Oleh: Pdt. Esra Alfred Soru
Pendahuluan
Pada tanggal 2-3 November 2010 yang lalu di kota Kupang diselenggarakanlah sebuah acara KKR dan Seminar yang menghadirkan pembicara Pdt. Jusuf Roni. Tentu banyak di antara kita yang pernah mendengar nama Pdt. Jusuf Roni, seorang yang pernah populer di kalangan Kristen karena pertobatannya dari seorang Islam yang aktif (bahkan menurut kesaksiannya terlibat aktif dalam penganiayaan terhadap orang Kristen) menjadi seorang Kristen. Ia sempat dipenjara selama 6 tahun sewaktu dia sedang kuliah di Sekolah Tinggi Theologia Institut Injil Indonesia (STT I-3), Batu, Malang. Pendeta Jusuf Roni juga dikenal luas karena begitu banyak kaset khotbah, CD dan buku-buku rohaninya yang dijual di hampir seluruh toko buku Kristen dan terus terang dulu saya adalah seorang pengagum khotbah-khotbah dan buku-bukunya. Dia pertama-tama melayani di Gereja Orthodox Syria, setelah itu keluar dan melayani di Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI), kemudian keluar lagi dan membentuk sinode baru bernama Gereja Kristen Diaspora, lalu kembali lagi ke GKRI, sekarang mendirikan Gereja Kemah Abraham. Saat ini juga dia menjabat sebagai ketua Sekolah Tinggi Theologia “APOSTOLOS” dan Imam al-Kanisah Gereja Kemah Abraham di Jakarta. Jika saya tidak salah, kehadiran Pdt. Jusuf Roni kemarin di wilayah NTT adalah kali ketiganya setelah kali pertama saat saya masih duduk di bangku SD dan kali keduanya saat saya duduk di bangku SMA/SMU.
Ajaran Tritunggalnya Jusuf Roni.
Kehadiran Pdt. Jusuf Roni kali ini di Kupang menarik perhatian saya secara khusus karena memang sudah lama saya mendengar isu tentang miringnya ajarannya tentang doktrin Tritunggal. Saya pun menyempatkan diri untuk hadir dalam acara KKR yang dipimpinnya di hotel Kupang Beach pada tanggal 2 November yang lalu di mana Pdt. Jusuf Roni memberikan khotbahnya yang di Mazmur 120 dengan pembahasannya yang menarik. Memang bagian ini tidak ada hubungan sama sekali dengan doktrin Tritunggal tetapi entah bagaimana hubungannya, tiba-tiba di bagian akhirnya ia pun menyinggung doktrin Tritunggal. Ia lalu menjelaskan doktrin Tritunggal versinya dengan mengatakan bahwa berbicara tentang ketritunggalan Allah itu tidak berbicara tentang keberapaan Allah melainkan kebagaimanaan Allah. Ia lalu menjelaskan bahwa Allahnya orang Kristen itu esa dengan mengutip sejumlah ayat Alkitab lengkap dengan bahasa aslinya seperti Ulangan 6:4 :“SHEMA' YIS'RA'EL ADONAI ELOHEINÛ ADONAI EKHAD” (Dengarkanlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!). Pdt. Jusuf Roni memberikan penjelasan selanjutnya. “Di dalam Allah yang esa itu ada Roh dan Firman. Roh dan Firman tidak diciptakan oleh Allah, sudah ada dalam kekekalan dan keesaan Allah, dua sifat yang mutlak di dalam diri Allah, harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Kalau Roh dan Firman diciptakan oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya roh dan Firman, bagaimana Allah yang tidak punya roh bisa menciptakan roh yang menghidupkan, atau kalau tidak punya firman, dengan firman apa Allah menciptakan firman (Segala sesuatu dijadikan oleh firman)”. Pdt. Jusuf Roni dengan begitu bersemangat menjelaskan ini sambil sekali-kali bertanya kepada pendengarnya “Amin?!” dan semua yang hadir juga menyambutnya dengan “Amin!” termasuk pendeta-pendeta yang hadir di sana.
Terus terang saya penasaran dengan penjelasan Jusuf Roni di atas dan takut saya salah memahami apa yang dia maksudkan, saya lalu membeli salah 1 CD khotbahnya yang yang dijual di hotel Kupang Beach berjudul “10 PRINSIP TENTANG TUHAN” yang membahas Injil Yoh 1:1-18. Dengan seksama saya mendengar seluruh khotbah itu yang adalah penjelasan lebih lengkap dari sedikit cuplikan di dalam khotbahnya di hotel Kupang Beach itu, sehingga akhirnya saya benar-benar memahami maksud dari Jusuf Roni yang adalah pandangan teologianya tentang doktrin Tritunggal. Kalau boleh saya rumuskan dalam bahasa yang lebih sederhana, kira-kira ajaran Tritunggalnya Jusuf Roni sebagai berikut : Sejak dari kekekalan ada 1 PRIBADI (bukan 3) yakni pribadi Allah. Karena Allah itu hidup maka pasti di dalam pribadi Allah yang esa itu ada roh. Keberadaan roh di dalam diri pribadi Allah yang esa itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Mengapa? Karena Allah itu menciptakan kita manusia sebagai makhluk yang mempunyai roh. Bagaimana mungkin Allah menciptakan manusia yang mempunyai roh kalau ternyata di dalam diri Allah sendiri tidak ada roh? Bagaimana mungkin yang tidak mempunyai roh menghasilkan sesuatu yang mempunyai roh? Karena itu keberadaan roh di dalam diri Allah itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Selanjutnya, di dalam diri Allah yang esa itu juga ada firman (kata-kata Allah). Sama seperti roh, firman di dalam diri Allah juga harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Mengapa? Karena Allah menciptakan segala sesuatu dengan firman (kata-kata). Jika Allah tidak mempunyai firman (kata-kata), bagaimana Ia bisa menciptakan segala sesuatu dengan firman (kata-kata)? Jika Ia lalu menciptakan firman (kata-kata) untuk dipakai menciptakan segala sesuatu, lalu dengan firman (kata-kata), apa Ia menciptakan firman (kata-kata), yang menciptakan segala sesuatu itu? Karena itu keberadaan firman (kata-kata), di dalam diri Allah itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada.
Selanjutnya (dalam CD khotbahnya), dengan mengutip Injil Yoh 1:1 : “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. (Yun. En archeé eén ho Lógos kaí ho Lógos eén prós tón Theón kaí theós eén ho Lógos), Jusuf Roni lalu membahas frase “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah” dan dari kata “Pada mulanya” (Yun. En archeé) ia lalu mengatakan bahwa firman (kata-kata), di dalam diri Allah itu (juga roh) bersifat kekal. Roh dan firman (kata-kata), di dalam diri Allah itu sama kekalnya dengan Allah. Mereka tidak diciptakan karena kalau roh dan firman itu diciptakan Allah maka ada saat di mana roh dan firman tidak ada atau ada saat di mana Allah tidak mempunyai roh dan firman dan ini mustahil. Karena itu sekali lagi roh dan firman di dalam diri Allah itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Bandingkan dengan kata-kata Jusuf Roni dalam Majalah ‘NARWASTU’, bulan Juni 2000 : Jadi Allah itu memiliki Firman juga memiliki Roh. Roh dan Firman adalah dua sifat yang mutlak ada, harus ada, wajib ada, dan mustahil tidak ada. Itu adalah Allah yang kami yakini. ... Yang namanya Allah itu harus ada Roh dan Firman. Kalau Roh dan Firman datang belakangan, dalam arti diciptakan kemudian oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya Roh dan Firman. Jadi sekali lagi Allah yang kami yakini sudah ada Roh dan Firman. Dia Allah yang mutlak dalam keesaan-Nya”. Dan nanti, berdasarkan Yoh 1:14 : “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yun. Kaí ho Lógos sárx egéneto kaí eskeénoosen en heemín kaí etheasámetha teén dóxan autoú dóxan hoos monogenoús pará Patrós pleérees cháritos kaí aleetheías) secara khusus frase “Firman itu telah menjadi manusia” Jusuf Roni lalu berkata bahwa firman yang ada di dalam diri Allah itu lalu menjelma menjadi manusia yang lalu kita kenal sebagai Yesus Kristus. Demikianlah kira-kira ajaran Pdt. Jusuf Roni baik yang saya dengar langsung dari khotbahnya di hotel Kupang Beach maupun dari CD khotbahnya “10 PRINSIP TENTANG TUHAN” dan juga dari beberapa artikelnya baik di internet maupun di majalah.
Menganalisa lebih dalam ajaran Jusuf Roni.
Jikalau kita menelaah dan menganalisa lebih dalam apa yang diajarkan Jusuf Roni ini maka kita melihat bahwa yang diajarkan oleh Jusuf Roni ini adalah bahwa Allah itu pada dasarnya “HANYA MEMPUNYAI 1 PRIBADI/OKNUM SAJA” yang dalam bahasanya Jusuf Roni adalah “DZAT” sehingga Allah itu bukan 3 pribadi/dzat. Di dalam pribadi (dzat) Allah yang satu ini ada roh dan firman (kata-kata). Roh dan firman ini bukan PRIBADI (DZAT) melainkan hanya sifat (HYPOSTASIS) saja. Ini nyata dari kata-katanya yang sudah saya kutipkan di atas yakni : “Di dalam Allah yang esa itu ada Roh dan Firman. Roh dan Firman tidak diciptakan oleh Allah, sudah ada dalam kekekalan dan keesaan Allah, dua sifat yang mutlak di dalam diri Allah, harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada!” dan juga dari khotbah Jusuf Roni tertanggal 7 Januari 2005 dengan tema “ALLAH YANG ESA” yang dimuat di dalam situs www.besorahonline.com yang ketika membahas Yoh 1:1 berkata : “Kedua; και ο λογος ην προς τον θεον ”KAI HO LOGOS ÊN PROS TON THEON” kata “bersama-sama” diambil dari kata “PROS” (προς) menunjukkan perbedaan antara Firman sebagai Sifat dengan Allah sebagai Dzat – lebih menunjukkan kebagaimanaan Allah itu– atau cara keberadaan-Nya”. Jadi jelaslah bahwa PRIBADI/OKNUM/DZAT Allah itu hanya satu tetapi Allah yang satu mempunyai SIFAT-SIFAT yakni ROH dan FIRMAN. Dengan demikian ROH dan FIRMAN bukan pribadi/dzat melainkan hanya sifat dari Dzat itu. Berikut ini kata-kata Jusuf Roni dalam Majalah NARWASTU, Juni 2000 : “Karenanya, monoteisme agama Yahudi adalah akar dari monoteisme agama Kristen, itu seharusnya. ... Anak di sini adalah sifat dari Dzat. Bahasa Yunaninya hipostasis dari Ausia. ...”. Dengan demikian juga maka Roh dan FIRMAN itu BUKAN ALLAH melainkan hanya SIFAT ALLAH. Jadi Jusuf Roni percaya bahwa Yesus dalam ke-pra-adaan-Nya sebagai Firman itu bukan Allah, hanya sifat Allah saja dan karena itu sewaktu inkarnasi/penjelmaan, BUKAN ALLAH YANG MENJADI MANUSIA Yesus Kristus melainkan FIRMAN ALLAH YANG MENJADI MANUSIA. Ini jelas dari khotbanya “ALLAH YANG ESA” (7 Januari 2005) yang dimuat di www.besorahonline.com : “Bukan Allah yang menjadi manusia tetapi Firman Allah yang menjadi manusia,…” Juga dari kata-katanya yang dimuat di Majalah ‘NARWASTU’ bulan Juni 2000 : “Jadi firman itu adalah sifat, bukan Allah yang menjadi manusia, tapi firman yang menjadi manusia.
Nah, jikalau Jusuf Roni tidak mempercayai Roh (Roh Kudus) sebagai suatu pribadi/oknum/dzat melainkan hanya suatu sifat (hypostasis), maka bukankah ajaran ini kurang lebih sama dengan ajaran Saksi Yehovah yang juga menolak Roh Kudus sebagai suatu pribadi dan hanya menerima Roh Kudus sebagai suatu kuasa/tenaga aktif dari Allah? Jadi ajaran Jusuf Roni sangat jauh dari keyakinan Kristen pada umumnya dan begitu dekat atau bahkan boleh dikatakan nyaris mirip dengan ajaran Saksi Yehovah. Selanjutnya jika Jusuf Roni hanya mengakui bahwa Yesus dalam ke-pra-ada-an-Nya sebagai Firman Allah (sifat Allah) yang dibedakan dari Dzat Allah, secara logis harus dikatakan bahwa Jusuf Roni sebenarnya tidak mempercayai Firman (yang kemudian ketika berinkarnasi menjadi Yesus) sebagai Allah dan dengan demikian juga Firman (yang kemudian ketika berinkarnasi menjadi Yesus) tidak boleh disembah. Mengapa? Karena Firman hanya SIFAT ALLAH dan BUKAN DZAT ALLAH. Perhatikan kata-kata Jusuf Roni dalam Majalah NARWASTU, bulan Juni 2000 : “Jadi di sini disimpulkan dengan kata lain, bahwa yang disembah adalah Dzat. Dzat itu tidak bisa disamakan dengan apa pun”. Benar kan? Menurut Jusuf Roni Firman hanya sifat Allah bukan Dzat Allah. Dan yang disembah adalah Dzat. Dzat tidak bisa disamakan dengan apa pun termasuk dengan sifat. Jadi Firman/Yesus itu tidak bisa disamakan dengan Allah. Dan karenanya Firman/Yesus tidak boleh disembah. Kalau Firman/Yesus tidak boleh disembah karena Ia bukan Dzat Allah melainkan hanya sifat dari Dzat, berarti secara otomatis Roh Kudus juga tidak boleh disembah karena Roh Kudus itu sama dengan Firman/Yesus yang yang adalah sifat dari Dzat. Nah, kalau Jusuf Roni tidak percaya bahwa Firman adalah Allah sendiri dan juga tidak percaya bahwa Roh Kudus Allah, masih dapatkah kita mengatakan bahwa Jusuf Roni menerima/percaya pada ajaran Kristen tentang doktrin Tritunggal? Sama sekali tidak! Karena itu Jusuf Roni berkata dalam Majalah Narwastu, Juni 2000 di halaman 21-22 : Jadi Allah itu memiliki Firman juga memiliki Roh. Roh dan Firman adalah dua sifat yang mutlak ada, harus ada, wajib ada, dan mustahil tidak ada. Itu adalah Allah yang kami yakini. ... Yang namanya Allah itu harus ada Roh dan Firman. Kalau Roh dan Firman datang belakangan, dalam arti diciptakan kemudian oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya Roh dan Firman. Jadi sekali lagi Allah yang kami yakini sudah ada Roh dan Firman. Dia Allah yang mutlak dalam keesaan-Nya. ... Jadi kita jangan mengatakan Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus”. Perhatikan baik-baik dan renungkanlah kalimat Jusuf Roni yang terkhir itu. Lalu bagaimana pandangan Jusuf Roni terhadap kekristenan yang mempercayai dan menyembah Allah Tritunggal? Simak kata-katanya dalam Majalah Narwastu, Juni 2000 ini : “….telah terjadi pergeseran dalam dunia Kristen yang tidak lagi menyembah Tuhan, yang disembah justru istilah ‘Trinitas’. Istilah Trinitas itulah yang dibela yang dipahami bahkan disembah. Esensinya sudah hilang sama sekali”. Kata-kata Jusuf Roni ini jelas adalah fitnahan. Siapa orang Kristen yang menyembah ISTILAH TRINITAS? Kami bukan menyembah ISTILAHNYA tetapi menyembah PRIBADI-PRIBADI di dalamnya yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus. Apakah benar tuduhan Jusuf Roni bahwa kekristenan telah bergeser? Kita lihat nanti dari sisi Alkitab apakah memang kekristenan yang telah bergeser atau dia yang sudah menyimpang dari ajaran yang benar dan alkitabiah. Jadi ajaran Jusuf Roni sebenarnya lebih mirip doktrin Unitarian daripada kekristenan secara umum dengan konsep Trinitariannya. Coba bandingkan ajaran Jusuf Roni yang menolak Firman dan Roh Kudus sebagai pribadi Allah (hanya sifat Allah) dengan Pengakuan Iman Athanasius berikut ini yang saya kutipkan dari bukunya A. A. Hodge “Outlines of Theology’, halaman 117-118 (perhatikan kata-kata/kalimat yang saya cetak tebal dan bergaris bawah) : “3. Tetapi iman Katolik / universal / am adalah ini, bahwa kami menyembah satu Allah dalam tritunggal, dan tritunggal dalam kesatuan. 4. Tidak ada kekacauan / percampuran pribadi-pribadi ataupun pemisahan zat. 5. Karena pribadi dari Bapa adalah satu, dari Anak adalah pribadi yang lain, dan dari Roh Kudus adalah pribadi yang lain. 6. Tetapi dari Bapa, dari Anak, dan dari Roh Kudus ada satu keilahian, kemuliaan yang sama / setara dan keagungan / kuasa yang berdaulat yang sama kekalnya. 7. Apa adanya Bapa itu, demikian juga dengan Anak, dan juga Roh Kudus. 8. Bapa tidak diciptakan, Anak tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan. 9. Bapa itu maha besar, Anak itu maha besar, Roh Kudus itu maha besar. 10. Bapa itu kekal, Anak itu kekal, Roh Kudus itu kekal. 11. Tetapi tidak ada tiga yang kekal, tetapi satu yang kekal. 12. Demikian juga tidak ada tiga (makhluk) yang tidak dicipta, juga tidak tiga yang maha besar, tetapi satu yang tidak dicipta, dan satu yang maha besar. 13. Dengan cara yang sama Bapa adalah maha kuasa, Anak adalah maha kuasa, Roh Kudus adalah maha kuasa. 14. Tetapi tidak ada tiga yang maha kuasa, tetapi satu yang maha kuasa. 15. Demikian juga Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah. 16. Tetapi tidak ada tiga Allah, tetapi satu Allah. 17. Demikian pula Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. 18. Tetapi tidak ada tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan. 19. Karena sebagaimana kami didorong seperti itu oleh kebenaran Kristen untuk mengakui setiap pribadi secara terpisah / individuil sebagai Allah dan Tuhan; demikian pula kami dilarang oleh agama Katolik / universal / am untuk mengatakan bahwa ada tiga Allah atau Tuhan. 20. Bapa tidak dibuat dari apapun, tidak diciptakan, tidak diperanakkan. 21. Anak itu dari Bapa saja, tidak dibuat, tidak dicipta, tetapi diperanakkan. 22. Roh Kudus itu dari Bapa dan Anak, tidak dibuat, tidak dicipta, tidak diperanakkan, tetapi keluar. 23. Karena itu ada satu Bapa, bukan tiga bapa, satu Anak, bukan tiga anak, satu Roh Kudus, bukan tiga Roh Kudus. 24. Dan dalam tritunggal ini tidak ada yang pertama atau terakhir, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil. 25. Tetapi ketiga pribadi yang sama-sama kekal dan setara di antara mereka sendiri; sehingga mereka semua secara keseluruhan, seperti dikatakan di atas, baik kesatuan dalam tritunggal, maupun tritunggal dalam kesatuan, harus disembah. Inilah Pengakuan Iman yang dipegang gereja Kristen (Protestan dan Katolik) sampai hari ini yang jelas bertentangan dengan ajaran baru dari Abuna Jusuf Roni ini. Terus terang saya sangat sedih ketika melihat Jusuf Roni dengan berapi-api penuh semangat menjelaskan tentang Tritunggalnya dan jemaat yang hadir termasuk pendeta-pendeta Kristen tidak menyadari ajaran miring ini sehingga mereka semua mengaminkan bahkan memuji doktrinnya Jusuf Roni ini. Mungkin tidak ada yang menyimak dengan baik bahwa sepanjang khotbahnya Jusuf Roni kelihatannya menghindari penggunaan kata “Allah” untuk Yesus dan menggantinya dengan kata “Tuhan” saja. Berulang-ulang ketika membaca Alkitab LAI yang ada kata “Allahnya” yang menunjuk pada Yesus, ia lalu menggantinya dengan kata “Tuhan” dan itu muncul dalam khotabhnya di hotel Kupang Beach maupun dalam CD nya yang saya dengar. Ada apa? Orang tidak akan tahu kalau tidak meneliti ajaran Jusuf Roni ini dengan seksama. Menyedihkan sekali!
Benarkah Allah itu tunggal secara mutlak?
Jusuf Roni percaya Allah itu tunggal secara mutlak dalam arti hanya ada 1 PRIBADI Allah dan tentu berdasarkan Ul 6:4 : “SHEMA' YIS'RA'EL ADONAI ELOHEINÛ ADONAI EKHAD” (Dengarkanlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!) dan beberapa ayat lainnya. Tentang Ul 6:4, mengapa Jusuf Roni yang kelihatannya begitu hebat dalam bahasa Ibrani itu tidak meneliti dengan baik kata “esa” yang dipakai dalam ayat tersebut? Kata Ibrani yang diterjemahkan “esa” di sana berasal dari kata bahasa Ibrani “ECHAD” dan kata “ECHAD” ini sering berarti 'satu gabungan / a compound one', bukan 'satu yang mutlak / an absolute one', bisa terlihat dari contoh-contoh berikut ini. Kej 1:5 : Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. Kata “pertama” dalam ayat ini menggunakan kata “ECHAD” yang merupakan gabungan dari petang dan pagi yang membentuk satu (ECHAD) hari. Kej 2:24 : Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Kata “satu” di dalam ayat ini memakai kata “ECHAD” di mana Adam dan Hawa menjadi satu (ECHAD) daging. Ezr 2:64 : Seluruh jemaah itu bersama-sama ada empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh orang,…” Kata “bersama-sama” dalam ayat ini memakai kata “ECHAD” di mana seluruh jemaat itu satu (ECHAD) tapi terdiri dari banyak orang. Juga Yeh 37:17 : “Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu. Kata “satu” dalam ayat ini memakai kata “ECHAD” di mana dua papan digabung menjadi satu (ECHAD) papan. Jadi terlihat bahwa kata “ECHAD” ini sering diartikan sebagai “'satu gabungan” / a compound one'. Sebenarnya ada sebuah kata lain dalam bahasa Ibrani yang berarti 'satu yang mutlak' atau 'satu-satunya'. Kata itu adalah YACHID yang dipakai misalnya dalam Kej 22:2,16 : (2) Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal (YACHID) itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." (16) kata-Nya: "Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri -- demikianlah firman TUHAN --: Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal (YACHID) tunggal kepada-Ku. Nah, kalau Musa memang mau menekankan tentang 'kesatuan yang mutlak' dari Allah dan bukannya 'kesatuan gabungan' (a compound unity), maka dalam Ul 6:4 itu ia pasti menggunakan kata “YACHID” dan bukannya “ECHAD”. Tetapi ternyata Musa menggunakan kata “ECHAD”, dan ini menunjukkan bahwa Allah itu tidak satu secara mutlak, tetapi ada kejamakan dalam diri Allah.
Fakta lain yang bisa kita lihat adalah penggunaan kata “ELOHIM” yang dikenakan pada Allah. Kata “ELOHIM” ini sebenarnya ada bentuk tunggalnya yakni “ELOAH”. Memang harus diakui bahwa “ELOHIM” sering dianggap sebagai bentuk tunggal, tetapi yang perlu dipertanyakan adalah kalau memang Allah itu tunggal secara mutlak, mengapa tidak digunakan ”ELOAH” saja terus menerus? Mengapa digunakan “ELOHIM”, dan lebih lagi, mengapa digunakan “ELOHIM” jauh lebih banyak dari “ELOAH”?
Fakta Alkitab lainnya adalah ada penggunaan kata bentuk jamak untuk Allah atau dalam hubungannya dengan Allah. Misalnya Kej 1:26 : Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Juga Kej 3:22 : Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.” Dan Kej 11:7 : Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing." Memang kata “KITA” dalam ayat-ayat ini ditafsirkan secara bermacam-macam ada yang mengatakan bahwa pada waktu Allah menggunakan “KITA” dalam Kej 1:26, maka saat itu Ia berbicara kepada para malaikat. Jadi itu tidak menunjukkan 'kejamakan dalam diri Allah'. Tetapi ini tidak mungkin, sebab kalau dalam Kej 1:26 diartikan bahwa “KITA” itu menunjuk kepada Allah dan para malaikat, maka haruslah disimpulkan bahwa manusia juga diciptakan menurut gambar dan rupa malaikat dan Allah mengajak para malaikat untuk bersama-sama menciptakan manusia, sehingga kalau Allah adalah pencipta / creator, maka malaikat adalah co-creator (rekan pencipta) dan jelas ini salah. Ada juga yang mengatakan bahwa penggunaan kata “KITA” ini adalah bentuk jamak kehormatan (Plural Majestaticus) dengan maksud untuk menghormati Allah saja tetapi persoalannya adalah yang berkata-kata di situ adalah Allah sendiri, lalu apakah mau diartikan Allah sedang menghormati diri-Nya sendiri? Lagi pula bagaimana jamak kehormatana itu dipakai untuk mengartikan kata-kata dalam Kej 3:22 “salah satu dari Kita”? Jelas bahwa adanya penggunaan kata “KITA” dalam ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa di dalam Allah yang esa itu ada kejamakan tertentu, ada lebih dari 1 pribadi. Jikalau Jusuf Roni mengatakan bahwa Roh Kudus dan Firman bukanlah pribadi/dzat melainkan hanya sifat Allah saja, lalu pada saat Allah mengatakan kata “KITA”, Ia sementara berbicara pada siapa? Berbicara pada sifat yang ada dalam diri-Nya? Ini sama seperti manusia. Manusia kan mempunyai roh dan kata-kata/firman. Pada saat saudara mau makan, masuk akalkah kalau saudara mengajak roh dan kata-kata (sifat) saudara dengan mengatakan “mari “kita” makan?” Pada saat saudara mau tidur, masuk akalkah saudara mengajak roh dan kata-kata (sifat) saudara dengan mengatakan “mari “kita” tidur?” Ini kegilaan namanya, tetapi itu wajar kalau memang ada pribadi lain di samping saudara yang saudara ajak berbicara. Di samping itu, kata ganti orang bentuk tunggal dan jamak untuk menyatakan Allah, keluar sekaligus dalam satu ayat, yaitu dalam Yes 6:8 yang dalam versi NASB menerjemahkan : "Whom shall I send and who will go for Us?" (Siapa yang akan Kuutus dan siapa yang mau pergi untuk Kami?). Bagaimana mungkin Allah yang tunggal secara mutlak bisa mengatakan “siapa yang mau pergi untuk Kami? Bisakah Jusuf Roni seorang diri mengatakan siapakah yang mau pergi untuk kami (saya dan sifat-sifat saya?). Lagi-lagi itu kegilaan namanya. Kalimat itu baru masuk akal kalau memang ada lebih dari 1 pribadi yang melakukan pengutusan itu dan itulah yang dipercayai orang Kristen pada umumnya di mana benar-benar ada 3 pribadi di dalam Allah esa yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus, itulah doktrin Tritunggal.
Di dalam Alkitab juga kita menemukan adanya kata kerja dalam bentuk jamak. Misalnya Kej 20:13a :- “Ketika Allah menyuruh aku mengembara keluar dari rumah ayahku, berkatalah aku kepada isteriku: ...”. Kata-kata ‘menyuruh aku mengembara’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak. Kej 35:7 : “Didirikannyalah mezbah di situ, dan dinamainyalah tempat itu El-Betel, karena Allah telah menyatakan diri kepadanya di situ, ketika ia lari terhadap kakaknya”. Kata ‘menyatakan’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak. 2 Sam 7:23a : “Dan bangsa manakah di bumi seperti umatMu Israel, yang Allahnya pergi membebaskannya menjadi umatNya. ....”. Kata ‘pergi’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak. Maz 58:12 : “Dan orang akan berkata: ‘Sesungguhnya ada pahala bagi orang benar, sesungguhnya ada Allah yang memberi keadilan di bumi.’. Kata ‘memberi keadilan’ dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak (sebetulnya ini bukan kata kerja tetapi parti¬ciple). Padahal dalam ayat-ayat di atas ini, subyeknya adalah kata ‘ELOHIM’ yang digunakan untuk menyatakan Allah yang esa. Kata-kata bentuk jamak lainnya seperti dalam Pengkh 12:1 : “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’”. Kata ‘pencipta’ (creator), dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak, sehingga seharusnya terjemahan¬nya adalah ‘creators’ (pencipta-pencipta). Yos 24:19 : “Tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu: ‘Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu”. Dalam bahasa Ibraninya, kata ‘kudus’ ada dalam bentuk jamak, tetapi kata ‘cemburu’ ada dalam bentuk tunggal. Jadi, kalau dalam Yes 6:8a digunakan kata ganti orang bentuk tunggal dan jamak untuk menunjuk kepada Allah dalam 1 ayat, maka dalam Yoh 24:19 digunakan kata sifat bentuk tunggal dan jamak terhadap diri Allah dalam 1 ayat.
Selanjutnya beberapa ayat dalam Alkitab membedakan Allah yang satu dengan Allah yang lain (seakan-akan ada lebih dari satu Allah) misalnya Maz 45:7-8. Karena dalam ayat ini Alkitab Indonesia kurang tepat terjema¬hannya, mari kita lihat terjemahan NASB berikut ini : “Thy throne, O God, is forever and ever ... Therefore God, Thy God has anointed Thee” (Tahta-Mu, Ya Allah, kekal selama-lamanya. ... Karena itu, Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau). Bandingkan dengan Ibr 1:8-9 yang mengutip ayat ini : (8) Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran. (9) Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu." Terlihat semacam ada lebih dari Allah bukan? Lalu Maz 110:1. Juga untuk ayat ini perhatikan terjemahan NASB : “The LORD says to my Lord ...” (TUHAN berkata kepada Tuhanku ...). Silahkan lihat Mat 22:44-45 yang mengutip ayat ini. Terlihat semacam ada dua Tuhan bukan? Lalu Hos 1:7 : “Tetapi Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka demi TUHAN, Allah mereka. Aku akan menyelamatkan mereka bukan dengan panah atau pedang, dengan alat perang atau dengan kuda dan orang-orang berkuda.’”. Ayat ini dalam terjemahan NASB berbunyi : “But I will have compassion on the house of Judah and deliver them by the LORD their God, and will not deliv¬er them by bow, sword, battle, horses, or horseman” (Tetapi Aku akan berbelaskasihan kepada kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka dengan / oleh TUHAN Allah mereka, dan tidak akan menyelamatkan mereka oleh / dengan busur, pedang, pertempuran, kuda-kuda, atau penunggang-penunggang kuda). Bukankah yang berkata-kata dalam ayat ini adalah Allah sendiri? Tetapi mengapa Allah itu mengatakan bahwa Ia akan menyelamatkan mereka dengan/oleh TUHAN Allah mereka? Jadi ada berapa Allah atau Tuhan? Lalu Kej 19:24 : “Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit”. TUHAN (YHWH), yang saat itu ada di bumi, menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN (YHWH), dari langit. Jadi kelihatannya ada 2 TUHAN (YHWH), satu di bumi, satu di langit bukan? Pertanyaan kita sekarang adalah jika Allah itu tunggal secara mutlak, mengapa lalu muncul ayat-ayat yang aneh seperti ini? Tidakkah lebih masuk akal dan alkitabiah untuk berkesimpulan bahwa Allah itu tidaklah tunggal secara mutlak?
Firman dan Roh Kudus bukan pribadi?
Jusuf Roni percaya bahwa Yesus dalam ke-pra-ada-an-Nya sebagai Firman bukanlah suatu pribadi/dzat melainkan hanya sifat saja, sifat dari dzat itu. Demikian juga dengan Roh Kudus. Benarkah demikian? Dalam Injil Yohanes pasal Yoh 17:23-24 Yesus berkata : (23) “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. (24) Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”. Jadi Yesus mengatakan bahwa di antara Ia dan Bapa sudah ada tindakan saling mengasihi dan itu terjadi sebelum inkarnasi-Nya. Berarti itu terjadi pada saat Yesus belum berpribadi melainkan hanya sifat saja/kata-kata di dalam diri dzat Allah menurut ajaran Jusuf Roni. Kalau memang Firman itu hanyalah kata-kata Allah yang tidak berpribadi, bagaimana mungkin Bapa mengasihinya dan sebaliknya? Bisakah atau masuk akalkah seseorang mengasihi dan dikasihi oleh kata-katanya sendiri?
Alkitab juga mengisahkan tentang adanya pengutusan terhadap Anak/Yesus dan Roh Kudus. Yoh 14:26 :- “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”. Yoh 15:26 : “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”. Yoh 17:3 :- “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus”. Jika Yesus dalam ke-pra-ada-an-Nya sebagai Firman bukanlah pribadi melainkan kata-kata/sifat Allah, bagaimana Allah bisa mengutus kata-kata-Nya atau sifat-Nya saja? Masuk akalkah jika saudara mengutus sifat saudara pergi ke Jakarta?
Tentang Roh Kudus, apakah Roh Kudus hanya sekedar sifat/kuasa Allah dan bukan suatu pribadi? Perhatikan ayat ini. Kis 13:2 : “Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’ Jikalau Roh Kudus bukan suatu pribadi dan hanya sekedar sifat Allah, bisakah suatu sifat dan berkata-kata dan bahkan disebut dengan kata ganti orang “Ku” / “Aku”? Bisakah sifatnya Jusuf Roni berkata-kata dan disebut sebagai “ku” / “aku”? Charles Hodge berkata : Argumentasi yang pertama untuk kepribadian dari Roh Kudus didapatkan dari penggunaan kata-kata ganti orang dalam hubungan dengan Dia. Seorang pribadi adalah ia yang, pada waktu berbicara, berkata ‘aku’; pada waktu diajak bicara disebut ‘kamu / engkau’; dan pada waktu dibicarakan, disebut ‘ia’ atau ‘nya’. ... Karena itu dalam Kis 13:2, ‘berkatalah Roh Kudus: Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’. (‘The Holy Spirit’, hal 4-5). Bandingkan dengan Ibr 10:15-17 : “(15) Dan tentang hal itu Roh Kudus juga memberi kesaksian kepada kita, (16) sebab setelah Ia berfirman: ‘Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu,’ Ia berfirman pula: ‘Aku akan menaruh hukumKu di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, (17) dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka”. Argumentasi lainnya yang menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah suatu pribadi adalah bahwa mempunyia ciri-ciri suatu pribadi di mana Roh Kudus memiliki pikiran. Yoh 14:26 : “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”.Jadi ayat ini mengatakan bahwa fungsi Roh Kudus adalah mengajar dan mengingatkan orang percaya akan Firman Tuhan. Bahwa Roh Kudus itu bisa mengajar / mengingatkan, menunjukkan bahwa Ia mempunyai pikiran. Jika Jusuf Roni menganggap Roh Kudus bukan pribadi dan hanya sifat, apakah sifatnya Jusuf Roni bisa mengajar atau mengingatkan? Roh Kudus juga digambarkan mempunyai perasaan. Ef 4:30 : “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan”. Yes 63:10 : “Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh KudusNya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka”. Kedua ayat ini mengatakan bahwa kita tidak boleh mendukakan / menyedihkan Roh Kudus, dan itu menunjukkan bahwa Roh Kudus mempunyai perasaan. Jika Jusuf Roni tidak percaya bahwa Roh Kudus adalah pribadi melainkan hanya sifat, bisakah sifat seseorang merasa berduka? Juga dalam Rom 15:30 dikatakan : “Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku”. Kata-kata “kasih Roh” di atas diterjemahkan oleh KJV sebagai ‘the love of the Spirit’ (kasih dari Roh). Roh Kudus tidak mungkin mempunyai kasih, kalau Ia adalah sesuatu / suatu kuasa/ suatu sifat dan bukan suatu pribadi. Atau bisakah sifatnya Jusuf Roni mempunyai kasih? Yang mempunyai kasih itu Jusuf Roninya atau sifatnya Jusuf Roni? Roh Kudus juga digambarkan mempunyai kehendak. 1 Kor 12:11 : “Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya”.Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Roh Kudus mempunyai kehendak. Bukankah yang mempunyai kehendak hanyalah suatu pribadi? Ataukah sifatnya Jusuf Roni bisa mempunyai kehendak? Yang bisa berkehendak itu Jusuf Roninya atau sifatnya Jusuf Roni?
Alkitab juga melimpah dengan ayat-ayat yang menyatakan bahwa Roh Kudus melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa Ia adalah suatu pribadi. Perhatikan kata-kata yang saya garisbawahi dalam ayat-ayat berikut : Neh 9:20a - “Dan Engkau memberikan kepada mereka RohMu yang baik untuk mengajar mereka”. Yoh 15:26 : “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”. Yoh 16:8 : “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman”. Rom 8:26 : “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”. Rom 8:14 : “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah”. Kis 8:29 : “Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’”. Kis 16:6-7 : “(6) Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. (7) Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka”. Kis 15:28 : “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini”. Gal 4:6 : “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”. Kis 6:10 : “tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”. Maz 143:10 : “Ajarlah aku melakukan kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya RohMu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!”. 1Tes 1:6b : “dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus” dan masih banyak lagi. Sekarang silahkan saudara pikirkan sendiri, bisakah sesuatu yang bukan pribadi melainkan hanya kuasa/sifat dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mengajar, bersaksi, menginsafkan, membantu, berdoa, memimpin, berkata-kata, mencegah, memutuskan, berseru, mendorong, menuntun, mengerjakan, dll? Hanya orang bodoh yang bisa bisa berkesimpulan demikian. Hal-hal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh ‘seseorang yang berpribadi’, bukan oleh ‘sesuatu yang tidak berpribadi’. Herbert Lockyer berkata : “Secara keseluruhan, sekitar 160 teks dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menyinggung tindakan-tindakan dari Roh. Menyangkal kepribadian bagi Dia sama dengan membuat ayat-ayat referensi ini tak mempunyai arti dan menggelikan.) (‘The Holy Spirit of God’, hal. 31).
Jikalau data-data ini dirasa masih kurang, baiklah akan saya tambahkan lagi. Di dalam Alkitab juga ada hal-hal yang bisa dilakukan terhadap Roh Kudus, yang hanya bisa dilakukan terhadap seorang pribadi. Perhatikan ayat-ayat berikut : Kis 7:51 : “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, …”. Mat 12:31-32 : “(31) “…Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. (32) Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni,…”. Ibr 10:29 : “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”. Kis 5:3,9 : “(3) Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? ... (9) Kata Petrus: ‘Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan?....’” Jikalau Jusuf Roni mengatakan bahwa Roh Kudus hanya sifat Allah dan bukan pribadi Allah sendiri, silahkan Jusuf Roni memikirkannya sendiri. Bisakan orang menentang, menghujat, menghina, mendustai dan mencobai suatu sifat? Betapa naifnya kalau ia menjawab ya!
