksen (tentang Luk 2:40): “By and large it resembled the development of any other normal
child. This brings to mind Heb. 4:15, ‘one who has been in every respect
tempted as we are.…’ ... The finite character of Christ’s human nature is
sometimes denied. For example, when it is suggested that even when he was a man
there were certain things which, according to his human nature, Jesus did not
know, some devout believers are shocked. Are they forgetting such clear
passages as Matt. 24:36; Mark 5:32; 11:13; Luke 8:45? The present passage too
shows very clearly that according to his human nature there were certain things
which the child Jesus did not know from the start. He had to learn them. He had
to grow up, and this not only physically but also mentally, etc. In a sense did
not the process of learning continue throughout his life? See Heb. 5:8. Those
who deny this are in danger of acquiring the mentality that must have marked the
authors of certain apocryphal writings. These picture Jesus as being, even according to his human nature, omniscient and almighty (or at
least nearly so), and this from the very start. Lions and leopards worship him.
The infant Jesus says to a palm, ‘Bend down and refresh my mother with your
fruit,’ and it does so immediately. At five years of age Jesus models twelve
sparrows out of soft clay. He claps his hands and the sparrows become alive and
fly away, etc., etc. All this is clearly contrary to the pleasing reticence
that marks Luke 2:40.” [=
Pada umumnya itu (perkembangan bayi Yesus) menyerupai
perkembangan dari anak normal manapun. Ini mengingatkan pada Ibr 4:15,
‘seseorang yang telah dicobai dalam segala hal seperti kita ...’ ... Karakter
yang terbatas dari hakekat manusia Kristus kadang-kadang disangkal. Sebagai
contoh, pada waktu diusulkan / ditunjukkan bahwa bahkan pada waktu Ia adalah
seorang manusia, ada hal-hal tertentu yang, sesuai dengan hakekat manusiaNya, yang
Yesus tidak tahu, sebagian orang-orang percaya yang saleh kaget. Apakah mereka
lupa text-text yang jelas seperti Mat 24:36; Mark 5:32; 11:13; Luk 8:45? Text
saat ini juga menunjukkan dengan jelas bahwa menurut hakekat manusiaNya ada
hal-hal yang anak Yesus tidak tahu dari awal. Ia harus bertumbuh, dan ini bukan
hanya secara fisik tetapi juga secara mental / pikiran, dsb. Dalam arti
tertentu tidakkah proses belajar berlanjut sepanjang hidupNya? Lihat Ibr 5:8.
Mereka yang menyangkal ini ada dalam bahaya mendapatkan mentalitas yang pasti
telah menandai pengarang-pengarang dari tulisan-tulisan Apocrypha tertentu.
Tulisan-tulisan ini menggambarkan Yesus, bahkan menurut hakekat manusiaNya,
sebagai maha tahu dan maha kuasa (atau setidaknya hampir demikian), dan ini
sejak permulaan yang paling awal. Singa-singa dan macan-macan tutul
menyembahNya. Bayi Yesus berkata kepada sebuah pohon palm, ‘membungkuklah dan
segarkan ibuKu dengan buahmu’, dan pohon itu segera melakukan demikian. Pada
usia lima tahun
Yesus membuat / membentuk 12 burung pipit dari tanah liat yang lembut. Ia bertepuk
tangan dan burung-burung pipit itu menjadi hidup dan pergi terbang, dsb., dsb.
Semua ini secara jelas bertentangan dengan sikap diam yang menyenangkan yang
menandai Luk 2:40.].
Mat 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu,
malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.
Mark 5:32 - “Lalu Ia memandang sekelilingNya untuk melihat
siapa yang telah melakukan hal itu.”.
Mark 11:13 - “Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia
mendekatinya untuk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu.
Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja,
sebab memang bukan musim buah ara.”.
Luk 8:45 - “Lalu kata Yesus: ‘Siapa yang menjamah Aku?’ Dan karena tidak
ada yang mengakuinya, berkatalah Petrus: ‘Guru, orang banyak mengerumuni dan
mendesak Engkau.’”.
Ibr 5:8 - “Dan sekalipun Ia adalah Anak,
Ia telah belajar menjadi taat
dari apa yang telah dideritaNya,”.
William Hendriksen (tentang Luk 2:40): “Luke writes, ‘And the child continued to grow … being (or
becoming) filled with wisdom.’ He uses the present tense of the participle,
indicating that this development in wisdom was a gradual, day by day, process. What
is meant by wisdom? That it includes knowledge is clear. But it far surpasses
knowledge. It implies the ability and the desire to use this knowledge to the
best advantage.” (= Lukas
menulis, ‘Dan Anak itu terus bertumbuh ... menjadi diisi / dipenuhi dengan
hikmat’. Ia menggunakan tensa present dari participle, menunjukkan bahwa
perkembangan dalam hikmat ini merupakan suatu proses bertahap, hari demi hari. Apa
yang dimaksudkan dengan ‘hikmat’? Bahwa itu mencakup pengetahuan adalah jelas.
Tetapi itu jauh melampaui pengetahuan. Itu secara tak langsung menunjuk pada
kemampuan dan keinginan untuk menggunakan pengetahuan ini pada manfaat yang
terbaik.).
-bersambung-
Catatan kaki :
(1) : Saya baru ditelpon oleh Pdt Ruslan, yg pernah menjabat ketua sinode GKA, dan yang sekarang ini adalah Ketua Departemen Theologia di GKA, dan ia menjelaskan bahwa kata-kata tentang 2 natur yang dari kekal sampai kekal itu memang salah, dan kesalahan itu SUDAH disadari sejak awal. Dalam Sidang Sinode, hal itu sudah dinyatakan sebagai salah, dan disetujui untuk diubah, dan sekarang hanya tinggal menunggu keputusan perubahannya secara resmi.
BACA SELENGKAPNYA:
Manusia Yesus Tidak Kekal !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar