Minggu, 03 Februari 2013

FIRDAUS: KEHIDUPAN ABADI SETELAH KEMATIAN


Oleh: Albert Rumampuk



Saksi Yehuwa dalam sebuah bukunya berkata: “Jadi, orang mati tidak tahu apa-apa, tidak aktif. Sewaktu menjatuhkan hukuman terhadap Adam, Allah menyatakan, ‘Engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.’ (Kej 3:19) Sebelum Allah membentuk Adam dari debu tanah dan memberinya kehidupan, ia tidak ada… Ketika Adam mati, ia kembali ke keadaan itu. Hukumannya adalah kematian – bukan perpindahan ke alam lain. Ketika Adam mati, apa yang terjadi dengan jiwanya? Nah, ingatlah bahwa dalam Alkitab kata ‘jiwa’ seringkali memaksudkan seseorang. Jadi, apabila kita mengatakan bahwa Adam mati, kita mengatakan bahwa jiwa yang bernama Adam itu mati (1)

Kutipan tulisan dari sekte sesat ini, menunjukkan bahwa mereka percaya pada saat seseorang mati, orang itu / jiwanya menjadi “tidak ada”. Jiwa orang yang telah meninggal itu tidak berkelanjutan / berpindah ke “alam yang lain”. Dibagian lain dari tulisannya, mereka berpendapat bahwa orang-orang yang "tidak adil-benar / jahat", akan dicampakkan ke “danau api”, yang melambangkan “pembinasaan total,” - lenyap selama-lamanya. Jadi, pada prinsipnya, setelah kematian seseorang (orang kafir), mereka nantinya akan musnah, habis perkara! Lalu bagaimana dengan orang benar? Sekte ini percaya bahwa penghuni sorga hanya 144.000 orang saja yang dipilih diantara pengikut Kristus, dimulai dari para rasul yang setia (Luk 22:28-30; Yoh 14:2, 3; Penyingkapan 7:4; 14:1, 3). Sisanya (mayoritas penghuni dunia), akan tinggal dibumi yang baru / yang disempurnakan, yang disebut “Firdaus”. (2)

Saya sengaja mengutip tulisan Saksi Yehuwa ini dengan tujuan untuk mengkaji tiga hal: 1) Menurut Kitab Suci, Kemanakah jiwa / roh seseorang saat meninggal? Musnah, tetap hidup atau dimana? 2) Apakah yang dimaksudkan dengan istilah “Firdaus” itu? 3) Bagaimana caranya agar seseorang memperoleh / masuk ke dalam “Firdaus”? Untuk menjawab ketiga hal ini, saya menggunakan teks dalam Lukas 23:43 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”


Kematian adalah sebuah perpindahan tempat

Luk 23:43, merupakan jawaban Yesus atas permohonan seorang penjahat yang disalibkan bersama-Nya. Penjahat itu meminta agar Yesus mengingatnya saat Dia datang kembali. Mengapa dia bermohon seperti itu? Mungkin dia tahu bahwa tidak lama lagi dia akan mati, sehingga membuatnya menjadi takut dan sadar akan dosanya (bdk. ayat 40-41). Alkitab mencatat bahwa Yesus dan penjahat tersebut memang mati pada hari itu. Tetapi bagaimana tanggapan Yesus atas permintaannya itu? Yesus tidak menjawabnya dengan berkata: “sesungguhnya hari ini juga jiwamu akan musnah bersama-sama dengan Aku”, namun Ia menjanjikan Firdaus. Istilah “Firdaus” disini, bukan bicara tentang suatu tempat dibumi dimana nanti Yesus dan penjahat itu akan dikuburkan. “Firdaus” bukan “kuburan” (tempat jasad yang membusuk), tetapi menunjuk pada sebuah lokasi dimana kehidupan akan terus berlangsung. Saat seseorang menghembuskan nafas terakhirnya, secara fisik dia memang mengalami kematian (dikubur), tetapi jiwa / rohnya terus hidup. Ini setidaknya dijelaskan dengan kata-kata “debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah…” (Pkh 12:7) atau “… takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat 10:28). Kedua ayat ini menjelaskan bahwa jiwa manusia itu tidak akan pernah lenyap / habis, namun akan terus ada. Jiwa / roh orang-orang yang menolak Kristus tidak akan musnah, mereka akan ada secara konsisten di neraka (2 Tes 1:8-9; Way 21:8). Baik orang-orang yang percaya maupun yang tidak percaya, akan terus ada sampai selamanya (Mat 25:46).

Pandangan adanya kehidupan setelah tubuh yang fana ini mati, setidaknya diyakini oleh manusia pada umumnya. Tidak terkecuali Sokrates, aliran Brahmanisme, Hinduisme, Budhisme, Konfusianisme, Islam, dsb, semua percaya bahwa ada hidup setelah mati.(3) Kematian bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi merupakan perpindahan tempat. Luk 23:43 adalah bukti tegas akan adanya kehidupan setelah kematian. Saat mati, Yesus dan penjahat itu segera berpindah ke Firdaus!


Firdaus: sebuah tempat penantian, bumi yang disempurnakan atau surga?

Sekalipun para teolog umumnya sepakat akan adanya kehidupan setelah kematian, tetapi tetap saja ada perbedaan pandangan terkait dengan keberadaan jiwa / roh orang yang telah meninggal tersebut. Ada yang berpendapat bahwa rohnya akan berada disuatu tempat penantian sementara yang biasa ditafsirkan menunjuk pada "Sheol / Hades". Disanalah mereka (baik yang percaya atau yang tidak beriman pada Kristus) akan berada sambil menanti kebangkitan. Yang lain berpendapat bahwa setelah kematian, jiwa / roh  seseorang akan langsung ke sorga atau neraka. Teori pertama biasanya dianut oleh para Dispensasionalis, namun pandangan yang kedua dianut oleh kelompok Calvinist.

Istilah Sheol (dalam PL) atau Hades (PB) yang diterjemahkan “dunia orang mati” (Mis: Kej 44:31 dan Mat 11:23), menurut sebagian teolog, diklaim mempunyai dua bagian: “Firdaus” (atau disebut juga ‘pangkuan Abraham’ – Luk16:22), tempat orang-orang benar, dan bagian lainnya yang diperuntukan bagi mereka yang tidak percaya pada Kristus.

Henry C. Thiessen: “Secara tidak langsung, Perjanjian Baru nampaknya mengajarkan adanya dua ruangan di Hades, satu ruangan untuk orang-orang benar dan satu ruangan untuk orang-orang fasik. Ruangan untuk orang-orang benar dinamakan Firdaus; sedangkan ruangan untuk orang-orang fasik tidak bernama, tetapi digambarkan sebagai tempat penyiksaan.” (4)

Thiessen: “… Mereka akan pergi ke Firdaus, tetapi Firdaus itu kini berada diatas (II Kor 12:2-4). Ada kemungkinan bahwa ketika Kristus bangkit, Ia tidak hanya membawa bersama Dia buah sulung manusia yang dibangkitkan-Nya secara jasmaniah (Mat 27:52, 53), namun juga jiwa semua orang benar yang berada di Hades.” (5)

Charles F. Baker: “… sheol-hades sekadar berarti dunia yang tidak kelihatan (ini arti harfiah hades), dan bahwa dunia tidak kelihatan ini terbagi dalam dua bagian, Firdaus atau pangkuan Abraham dan suatu bagian lain untuk orang-orang tidak percaya yang meninggal…” (6)

Baker: “… Sebagian orang lebih lanjut percaya bahwa Kristus dalam kemenangan-Nya atas kematian telah membawa Firdaus dengan semua penghuninya ke surga tingkat yang ketiga.” (7)

Kedua teolog Dispensasional ini kelihatannya menganut pandangan bahwa “Firdaus” yang ada di Hades, ternyata bukanlah bersifat tetap, tapi sementara. “Firdaus” bukan “surga,” tapi sebuah tempat yang setelah Kristus bangkit, itu dipindah ke “surga”.

Sebelum masuk ke “surga” atau “neraka”, orang-orang di jaman PL dan PB sebelum kebangkitan Kristus, mereka akan masuk ke tempat penantian yang disebut  “Sheol / Hades” dimana “Firdaus” berada.Yang menjadi pertanyaan saya adalah, apa tujuan Tuhan menempatkan manusia di tempat “penantian” seperti itu? Benarkah Alkitab mengisyaratkan adanya tempat “penantian sementara”? Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita meninjau istilah “Firdaus” itu sendiri yang akan menjadi penekanan saya disepanjang tulisan ini.

Firdaus, adalah kata dari bahasa Persia kuno (pairidaeza) yang berarti “taman yang dikelilingi tembok”. Sedangkan kata PARADEISOS (istilah Yunani), “pertama sekali dipakai oleh Xenofon untuk taman dari raja-raja Persia.” (8)

Dalam Kitab Suci, kata Firdaus / PARADEISOS, digunakan sebanyak tiga kali, yaitu dalam Luk 23:43; 2 Kor 12:4 dan dalam Wah 2:7. Apa arti kata “Firdaus” menurut Alkitab? Sebelum membahas Luk 23:43, mari kita lihat dua ayat yang lainnya.

  • 2 Kor 12:2-4. “Aku tahu tentang seorang Kristen; empat belas tahun yang lampau--entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya--orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. [3] Aku juga tahu tentang orang itu, --entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya— [4] ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia.”

    Para penafsir umumnya berpendapat bahwa di ayat ini, Paulus sedang membicarakan dirinya sendiri sebagai seorang Kristen yang diangkat ke sorga. Rogers berkata “Paulus menggunakan cara dari para Rabi Yahudi yang memiliki kebiasaan dalam menggunakan kata ganti impersonal ‘seseorang’ untuk mengungkapkan dirinya sendiri. Karena itu, yang dimaksud dengan seseorang didalam Kristus yang diangkat ke sorga dalam ayat tersebut adalah Paulus sendiri.”(9) Setelah Paulus katakan bahwa “orang Kristen” itu diangkat ke “sorga”, di ayat keempat dia kemudian memperjelas bahwa orang yang diangkat ke “Firdaus” itu (disini Paulus mengganti kata “sorga” dengan “Firdaus”), sedang “mendengar kata-kata yang tak terkatakan.” Jadi, Paulus sebetulnya sedang mengidentikan kata “Firdaus” dalam ayat keempat, dengan kata “sorga” diayat pertama.
  • Wah 2:7 “Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah."

    Ini adalah teks selanjutnya yang mencatat kata “Firdaus”. Ayat ini berkata bahwa “pohon kehidupan” ada di “taman Firdaus”. Dimanakah “taman Firdaus” itu? Jika kita melihat dalam Wah 22:2;14 dan 19, maka disana terdapat kata-kata “pohon kehidupan” dan konteks menunjukkan bahwa pohon tersebut terdapat di “kota kudus / Yerusalem baru,” dimana terdapat tahta Allah, penyembahan dan pemerintahan yang kekal (Wah 22:3, 5). Tidak akan ada penderitaan di dalamnya (Wah 21:4), dan    “… Hanya mereka yang namanya tertulis di dalam kitab kehidupan Anak Domba” yang akan masuk ke sana (Wah 21:27b). Penggambaran tentang “Yerusalem baru” ini, dikontraskan dengan “lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang” yang akan diterima bagi mereka yang tidak percaya (Wah 21:8; 20:15). Sepertinya cukup jelas, “kota kudus” yang dimaksudkan dalam ayat 2, 14 dan 19, menunjuk pada surga. Jadi, “taman Firdaus” yang tertulis dalam Wah 2:7, rasanya identik dengan surga.

    Namun ada sebuah kritik. Jika memang “Yerusalem baru” itu adalah surga, mengapa dikatakan bahwa kota kudus itu “turun dari surga” (Wah 21:2)? Witness Lee menafsirkan frasa ini bahwa tempat kediaman kekal setiap orang percaya adalah di “Yerusalem baru” di “bumi yang baru” bukan di “surga”. (10) Ini mirip dengan pandangan Saksi Yehuwa yang juga beranggapan bahwa mayoritas orang-orang yang “adil-benar” akan tinggal di “bumi yang baru” bukan di surga. Pendapat seperti ini tentunya akan bertentangan dengan 2Kor 5:1 - “Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu TEMPAT KEDIAMAN YANG KEKAL, yang tidak dibuat oleh tangan manusia”. KJV menyebutkan “eternal in the heavens” (kekal di surga). Ayat ini mencatat bahwa pada saat orang percaya meninggal, dia akan langsung ke surga (bukan di bumi), tempat kediaman yang abadi (bukan sementara). Bandingkan juga dengan pernyataan Paulus yang lain yang menyebut setiap pengikut Kristus sebagai “warga surga” bukannya “warga dunia” (Flp. 3:20). Jadi, tidak mungkin setelah kita ada di surga, lalu kemudian turun kembali ke bumi.

    Kedua, Jika kita melihat ayat selanjutnya (Wah 21:3) disitu ada kata-kata “kemah Allah,” tempat dimana Allah tinggal. “Kemah Allah” adalah istilah yang muncul setelah istilah “kota kudus” dan “Yerusalem baru” (dalam Wah 21:2). Setelah Yohanes “melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga…,” Lalu muncul kalimat: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka…” Kata “Kemah” (Yunani: skene), adalah kata yang persis sama dengan Ibr 8:1, 2 – “[1] Inti segala yang kita bicarakan itu ialah: kita mempunyai Imam Besar yang demikian, yang duduk di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga, [2] dan yang melayani ibadah di tempat kudus, yaitu di dalam kemah sejati, yang didirikan oleh Tuhan dan bukan oleh manusia.” Alkitab versi BIS menyebut kata-kata “kemah sejati” sebagai “Kemah Tuhan yang sejati”. Konteks menunjukkan bahwa “kemah” itu didirikan oleh Tuhan, bukan manusia. Itu disebut sebagai “tempat kudus,” dimana Allah “bertahtah” dan Imam Besar (Yesus) ada disana, di surga (Ibr 8 :1). Menurut saya, kata-kata “surga,” “tempat kudus,” dan “kemah sejati,” pada dasarnya adalah istilah-istilah yang mempunyai makna yang sama; itu menunjuk pada tempat dimana Allah hadir / tinggal. Intinya adalah, Alkitab selalu mencatat keberadaan / tempat tinggal Allah di surga dan bukan di bumi (bdk. Maz 2:4; 11:4; 1 Raj 8:30; Mat 6:9; Luk 11:13; Ef 6:9; Ibr 8:1, 2).

    Ketiga, Alkitab mencatat bahwa orang percaya akan mendapat upah di surga, bukan di bumi (Mat 5:12; 1 Ptr 1:4). Orang-orang pilihan-Nya dikatakan “menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu” (1 Ptr 1:4). Suatu “bagian” (KJV: “inheritance” [warisan]) akan diterima oleh setiap anak Allah di surga, dan itu berlangsung kekal / tidak berubah. Bahwa “Yerusalem baru / kota kudus” adalah surga, mungkin bisa terlihat dalam Ibr 11:16 - “Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” Tempat tinggal dari setiap orang percaya menurut penulis Ibrani, itu disebut “kota,” dan itu adalah “tanah air surgawi” (Bdk. Ibr 12:22).

    Jika demikian, lalu apa arti frasa “turun dari surga” dalam Wah 21:2? Kata-kata ini tidak boleh diartikan secara berdiri sendiri tetapi harus dilihat secara utuh. Perhatikan kalimat selengkapnya: “Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” “Turun dari surga” tidak boleh dipisahkan dengan kata-kata sesudahnya, yaitu “dari Allah”. Frasa “dari Allah” menurut saya adalah penjelasan / arti dari frasa “turun dari surga”. “Turun dari surga” berarti “berasal dari Allah”. Hal ini mungkin tak akan bisa diterima oleh para penganut “tafsir Literal”. Namun jika ini harus diartikan secara hurufiah, bahwa memang ada sebuah kota yang benar-benar turun dari surga ke bumi, maka ini akan menentang banyak ayat-ayat Kitab Suci yang sudah dijelaskan diatas.

    Memang ada yang memahami bahwa istilah “Yerusalem baru” itu menunjuk pada “gereja,” ini diperlihatkan dengan kata-kata “Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.” (Wah 21:2). Dalam PL, “Yerusalem” biasanya dianggap sebagai Tipe dari “gereja / umat Allah.” “Pengantin perempuan” adalah “mempelai Anak Domba / Kristus” (Wah 21:9). Penafsiran seperti ini memang ada benarnya, tetapi saya lebih condong memahami bahwa itu hanya menggambarkan keintiman / persekutuan yang indah antara Allah dan umatnya di surga (Bdk. Wah 19:1, 7, 8). Tetapi bagaimanapun juga, ini tidak menunjukkan bahwa “Yerusalem baru” berada di bumi.

    Dari seluruh penjelasan diatas, saya menyimpulkan bahwa istilah-istilah “Yerusalem baru”, “kota kudus”, dan “kemah Allah” dalam Wahyu 21, itu sangat mungkin menunjuk pada / di  “surga” dan “surga” adalah istilah lain untuk “Firdaus”. Tempat tinggal kekal orang percaya itu, berasal dari Allah dan diberikan kepada umat-Nya, dimana Allah akan diam bersama-sama dengan mereka (Wah 21:3), dan mereka akan ada disana, bersekutu dengan-Nya, dan memerintah sampai selama-lamanya (Wah 22:5).
Sekarang kita kembali pada Luk 23:43. Disana Yesus menjanjikan “Firdaus” kepada penjahat itu. Dimanakah lokasi “Firdaus” tersebut? Mungkinkah di tempat penantian sementara / Hades? Jika kita membandingkannya dengan 2 Kor 12:2-4, maka terang sudah bahwa kata “Firdaus” itu sebetulnya merupakan istilah lain untuk surga. Tetapi bagaimana kita bisa memastikannya? Bukankah Luk 23:43 adalah ayat yang berbeda dengan 2 Kor 12:2-4? Jika saudara tidak puas terhadap dua teks tentang kata Firdaus yang sudah dijelaskan diatas, maka mari kita melihat konteks dalam Luk 23:43. Perhatikan, setelah Yesus menjanjikan Firdaus kepada penjahat yang akan mati bersamaNya pada hari itu, Yesus lalu “berseru dengan suara nyaring: ‘Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.’ Dan sesudah berkata demikian “Ia menyerahkan nyawa-Nya.”  (Luk 23:46). Kata “nyawa” diayat ini, berasal dari kata Yunani PNEUMA yang berarti “roh”. Kematian Yesus adalah sebuah “penyerahan roh,” bukan karena penyiksaan / penyaliban oleh para tentara Romawi. Disini Yesus menyerahkan rohNya kepada Bapa bukan kepada yang lainnya. Karena Bapa itu ada di sorga (Bdk. Mat 6:9 – “Bapa kami yang di sorga”), maka roh Yesus pasti juga ke sorga. Saat mengomentari Luk 23:43, Wycliffe berkata: “Firdaus merupakan istilah Persia kuno untuk sebuah taman atau tempat yang indah. Istilah itu kemudian menjadi nama untuk tempat tinggal Allah (bdg. II Kor. 12:4).”(11)  Jadi, saat mati, roh Yesus dan penjahat itu tidak pergi kemana-mana, tidak ke “tempat penantian,” tidak ke “kerajaan maut / neraka,” tidak kemanapun juga, tetapi mereka ada di Firdaus / surga!

Namun ada sebuah keberatan. Jika memang roh Yesus pergi ke surga setelah kematian-Nya di salib, bagaimana dengan Ef 4:9, yang menerangkan saat kematian-Nya, Yesus turun ke bagian bumi yang paling bawah (Hades)?(12)  Ryrie menerangkan bahwa “frasa ‘dari bumi’ boleh jadi adalah sebuah frasa keterangan tambahan, yang berarti bahwa Kristus turun (pada saat inkarnasi-Nya) ke dalam bagian yang paling rendah (dari jagad raya) yaitu bumi.”(13) Budi Asali juga menjelaskan ayat ini dengan berkata “bandingkan dengan Yoh 3:13. ‘Turun’ adalah inkarnasi, ‘naik’ adalah naik ke surga. ‘Bagian bumi yang paling bawah’ adalah bumi (bdk. Maz 139:15).”(14) Disamping itu, jika kita menafsirkan bahwa Yesus turun ke Hades (tempat penantian), maka ini akan menentang Luk 23:46.