Dari data-data Alkitab yang sudah saya paparkan ini, jelas bahwa ajaran Alkitab bukan seperti yang dipahami oleh Jusuf Roni. Alkitab mengajarkan adanya 3 pribadi di dalam keallahan yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus. Apakah itu berarti bahwa orang Kristen percaya ada 3 Allah? Sama sekali tidak (lihat kembali Pengakuan Iman Athanasius di atas). John Calvin berkata : “Tiga yang dibicarakan, masing-masing adalah Allah sepenuhnya, tetapi tidak ada lebih dari satu Allah” (‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 3). Adanya ayat-ayat Alkitab yang mengatakan bahwa Allah itu esa seperti Ul 6:4; 1 Raj 8:60; Mark 12:32; Yoh 17:3; 1Kor 8:4; 1 Tim 2:5; Yak 2:19, dll harus diartikan bersama-sama dengan sejumlah ayat lain yang menunjukkan adanya kejamakan tertentu dalam diri Allah yang sudah saya paparkan sedikit di atas. Jika kita mengatakan Allah itu esa secara mutlak dalam arti 1 pribadi/dzat seperti yang dipercayai Jusuf Roni, maka kita akan menjadi Unitarian. Calvin mengutip kata-kata Gregory Nazianzus sebagai berikut : “Saya tidak dapat memikirkan yang satu tanpa dengan cepat dilingkupi oleh kemegahan dari yang tiga; juga saya tidak bisa melihat yang tiga tanpa segera dibawa kembali kepada yang satu” (‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 17). Tetapi jika kita mempercayai ada 3 Allah maka kita akan menjadi Triteisme dan itu kafir. Karena itu doktrin Tritunggal berada di antara dua posisi ini. Loraine Boettner berkata : “Kami mendapatkan bahwa doktrin ini mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga pada satu sisi doktrin ini menghindari monoteisme yang keras dari orang-orang Yahudi dan Islam, dan pada sisi yang lain menghindari politeisme yang bodoh dari orang Yunani dan Romawi”. (‘Studies in Theology’, hal 110). Orang Kristen percaya bahwa Allah itu ESA DI DALAM HAKIKATNYA tetapi TIGA DI DALAM PRIBADINYA. Karena hakikat-Nya yang satu ini maka kita tidak bisa mengatakan bahwa ada 3 Allah. Karena adanya 3 pribadi ini maka kita tidak bisa mengatakan bahwa hanya ada satu secara mutlak (1 pribadi).
Mirip Dynamic Monarchianism.
Pada waktu saya menelusuri sejarah tentang ajaran sesat tentang Allah Tritunggal, maka saya mendapatkan bahwa kelihatannya ajaran Jusuf Roni tentang Allah Tritunggal ini mempunyai kemiripan dengan ajaran sesat tentang Allah Tritunggal yang disebut Dynamic Monarchianism. Kata “monarchianism” berarti ‘pemerintah / penguasa tunggal’. Ajaran ini menekankan keesaan Allah, dan ini menyebabkan mereka mengorbankan keilahian Kristus. Dr. Freundt mengatakan : “Abad ketiga merupakan saat di mana banyak teori-teori anti-tritunggal berkembang sebagai suatu usaha untuk menjaga kepercayaan kepada satu Allah bersama-sama dengan kepercayaan kepada Kristus sebagai Anak Allah. (Monarchianisme berasal dari 2 kata Yunani yang berarti satu pemerintah / penguasa.) Para pengikut Monarchianisme percaya bahwa doktrin tentang Tritunggal yang dikembangkan oleh para Apologists dan ahli-ahli teologia Katolik / Universal membahayakan kesatuan / keesaan Allah. (‘Early Christianity’, hal. 47). Louis Berkhof menulis : “Ini merupakan jenis Monarchianisme yang mempunyai keinginan utama untuk mempertahankan keesaan Allah, dan sepenuhnya sejalan dengan bidat Ebionite dari Gereja mula-mula dan dengan Unitarianisme pada zaman sekarang ini”. (‘The History of Christian Doctrines’, hal. 77). Bukankah itu yang mau diusahakan oleh Jusuf Roni?
Sesuatu yang menarik adalah bahwa ajaran ini diajarkan oleh seorang yang bernama Artemon, seorang yang lahir di Syria, dan seorang pengajar yang paling terkenal dari ajaran ini bernama Paul dari Samosata, seorang bishop dari Antiokhia, Syria (Louis Berkhof, ‘The History of Christian Doctrines’, hal. 78). Adapun ajaran Paul dari Samosata adalah sebagai berikut seperti yang dijelaskan Louis Berkhof (note : bacalah perlahan-lahan sambil membandingkannya dengan ajaran Jusuf Roni terutama kata-kata yang saya garisbawahi) : “Menurutnya Logos/Firman memang sehakekat atau dari zat / substansi yang sama dengan Bapa, tetapi bukan merupakan seorang Pribadi yang berbeda dalam diri Allah. Ia bisa disamakan dengan Allah, karena Ia ada dalam Dia sama seperti pikiran / akal manusia ada dalam manusia. Ia hanya semata-mata merupakan kuasa yang bukan merupakan pribadi, hadir dalam semua manusia, tetapi khususnya bekerja dalam manusia Yesus....Dengan konstruksi doktrin tentang Logos/Firman ini, Paul dari Samosata mempertahankan kesatuan / keesaan Allah sebagai kesatuan pribadi maupun kesatuan hakekat, karena Logos/Firman dan Roh Kudus semata-mata merupakan sifat-sifat, yang bukan merupakan pribadi, dari Allah; dan dengan demikian menjadi pelopor dari ajaran Socinians dan Unitarians yang muncul belakangan” (‘The History of Christian Doctrines’, hal. 78). Mirip bukan dengan ajaran Jusuf Roni? Jadi sekali lagi saya tegaskan, ajaran Jusuf Roni sama sekali jauh dari ajaran Kristen pada umumnya dan bertentangan dengan Alkitab. Ajaran Jusuf Roni seperti yang sudah saya tunjukkan lebih mirip dengan ajaran Saksi Yehovah, ajaran Unitarianisme dan ajaran Dynamic Monarchianism yang adalah ajaran-ajaran yang dianggap bidat di kalangan kekristenan. Sayang sekali banyak jemaat dan juga pendeta-pendeta yang hadir tidak menyadari hal ini padahal Alkitab berkata : “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (1 Yoh 4:1).
Mengapa Jusuf Roni bisa seperti ini?
Sesuatu yang sangat saya sayangkan adalah mengapa Jusuf Roni bisa mempercayai ajaran semacam ini? Dulunya saya begitu mengaguminya dan saya mempunyai banyak koleksi kaset khotbah-khotbahnya. Mengapa seorang yang bertobat dan meninggalkan agamanya yang lama lalu masuk agama Kristen bahkan sudah giat memberitakan Injil justru mempercayai bahkan menyebarkan ajaran yang menyimpang semacam ini dan menyeret banyak orang Kristen ke dalam ajaran seperti ini apalagi doktrin Tritunggal adalah ajaran dasar/fondasi dari agama Kristen? Kelihatannya Jusuf Roni melakukan ini demi mencapai titik temu dengan agama Islam dan Yahudi. Ini sesuai dengan apa yang dikatakannya dalam Majalah ‘NARWASTU’, bulan Juni 2000 : “Jadi monoteisme Abraham itu meeting point, ketemu dengan agama Islam, juga dengan agama Yahudi. ...”. Inilah tujuan Jusuf Roni sebenarnya. Bahkan menurut saya Jusuf Roni kelihatannya bukan hanya mau mempertemukan doktrin Allah Tritunggal dalam Kristen dan doktrin tentang Allah dalam ajaran Islam dan Yahudi, tetapi ia juga mau membuat doktrin Allah Tritunggal itu menjadi ajaran yang masuk akal / bisa diterima oleh akal. Dengan mengatakan bahwa Allah hanya 1 pribadi/dzat, yang mempunyai Firman dan Roh, maka jelas sekali itu merupakan suatu doktrin yang bisa diterima akal (tetapi tidak alkitabiah). Ia tidak menyadari bahwa dalam mempelajari doktrin tentang Allah, perlu diketahui dan dicamkan bahwa otak kita yang terbatas tidak mungkin bisa mengerti total Allah yang tidak terbatas. Ayub 11:7-9 : (7) Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa? (8) Tingginya seperti langit -- apa yang dapat kaulakukan? Dalamnya melebihi dunia orang mati -- apa yang dapat kauketahui? (9) Lebih panjang dari pada bumi ukurannya, dan lebih luas dari pada samudera”. Karena itu jika ada orang yang bisa mengajarkan doktrin Allah Tritunggal sehingga bisa diterima akal sampai tuntas, itu pasti sesat! Selain itu dalam ajaran tentang Allah Tritunggal (dan juga tentang Kristus dan doktrin keselamatan) tidak ada ‘meeting point’ (titik temu) antara Kristen dan Islam yang memang merupakan 2 agama yang berbeda bahkan bertentangan. Bahkan menurut saya juga tidak ada ‘meeting point’ dengan agama Yahudi, karena agama Yahudi hanya berdasarkan Perjanjian Lama, yang sekalipun sudah mengandung ajaran tentang Allah Tritunggal, tetapi masih samar-samar. Jadi monoteisme agama Yahudi adalah monoteisme yang mutlak, sedangkan monoteisme Kristen adalah monoteisme yang tidak mutlak, karena kita mempercayai Allah yang esa dalam 3 pribadi. Kalau Jusuf Roni bisa membuat titik temu, jelas itu disebabkan ia sudah mengkompromikan ajaran Kristen dan mengajarkan suatu doktrin yang sudah dikorupsi demi mencapai kesamaan itu. Dalam CD nya yang saya dengarkan, Jusuf Roni mengatakan bahwa ketika dia memberi penjelasan tentang Tritunggal demikian, maka orang Islam pun berkata “wah…kalau demikian ceritanya berarti kita sama dong!” padahal saya sudah tunjukkan bahwa ajarannya menyimpang dari Alkitab. Jadi Jusuf Roni ternyata mengorbankan / mengkompromikan kebenaran demi memperoleh “kedamaian” dan penerimaan baik dari orang Islam maupun Yahudi.
Memakai Alkitab dan mirip doktrin Tritunggal Kristen.
Ketika saya mensharingkan masalah ini kepada seorang teman, ia berkata“tapi bukankah Jusuf Roni juga memakai ayat Alkitab sebagai dasar ajarannya dan ajarannya sangat mirip dengan ajaran Kristen?” Saya menjawab bahwa memakai ayat Alkitab saja tidak lantas berarti bahwa ajaran itu alkitabiah. Hampir semua ajaran sesat memakai ayat-ayat Alkitab. Sewaktu ular/setan menggoda Hawa, ia juga memakai firman Tuhan kan (Kej 3:1b)? Demikian juga pada saat iblis mencobai Yesus, ia memakai ayat Alkitab. (Mat 4:5-6; Maz 91:11-12). Jadi memakai ayat Alkitab belum tentu itu adalah ajaran Alkitab, tergantung bagaimana dia menafsirkan ayat itu dilihat dari seluruh terang Kitab Suci mulai dari Kejadian sampai Wahyu. Kita tidak boleh menafsirkan 1 ayat dan mengabaikan ayat-ayat yang lain. Semua itu harus dilihat dan ditafsirkan secara bersama-sama.
Selain itu soal masalah kemiripan dengan ajaran Kristen, memang kelihatannya mirip jika kita tidak menelitinya tetapi jika kita menelitinya maka justru ajaran Jusuf Roni sangat jauh dari ajaran Kristen dan justru lebih mirip dengan ajaran bidat-bidat seperti yang sudah saya tunjukkan di atas. Tapi kalau pun mau dikatakan mirip ajaran Kristen, tentu itu wajar karena jika sesuatu mau dibuat palsu, dia harus mirip dengan yang asli. Jika orang ingin membuat uang palsu maka dia harus membuat semirip mungkin dengan uang asli baik dari segi ukuran (panjang dan lebar, tebal), warna, jenis huruf, gambar, dll. Yesus berkata : "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (Mat 7:15). Jelas bukan bahwa mereka tidak datang seperti serigala asli, mereka datang dalam rupa domba sehingga mirip sekali dengan domba bukan? Jadi kalau ada ajaran palsu yang mirip dengan ajaran Kristen itu wajar dan karena itu kita harus berhati-hati. Orang tidak akan tahu suatu uang adalah uang palsu kecuali dia benar-benar mengetahui seperti apa uang asli. Demikian juga orang tidak akan tahu suatu ajaran adalah ajaran yang palsu jika tidak tidak mengetahui seperti apa ajaran yang benar. Mengapa saya menuliskan ini?
Sewaktu saya mempertimbangkan untuk menulis tanggapan ini, saya sadari bahwa ini mungkin akan mendatangkan sikap jengkel/tidak senang kepada saya dari orang-orang yang pro pada ajaran Jusuf Roni ini. Tetapi haruskah itu mencegah saya untuk membiarkan suatu ajaran yang menyimpang disebarluaskan tanpa saya berbuat apa-apa? Berdasarkan Firman Tuhan dalam 1 Yoh 4:1 : “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” maka saya mengharapkan agar semua pendengar Jusuf Roni melakukan Firman Tuhan ini dengan menguji ajaran Jusuf Roni dari Alkitab seperti yang dilakukan oleh orang Kristen di Berea : “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian. (Kis 17:11) tapi kalau ternyata tidak ada orang yang melakukan itu, biarlah saya yang melakukannya. Lagi pula saya teringat bahwa jemaat di Korintus pernah ditegur karena mereka sabar saja menghadapi ajaran yang asing : Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima. (2 Kor 11:4) sedangkan jemaat di Efesus pernah dipuji oleh Tuhan karena mereka tidak dapat sabar terhadap ajaran-ajaran palsu : “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta” (Wah 2:2). Karena itulah saya memutuskan untuk menulis tanggapan ini dengan harapan agar apa yang saya paparkan dapat menolong banyak jemaat untuk melihat manakah ajaran yang benar yang sesuai dengan Alkitab dan manakah ajaran palsu yang menyimpang dari Alkitab. Seandainya ada pihak yang bisa mengirimkan tulisan saya ini kepada Pdt. Jusuf Roni, saya berterima kasih untuk itu dan mengharapkan agar dia dapat memberikan tanggapan baliknya. Kiranya Tuhan menolong umat-Nya di zaman yang semakin bengkok ini.
Pada tanggal 2-3 November 2010 yang lalu di kota Kupang diselenggarakanlah sebuah acara KKR dan Seminar yang menghadirkan pembicara Pdt. Jusuf Roni. Tentu banyak di antara kita yang pernah mendengar nama Pdt. Jusuf Roni, seorang yang pernah populer di kalangan Kristen karena pertobatannya dari seorang Islam yang aktif (bahkan menurut kesaksiannya terlibat aktif dalam penganiayaan terhadap orang Kristen) menjadi seorang Kristen. Ia sempat dipenjara selama 6 tahun sewaktu dia sedang kuliah di Sekolah Tinggi Theologia Institut Injil Indonesia (STT I-3), Batu, Malang. Pendeta Jusuf Roni juga dikenal luas karena begitu banyak kaset khotbah, CD dan buku-buku rohaninya yang dijual di hampir seluruh toko buku Kristen dan terus terang dulu saya adalah seorang pengagum khotbah-khotbah dan buku-bukunya. Dia pertama-tama melayani di Gereja Orthodox Syria, setelah itu keluar dan melayani di Gereja Kristus Rahmani Indonesia (GKRI), kemudian keluar lagi dan membentuk sinode baru bernama Gereja Kristen Diaspora, lalu kembali lagi ke GKRI, sekarang mendirikan Gereja Kemah Abraham. Saat ini juga dia menjabat sebagai ketua Sekolah Tinggi Theologia “APOSTOLOS” dan Imam al-Kanisah Gereja Kemah Abraham di Jakarta. Jika saya tidak salah, kehadiran Pdt. Jusuf Roni kemarin di wilayah NTT adalah kali ketiganya setelah kali pertama saat saya masih duduk di bangku SD dan kali keduanya saat saya duduk di bangku SMA/SMU.
Ajaran Tritunggalnya Jusuf Roni.
Kehadiran Pdt. Jusuf Roni kali ini di Kupang menarik perhatian saya secara khusus karena memang sudah lama saya mendengar isu tentang miringnya ajarannya tentang doktrin Tritunggal. Saya pun menyempatkan diri untuk hadir dalam acara KKR yang dipimpinnya di hotel Kupang Beach pada tanggal 2 November yang lalu di mana Pdt. Jusuf Roni memberikan khotbahnya yang di Mazmur 120 dengan pembahasannya yang menarik. Memang bagian ini tidak ada hubungan sama sekali dengan doktrin Tritunggal tetapi entah bagaimana hubungannya, tiba-tiba di bagian akhirnya ia pun menyinggung doktrin Tritunggal. Ia lalu menjelaskan doktrin Tritunggal versinya dengan mengatakan bahwa berbicara tentang ketritunggalan Allah itu tidak berbicara tentang keberapaan Allah melainkan kebagaimanaan Allah. Ia lalu menjelaskan bahwa Allahnya orang Kristen itu esa dengan mengutip sejumlah ayat Alkitab lengkap dengan bahasa aslinya seperti Ulangan 6:4 :“SHEMA' YIS'RA'EL ADONAI ELOHEINÛ ADONAI EKHAD” (Dengarkanlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!). Pdt. Jusuf Roni memberikan penjelasan selanjutnya. “Di dalam Allah yang esa itu ada Roh dan Firman. Roh dan Firman tidak diciptakan oleh Allah, sudah ada dalam kekekalan dan keesaan Allah, dua sifat yang mutlak di dalam diri Allah, harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Kalau Roh dan Firman diciptakan oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya roh dan Firman, bagaimana Allah yang tidak punya roh bisa menciptakan roh yang menghidupkan, atau kalau tidak punya firman, dengan firman apa Allah menciptakan firman (Segala sesuatu dijadikan oleh firman)”. Pdt. Jusuf Roni dengan begitu bersemangat menjelaskan ini sambil sekali-kali bertanya kepada pendengarnya “Amin?!” dan semua yang hadir juga menyambutnya dengan “Amin!” termasuk pendeta-pendeta yang hadir di sana.
Terus terang saya penasaran dengan penjelasan Jusuf Roni di atas dan takut saya salah memahami apa yang dia maksudkan, saya lalu membeli salah 1 CD khotbahnya yang yang dijual di hotel Kupang Beach berjudul “10 PRINSIP TENTANG TUHAN” yang membahas Injil Yoh 1:1-18. Dengan seksama saya mendengar seluruh khotbah itu yang adalah penjelasan lebih lengkap dari sedikit cuplikan di dalam khotbahnya di hotel Kupang Beach itu, sehingga akhirnya saya benar-benar memahami maksud dari Jusuf Roni yang adalah pandangan teologianya tentang doktrin Tritunggal. Kalau boleh saya rumuskan dalam bahasa yang lebih sederhana, kira-kira ajaran Tritunggalnya Jusuf Roni sebagai berikut : Sejak dari kekekalan ada 1 PRIBADI (bukan 3) yakni pribadi Allah. Karena Allah itu hidup maka pasti di dalam pribadi Allah yang esa itu ada roh. Keberadaan roh di dalam diri pribadi Allah yang esa itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Mengapa? Karena Allah itu menciptakan kita manusia sebagai makhluk yang mempunyai roh. Bagaimana mungkin Allah menciptakan manusia yang mempunyai roh kalau ternyata di dalam diri Allah sendiri tidak ada roh? Bagaimana mungkin yang tidak mempunyai roh menghasilkan sesuatu yang mempunyai roh? Karena itu keberadaan roh di dalam diri Allah itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Selanjutnya, di dalam diri Allah yang esa itu juga ada firman (kata-kata Allah). Sama seperti roh, firman di dalam diri Allah juga harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Mengapa? Karena Allah menciptakan segala sesuatu dengan firman (kata-kata). Jika Allah tidak mempunyai firman (kata-kata), bagaimana Ia bisa menciptakan segala sesuatu dengan firman (kata-kata)? Jika Ia lalu menciptakan firman (kata-kata) untuk dipakai menciptakan segala sesuatu, lalu dengan firman (kata-kata), apa Ia menciptakan firman (kata-kata), yang menciptakan segala sesuatu itu? Karena itu keberadaan firman (kata-kata), di dalam diri Allah itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada.