Argumentasi lain yang seringkali digunakan oleh para penganut “tempat penantian” adalah dengan menyodorkan teks dalam Luk 16:19-31. Diayat 23 tercatat ada seorang kaya yang setelah meninggal, dia berada di “Hades” (alam maut). Berbeda dengan orang kaya ini, Lazarus si miskin justru berada di “pangkuan Abraham”. Seperti yang sudah saya kutip diatas, disini Thiessen lalu menyimpulkan bahwa Perjanjian Baru secara implicit mengajarkan adanya dua ruangan di Hades. Benarkah demikian? Jika kita teliti dengan seksama, sebetulnya justru terlihat jelas adanya perbedaan posisi / tempat antara orang kaya dengan Lazarus: [1] Ketika mati, Lazarus berada di “pangkuan Abraham” (NASB: “bosom” [dada]), tetapi orang kaya itu ada di “alam maut” (Hades). [2] Istilah “Hades” dalam PB digunakan sebanyak sepuluh kali (Mat 11:23; 16:18; Luk 10:15; 16:23; Kis 2:27,31; Wah 1:18; 6:8; 20:13, 14) dan tidak pernah menunjuk pada “surga sementara” atau “Firdaus”. Biasanya istilah “Hades” digambarkan dengan “turun” bukan “naik / diatas” (mis: Mat 11:23 dan Luk 10:15), ini dikontraskan dengan posisi surga yang ada “diatas” (Bdk. Yoh 3:13; 6:33, 38, 41, 42, 50, 51; Kis 1:11; 2:34; Rom 10:6, dsb). Kitab Suci mencatat bahwa orang kaya itu berada di Hades, ini berbeda dengan posisi Lazarus yang ada “jauh” di atas Hades (Luk 16:23). [3] Konteks menunjukkan bahwa orang kaya itu sedang “menderita sengsara di alam maut” (ayat 23), dan ini tentunya bicara tentang “neraka” (lihat juga ayat 24 dan 25). Perhatikan, orang kaya itu “menderita sengsara,” “sangat kesakitan dalam nyala api,” dan “sangat menderita” di dalam “Hades”. Tetapi berbeda dengan Lazarus, dia ada di “pangkuan Abraham” (bersama Abraham, bukan di Hades!). Kita tahu bahwa Abraham ada disurga (Bdk. Mat 8:11), maka Lazarus juga pasti di surga.


Jika memang penafsiran “keadaan sementara” antara kematian dan kebangkitan itu salah, dan Firdaus itu bukan di Hades, lalu bagaimana dengan anggapan Saksi Yehuwa bahwa “Firdaus” itu bukan “surga”, tetapi menunjuk pada “bumi yang baru”? Diatas sudah dijelaskan bahwa ada cukup dukungan dari Kitab Suci dimana orang yang beriman akan hidup secara kekal di surga dan bukan di bumi. Disini, saya akan menunjukkan ketidakjujuran dari sekte sesat ini, pada saat mereka mengubah terjemahan yang benar dari Kitab Suci. Karena sekte ini percaya bahwa “Firdaus” ada setelah peristiwa kebangkitan, maka Luk 23:43 adalah teks yang ampuh untuk menghancurkan argument mereka tersebut. Mengapa demikian? Karena ternyata si penjahat yang diceritakan dalam teks itu sudah ada bersama-sama dengan Yesus di dalam Firdaus sebelum adanya kebangkitan. Tetapi untuk menghindari hal ini, para Saksi Yehuwa kemudian mengubah kata-kata dalam Luk 23:43 menjadi “Dan dia mengatakan kepada-nya, ‘Dengan sungguh-sungguh aku mengatakan kepadamu hari ini: Engkau akan bersamaku di Firdaus.” (15)  Bandingkan dengan terjemahan yang benar (LAI) “Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’” Jika terjemahan LAI mencatat bahwa “hari ini” Yesus dan penjahat itu ada di Firdaus, maka Saksi Yehuwa memelintir bahwa kata-kata “hari ini” bukan saat dimana Yesus dan penjahat ke “Firdaus”, tetapi menunjuk pada “perkataan Yesus” yang Dia katakan pada “hari ini”. Tetapi persoalan masuk / ada di Firdaus, itu akan terjadi nanti. Sadar atau tidak, Saksi Yehuwa sebetulnya sudah menjadikan diri mereka sendiri sebagai sekte penipu!   

Sekarang, sebuah pertanyaan evaluasi: apakah “Firdaus” itu adalah sebuah tempat yang abadi atau sementara? Jika kita sepakat bahwa istilah “Firdaus” dalam PB itu identik dengan “surga”, maka tentu saja dengan mudah kita bisa menjawab bahwa Firdaus adalah tempat yang permanen / kekal. Jawaban ini sekaligus menghasilkan dua konsekwensi: 1) Pandangan bahwa “Firdaus / pangkuan Abraham” awalnya ada di “tempat penantian” (merupakan salah satu bagian dari Sheol / Hades, tempat orang percaya), lalu setelah Kristus bangkit itu dipindahkan ke surga, adalah tidak tepat; 2) Ajaran Saksi Yehuwa yang beranggapan bahwa manusia pada umumnya akan ada di “bumi baru / bumi yang disempurnakan” yang mereka sebut sebagai “Firdaus”, adalah menyesatkan!

Dalam hal ini, saya tidak setuju dengan Thiessen dan Baker, namun lebih sepakat dengan Saksi Yehuwa yang menyimpulkan “Sesungguhnya, ketika Lazarus mati, Yesus Kristus tidak mengatakan bahwa dia ada dalam api penyucian, Limbo (tempat tinggal jiwa-jiwa yang dijauhkan dari surga karena belum menerima pembaptisan Kristen), atau ‘keadaan sementara’ apa pun…”(16) Juga setuju dengan Dr. Ryrie saat dia berkata: “Pangkuan Abraham merupakan suatu frasa perlambang bagi Firdaus atau hadirat Allah. Ini merupakan surga yang dijanjikan Tuhan bagi pencuri yang bertobat (Luk 23:43), bukanlah suatu bagian alam barzakh yang terpisah yang penuh kebahagiaan.… Saya percaya bahwa orang kudus Perjanjian Lama pada saat kematiannya dengan segera pergi ke hadirat Tuhan. Pencuri yang bertobat dijanjikan akan berada di Firdaus pada hari kematiannya (Luk 23:43), dan Firdaus adalah hadirat Tuhan (2 Kor 12:4)…” (17)   


Mengapa seorang bajingan bisa masuk Firdaus?

Ada banyak orang yang berusaha untuk hidup baik dengan harapan agar bisa mencapai surga. Secara sepintas, teori ini kelihatannya seperti masuk akal karena surga memang adalah tempat orang-orang yang baik / suci. Tetapi benarkah ada manusia yang suci? Tentu saja manusia adalah pribadi yang bisa “diidentikan” dengan dosa. Hanya manusia Yesus saja yang suci (Bdk. 2 Kor 5:21). Namun, bisakah manusia masuk surga dengan berlandaskan amal saleh? Bisa, tetapi harus sempurna! Pertanyaannya lagi, adakah manusia yang bisa berbuat baik secara sempurna? Tidak ada! Jadi, bukankah semua manusia pasti akan ke neraka? Ya! Lalu mengapa seorang penjahat yang disalibkan bersama Yesus bisa ke Firdaus??

Pertanyaan ini mungkin akan membingungkan sebagian orang; “Bagaimana mungkin seorang yang jahat bisa masuk surga?,” “Apakah surganya Kristen diperuntukan bagi orang-orang kafir?”. Jika kita melihat seluruh bagian dari peristiwa penyaliban Kristus, maka sedikitnya ada dua kelompok orang yang memberi tanggapan atas fakta sejarah ini. Kelompok yang pertama adalah para prajurit (ayat 36-37), dan kelompok kedua adalah para penjahat itu sendiri (ayat 39-42). Para prajurit merespon dengan berkata "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!" (ayat 37). Tetapi salah seorang penjahat yang disalib disebelah Yesus berkata "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!"  (ayat 39). Kelompok yang pertama mengatakan Yesus adalah “raja” yang lainnya mengatakan Dia adalah “Kristus”. Para prajurit dan penjahat itu kemudian menganjurkan Yesus untuk “menyelamatkan diri-Nya”. Apakah mereka memang benar mempercayai Yesus sebagai seorang “raja” dan “Kristus,” sang penyelamat? Atau benarkah mereka percaya bahwa Yesus sanggup mengadakan mukjizat; menghalau para serdadu Romawi dan turun dari salib? Kelihatannya tidak, karena kata-kata penjahat dan para prajurit itu ternyata hanyalah sebuah “olokkan” atau “hujatan” (ayat 36 dan 39). Tetapi saya tidak mempersoalkan prajurit dan penjahat yang mengejek Yesus itu, namun menyoroti respon dari seorang penjahat lain yang disalibkan bersama Yesus. Sedikitnya ada tiga hal yang dilakukan penjahat tersebut menjelang akhir hayatnya. Pertama, penjahat itu menegor temannya yang menghujat Yesus (ayat 40a); kedua, penjahat itu merasa takut dan sadar akan dosanya (ayat 40-41); ketiga, penjahat itu memohon agar Yesus mengingatnya saat kedatangan-Nya sebagai Raja (ayat 42). Menurut Wycliffe, kata ”berkata (Yunani:elegen) ditulis dalam bentuk waktu imperfect yang berarti bahwa permohonan ini diajukan berulang-ulang.” (18) Ini menunjukkan betapa penjahat itu menjadi sangat gentar / ketakutan, sehingga menyebabkan dia harus bermohon secara terus-menerus kepada Yesus untuk mengingatnya kelak. Dalam komentarnya terhadap Luk 23:42, Witness Lee mengatakan bahwa “Untuk ayat 42-43a, beberapa naskah kuno mencantumkan, Dan dia berkata kepada Yesus, Ingatlah aku Tuhan, ketika Engkau datang dalam kerajaan-Mu.” (19) Dari sini kita melihat bahwa saat ajal akan segera menjemputnya, penjahat ini kemudian berubah total, ia menyadari kesalahannya dan lalu datang pada Kristus. Ini adalah sebuah “pertobatan”. Pada akhirnya Allah menyatakan kasihNya, penjahat itu diberi Firdaus!