Selanjutnya (dalam CD khotbahnya), dengan mengutip Injil Yoh 1:1 : “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. (Yun. En archeé eén ho Lógos kaí ho Lógos eén prós tón Theón kaí theós eén ho Lógos), Jusuf Roni lalu membahas frase “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah” dan dari kata “Pada mulanya” (Yun. En archeé) ia lalu mengatakan bahwa firman (kata-kata), di dalam diri Allah itu (juga roh) bersifat kekal. Roh dan firman (kata-kata), di dalam diri Allah itu sama kekalnya dengan Allah. Mereka tidak diciptakan karena kalau roh dan firman itu diciptakan Allah maka ada saat di mana roh dan firman tidak ada atau ada saat di mana Allah tidak mempunyai roh dan firman dan ini mustahil. Karena itu sekali lagi roh dan firman di dalam diri Allah itu harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada. Bandingkan dengan kata-kata Jusuf Roni dalam Majalah ‘NARWASTU’, bulan Juni 2000 : Jadi Allah itu memiliki Firman juga memiliki Roh. Roh dan Firman adalah dua sifat yang mutlak ada, harus ada, wajib ada, dan mustahil tidak ada. Itu adalah Allah yang kami yakini. ... Yang namanya Allah itu harus ada Roh dan Firman. Kalau Roh dan Firman datang belakangan, dalam arti diciptakan kemudian oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya Roh dan Firman. Jadi sekali lagi Allah yang kami yakini sudah ada Roh dan Firman. Dia Allah yang mutlak dalam keesaan-Nya”. Dan nanti, berdasarkan Yoh 1:14 : “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran” (Yun. Kaí ho Lógos sárx egéneto kaí eskeénoosen en heemín kaí etheasámetha teén dóxan autoú dóxan hoos monogenoús pará Patrós pleérees cháritos kaí aleetheías) secara khusus frase “Firman itu telah menjadi manusia” Jusuf Roni lalu berkata bahwa firman yang ada di dalam diri Allah itu lalu menjelma menjadi manusia yang lalu kita kenal sebagai Yesus Kristus. Demikianlah kira-kira ajaran Pdt. Jusuf Roni baik yang saya dengar langsung dari khotbahnya di hotel Kupang Beach maupun dari CD khotbahnya “10 PRINSIP TENTANG TUHAN” dan juga dari beberapa artikelnya baik di internet maupun di majalah.
Menganalisa lebih dalam ajaran Jusuf Roni.
Jikalau kita menelaah dan menganalisa lebih dalam apa yang diajarkan Jusuf Roni ini maka kita melihat bahwa yang diajarkan oleh Jusuf Roni ini adalah bahwa Allah itu pada dasarnya “HANYA MEMPUNYAI 1 PRIBADI/OKNUM SAJA” yang dalam bahasanya Jusuf Roni adalah “DZAT” sehingga Allah itu bukan 3 pribadi/dzat. Di dalam pribadi (dzat) Allah yang satu ini ada roh dan firman (kata-kata). Roh dan firman ini bukan PRIBADI (DZAT) melainkan hanya sifat (HYPOSTASIS) saja. Ini nyata dari kata-katanya yang sudah saya kutipkan di atas yakni : “Di dalam Allah yang esa itu ada Roh dan Firman. Roh dan Firman tidak diciptakan oleh Allah, sudah ada dalam kekekalan dan keesaan Allah, dua sifat yang mutlak di dalam diri Allah, harus ada – wajib ada – mustahil tidak ada!” dan juga dari khotbah Jusuf Roni tertanggal 7 Januari 2005 dengan tema “ALLAH YANG ESA” yang dimuat di dalam situs www.besorahonline.com yang ketika membahas Yoh 1:1 berkata : “Kedua; και ο λογος ην προς τον θεον ”KAI HO LOGOS ÊN PROS TON THEON” kata “bersama-sama” diambil dari kata “PROS” (προς) menunjukkan perbedaan antara Firman sebagai Sifat dengan Allah sebagai Dzat – lebih menunjukkan kebagaimanaan Allah itu– atau cara keberadaan-Nya”. Jadi jelaslah bahwa PRIBADI/OKNUM/DZAT Allah itu hanya satu tetapi Allah yang satu mempunyai SIFAT-SIFAT yakni ROH dan FIRMAN. Dengan demikian ROH dan FIRMAN bukan pribadi/dzat melainkan hanya sifat dari Dzat itu. Berikut ini kata-kata Jusuf Roni dalam Majalah NARWASTU, Juni 2000 : “Karenanya, monoteisme agama Yahudi adalah akar dari monoteisme agama Kristen, itu seharusnya. ... Anak di sini adalah sifat dari Dzat. Bahasa Yunaninya hipostasis dari Ausia. ...”. Dengan demikian juga maka Roh dan FIRMAN itu BUKAN ALLAH melainkan hanya SIFAT ALLAH. Jadi Jusuf Roni percaya bahwa Yesus dalam ke-pra-adaan-Nya sebagai Firman itu bukan Allah, hanya sifat Allah saja dan karena itu sewaktu inkarnasi/penjelmaan, BUKAN ALLAH YANG MENJADI MANUSIA Yesus Kristus melainkan FIRMAN ALLAH YANG MENJADI MANUSIA. Ini jelas dari khotbanya “ALLAH YANG ESA” (7 Januari 2005) yang dimuat di www.besorahonline.com : “Bukan Allah yang menjadi manusia tetapi Firman Allah yang menjadi manusia,…” Juga dari kata-katanya yang dimuat di Majalah ‘NARWASTU’ bulan Juni 2000 : “Jadi firman itu adalah sifat, bukan Allah yang menjadi manusia, tapi firman yang menjadi manusia.
Nah, jikalau Jusuf Roni tidak mempercayai Roh (Roh Kudus) sebagai suatu pribadi/oknum/dzat melainkan hanya suatu sifat (hypostasis), maka bukankah ajaran ini kurang lebih sama dengan ajaran Saksi Yehovah yang juga menolak Roh Kudus sebagai suatu pribadi dan hanya menerima Roh Kudus sebagai suatu kuasa/tenaga aktif dari Allah? Jadi ajaran Jusuf Roni sangat jauh dari keyakinan Kristen pada umumnya dan begitu dekat atau bahkan boleh dikatakan nyaris mirip dengan ajaran Saksi Yehovah. Selanjutnya jika Jusuf Roni hanya mengakui bahwa Yesus dalam ke-pra-ada-an-Nya sebagai Firman Allah (sifat Allah) yang dibedakan dari Dzat Allah, secara logis harus dikatakan bahwa Jusuf Roni sebenarnya tidak mempercayai Firman (yang kemudian ketika berinkarnasi menjadi Yesus) sebagai Allah dan dengan demikian juga Firman (yang kemudian ketika berinkarnasi menjadi Yesus) tidak boleh disembah. Mengapa? Karena Firman hanya SIFAT ALLAH dan BUKAN DZAT ALLAH. Perhatikan kata-kata Jusuf Roni dalam Majalah NARWASTU, bulan Juni 2000 : “Jadi di sini disimpulkan dengan kata lain, bahwa yang disembah adalah Dzat. Dzat itu tidak bisa disamakan dengan apa pun”. Benar kan? Menurut Jusuf Roni Firman hanya sifat Allah bukan Dzat Allah. Dan yang disembah adalah Dzat. Dzat tidak bisa disamakan dengan apa pun termasuk dengan sifat. Jadi Firman/Yesus itu tidak bisa disamakan dengan Allah. Dan karenanya Firman/Yesus tidak boleh disembah. Kalau Firman/Yesus tidak boleh disembah karena Ia bukan Dzat Allah melainkan hanya sifat dari Dzat, berarti secara otomatis Roh Kudus juga tidak boleh disembah karena Roh Kudus itu sama dengan Firman/Yesus yang yang adalah sifat dari Dzat. Nah, kalau Jusuf Roni tidak percaya bahwa Firman adalah Allah sendiri dan juga tidak percaya bahwa Roh Kudus Allah, masih dapatkah kita mengatakan bahwa Jusuf Roni menerima/percaya pada ajaran Kristen tentang doktrin Tritunggal? Sama sekali tidak! Karena itu Jusuf Roni berkata dalam Majalah Narwastu, Juni 2000 di halaman 21-22 : Jadi Allah itu memiliki Firman juga memiliki Roh. Roh dan Firman adalah dua sifat yang mutlak ada, harus ada, wajib ada, dan mustahil tidak ada. Itu adalah Allah yang kami yakini. ... Yang namanya Allah itu harus ada Roh dan Firman. Kalau Roh dan Firman datang belakangan, dalam arti diciptakan kemudian oleh Allah, berarti Allah sempat tidak punya Roh dan Firman. Jadi sekali lagi Allah yang kami yakini sudah ada Roh dan Firman. Dia Allah yang mutlak dalam keesaan-Nya. ... Jadi kita jangan mengatakan Allah Bapa, Allah Anak, Allah Roh Kudus”. Perhatikan baik-baik dan renungkanlah kalimat Jusuf Roni yang terkhir itu. Lalu bagaimana pandangan Jusuf Roni terhadap kekristenan yang mempercayai dan menyembah Allah Tritunggal? Simak kata-katanya dalam Majalah Narwastu, Juni 2000 ini : “….telah terjadi pergeseran dalam dunia Kristen yang tidak lagi menyembah Tuhan, yang disembah justru istilah ‘Trinitas’. Istilah Trinitas itulah yang dibela yang dipahami bahkan disembah. Esensinya sudah hilang sama sekali”. Kata-kata Jusuf Roni ini jelas adalah fitnahan. Siapa orang Kristen yang menyembah ISTILAH TRINITAS? Kami bukan menyembah ISTILAHNYA tetapi menyembah PRIBADI-PRIBADI di dalamnya yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus. Apakah benar tuduhan Jusuf Roni bahwa kekristenan telah bergeser? Kita lihat nanti dari sisi Alkitab apakah memang kekristenan yang telah bergeser atau dia yang sudah menyimpang dari ajaran yang benar dan alkitabiah. Jadi ajaran Jusuf Roni sebenarnya lebih mirip doktrin Unitarian daripada kekristenan secara umum dengan konsep Trinitariannya. Coba bandingkan ajaran Jusuf Roni yang menolak Firman dan Roh Kudus sebagai pribadi Allah (hanya sifat Allah) dengan Pengakuan Iman Athanasius berikut ini yang saya kutipkan dari bukunya A. A. Hodge “Outlines of Theology’, halaman 117-118 (perhatikan kata-kata/kalimat yang saya cetak tebal dan bergaris bawah) : “3. Tetapi iman Katolik / universal / am adalah ini, bahwa kami menyembah satu Allah dalam tritunggal, dan tritunggal dalam kesatuan. 