Tahukah saudara apa yang telah dilakukan oleh penjahat itu sehingga dia dihukum mati? Alkitab tidak secara mendetail menjelaskannya. Namun Matius menyebut mereka sebagai “penyamun” (Mat 27:44), sebutan yang juga digunakan untuk Barabas (Yoh 18:40). Apa yang dilakukan Barabas? Dia adalah seorang “pemberontak,” “perampok” dan “pembunuh” (Mrk 1:7; Yoh 18:40). Karena kedua orang yang disalib bersama Yesus adalah perampok, kemungkinan mereka adalah anggota kelompok Barabas, dan dengan demikian Yesus menggantikan kedudukan Barabas, demikian pendapat Broadus. (20)  

Sekali lagi, mengapa seorang yang begitu brengsek seperti itu bisa ada bersama Tuhan di Firdaus? Peristiwa ini tentu mengajarkan bahwa kebrengsekan / kejahatan yang dilakukannya dimasa lampau bukan tolok ukur untuk mengklaim bahwa dia pasti akan ke neraka. Kedua, ini juga menunjukkan bahwa amal saleh tidak punya andil sedikitpun dalam keselamatan. Saya percaya ada campur tangan ilahi disini, karena jika tidak, penjahat itu pasti akan dihukum secara kekal. Bajingan itu akhirnya sadar akan dosanya dan menjadi percaya pada Kristus. Iman itulah yang menyebabkannya dianugerahi Firdaus!


Kesimpulan

Kematian bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi merupakan perpindahan tempat.  Firdaus bukan tempat penantian sementara, bukan juga bumi yang disempurnakan, tetapi menunjuk pada surga. Setelah kematian, jiwa / roh manusia, baik yang percaya atau yang tidak percaya akan segera pergi ke sebuah tempat kekal; Firdaus / surga bagi mereka yang beriman, dan neraka bagi mereka yang menolak Kristus. 




Sumber:

(1)   Apa Yang Terjadi Dengan Kita Bila Kita Meninggal? Hal. 22
(2)   Ibid, hal. 27-28
(3)   Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, hal. 589
(4)   Ibid, hal. 591
(5)   Ibid, Hal. 592
(6)   A Dispensational Theology, hal.760
(7)   Ibid, hal. 759. Sekalipun Baker mengutip pendapat orang lain, tapi disepanjang  tulisannya tentang itu, dia tidak menolaknya.
(8)   Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, hal. 315
(9)   Welly Pandensolang, Eskatologi Biblika, hal. 96-97
(10) Lee, Perjanjian Baru versi Pemulihan, hal. 1366
(11) The Wycliffe Bible Commentary, hal. 290
(12) Welly Pandensolang, Eskatologi Biblika, hal. 90
(13) Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, hal. 364
(14) Budi Asali, Eksposisi Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus,
(15) Kitab suci Terjemahan Dunia Baru, Penerbit: Saksi-saksi Yehuwa Indonesia. 2006
(16) Apa Yang Terjadi Dengan Kita Bila Kita Meninggal? Hal. 24
(17) Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2, hal. 364, 365
(18) The Wycliffe Bible Commentary, hal. 290
(19) Lee, Perjanjian Baru versi Pemulihan, hal. 360
(20) The Wycliffe Bible Commentary, hal. 126, [dikutip dari Commentary onMatthew, hlm. 562, 563]

1 komentar:

  1. Artikel yang Bapak buat benar2 jelas dan membuat saya mengerti tentang kebenaran. Tuhan Yesus memberkati

    BalasHapus