4. Tidak ada kekacauan / percampuran pribadi-pribadi ataupun pemisahan zat. 5. Karena pribadi dari Bapa adalah satu, dari Anak adalah pribadi yang lain, dan dari Roh Kudus adalah pribadi yang lain. 6. Tetapi dari Bapa, dari Anak, dan dari Roh Kudus ada satu keilahian, kemuliaan yang sama / setara dan keagungan / kuasa yang berdaulat yang sama kekalnya. 7. Apa adanya Bapa itu, demikian juga dengan Anak, dan juga Roh Kudus. 8. Bapa tidak diciptakan, Anak tidak diciptakan, Roh Kudus tidak diciptakan. 9. Bapa itu maha besar, Anak itu maha besar, Roh Kudus itu maha besar. 10. Bapa itu kekal, Anak itu kekal, Roh Kudus itu kekal. 11. Tetapi tidak ada tiga yang kekal, tetapi satu yang kekal. 12. Demikian juga tidak ada tiga (makhluk) yang tidak dicipta, juga tidak tiga yang maha besar, tetapi satu yang tidak dicipta, dan satu yang maha besar. 13. Dengan cara yang sama Bapa adalah maha kuasa, Anak adalah maha kuasa, Roh Kudus adalah maha kuasa. 14. Tetapi tidak ada tiga yang maha kuasa, tetapi satu yang maha kuasa. 15. Demikian juga Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, Roh Kudus adalah Allah. 16. Tetapi tidak ada tiga Allah, tetapi satu Allah. 17. Demikian pula Bapa adalah Tuhan, Anak adalah Tuhan, dan Roh Kudus adalah Tuhan. 18. Tetapi tidak ada tiga Tuhan, tetapi satu Tuhan. 19. Karena sebagaimana kami didorong seperti itu oleh kebenaran Kristen untuk mengakui setiap pribadi secara terpisah / individuil sebagai Allah dan Tuhan; demikian pula kami dilarang oleh agama Katolik / universal / am untuk mengatakan bahwa ada tiga Allah atau Tuhan. 20. Bapa tidak dibuat dari apapun, tidak diciptakan, tidak diperanakkan. 21. Anak itu dari Bapa saja, tidak dibuat, tidak dicipta, tetapi diperanakkan. 22. Roh Kudus itu dari Bapa dan Anak, tidak dibuat, tidak dicipta, tidak diperanakkan, tetapi keluar. 23. Karena itu ada satu Bapa, bukan tiga bapa, satu Anak, bukan tiga anak, satu Roh Kudus, bukan tiga Roh Kudus. 24. Dan dalam tritunggal ini tidak ada yang pertama atau terakhir, tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil. 25. Tetapi ketiga pribadi yang sama-sama kekal dan setara di antara mereka sendiri; sehingga mereka semua secara keseluruhan, seperti dikatakan di atas, baik kesatuan dalam tritunggal, maupun tritunggal dalam kesatuan, harus disembah. Inilah Pengakuan Iman yang dipegang gereja Kristen (Protestan dan Katolik) sampai hari ini yang jelas bertentangan dengan ajaran baru dari Abuna Jusuf Roni ini. Terus terang saya sangat sedih ketika melihat Jusuf Roni dengan berapi-api penuh semangat menjelaskan tentang Tritunggalnya dan jemaat yang hadir termasuk pendeta-pendeta Kristen tidak menyadari ajaran miring ini sehingga mereka semua mengaminkan bahkan memuji doktrinnya Jusuf Roni ini. Mungkin tidak ada yang menyimak dengan baik bahwa sepanjang khotbahnya Jusuf Roni kelihatannya menghindari penggunaan kata “Allah” untuk Yesus dan menggantinya dengan kata “Tuhan” saja. Berulang-ulang ketika membaca Alkitab LAI yang ada kata “Allahnya” yang menunjuk pada Yesus, ia lalu menggantinya dengan kata “Tuhan” dan itu muncul dalam khotabhnya di hotel Kupang Beach maupun dalam CD nya yang saya dengar. Ada apa? Orang tidak akan tahu kalau tidak meneliti ajaran Jusuf Roni ini dengan seksama. Menyedihkan sekali!
Benarkah Allah itu tunggal secara mutlak?
Jusuf Roni percaya Allah itu tunggal secara mutlak dalam arti hanya ada 1 PRIBADI Allah dan tentu berdasarkan Ul 6:4 : “SHEMA' YIS'RA'EL ADONAI ELOHEINÛ ADONAI EKHAD” (Dengarkanlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!) dan beberapa ayat lainnya. Tentang Ul 6:4, mengapa Jusuf Roni yang kelihatannya begitu hebat dalam bahasa Ibrani itu tidak meneliti dengan baik kata “esa” yang dipakai dalam ayat tersebut? Kata Ibrani yang diterjemahkan “esa” di sana berasal dari kata bahasa Ibrani “ECHAD” dan kata “ECHAD” ini sering berarti 'satu gabungan / a compound one', bukan 'satu yang mutlak / an absolute one', bisa terlihat dari contoh-contoh berikut ini. Kej 1:5 : Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. Kata “pertama” dalam ayat ini menggunakan kata “ECHAD” yang merupakan gabungan dari petang dan pagi yang membentuk satu (ECHAD) hari. Kej 2:24 : Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Kata “satu” di dalam ayat ini memakai kata “ECHAD” di mana Adam dan Hawa menjadi satu (ECHAD) daging. Ezr 2:64 : Seluruh jemaah itu bersama-sama ada empat puluh dua ribu tiga ratus enam puluh orang,…” Kata “bersama-sama” dalam ayat ini memakai kata “ECHAD” di mana seluruh jemaat itu satu (ECHAD) tapi terdiri dari banyak orang. Juga Yeh 37:17 : “Gabungkanlah keduanya menjadi satu papan, sehingga keduanya menjadi satu dalam tanganmu. Kata “satu” dalam ayat ini memakai kata “ECHAD” di mana dua papan digabung menjadi satu (ECHAD) papan. Jadi terlihat bahwa kata “ECHAD” ini sering diartikan sebagai “'satu gabungan” / a compound one'. Sebenarnya ada sebuah kata lain dalam bahasa Ibrani yang berarti 'satu yang mutlak' atau 'satu-satunya'. Kata itu adalah YACHID yang dipakai misalnya dalam Kej 22:2,16 : (2) Firman-Nya: "Ambillah anakmu yang tunggal (YACHID) itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu." (16) kata-Nya: "Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri -- demikianlah firman TUHAN --: Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal (YACHID) tunggal kepada-Ku. Nah, kalau Musa memang mau menekankan tentang 'kesatuan yang mutlak' dari Allah dan bukannya 'kesatuan gabungan' (a compound unity), maka dalam Ul 6:4 itu ia pasti menggunakan kata “YACHID” dan bukannya “ECHAD”. Tetapi ternyata Musa menggunakan kata “ECHAD”, dan ini menunjukkan bahwa Allah itu tidak satu secara mutlak, tetapi ada kejamakan dalam diri Allah.
Fakta lain yang bisa kita lihat adalah penggunaan kata “ELOHIM” yang dikenakan pada Allah. Kata “ELOHIM” ini sebenarnya ada bentuk tunggalnya yakni “ELOAH”. Memang harus diakui bahwa “ELOHIM” sering dianggap sebagai bentuk tunggal, tetapi yang perlu dipertanyakan adalah kalau memang Allah itu tunggal secara mutlak, mengapa tidak digunakan ”ELOAH” saja terus menerus? Mengapa digunakan “ELOHIM”, dan lebih lagi, mengapa digunakan “ELOHIM” jauh lebih banyak dari “ELOAH”?
Fakta Alkitab lainnya adalah ada penggunaan kata bentuk jamak untuk Allah atau dalam hubungannya dengan Allah. Misalnya Kej 1:26 : Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Juga Kej 3:22 : Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.” Dan Kej 11:7 : Baiklah Kita turun dan mengacaubalaukan di sana bahasa mereka, sehingga mereka tidak mengerti lagi bahasa masing-masing." Memang kata “KITA” dalam ayat-ayat ini ditafsirkan secara bermacam-macam ada yang mengatakan bahwa pada waktu Allah menggunakan “KITA” dalam Kej 1:26, maka saat itu Ia berbicara kepada para malaikat. Jadi itu tidak menunjukkan 'kejamakan dalam diri Allah'. Tetapi ini tidak mungkin, sebab kalau dalam Kej 1:26 diartikan bahwa “KITA” itu menunjuk kepada Allah dan para malaikat, maka haruslah disimpulkan bahwa manusia juga diciptakan menurut gambar dan rupa malaikat dan Allah mengajak para malaikat untuk bersama-sama menciptakan manusia, sehingga kalau Allah adalah pencipta / creator, maka malaikat adalah co-creator (rekan pencipta) dan jelas ini salah. Ada juga yang mengatakan bahwa penggunaan kata “KITA” ini adalah bentuk jamak kehormatan (Plural Majestaticus) dengan maksud untuk menghormati Allah saja tetapi persoalannya adalah yang berkata-kata di situ adalah Allah sendiri, lalu apakah mau diartikan Allah sedang menghormati diri-Nya sendiri? Lagi pula bagaimana jamak kehormatana itu dipakai untuk mengartikan kata-kata dalam Kej 3:22 “salah satu dari Kita”? Jelas bahwa adanya penggunaan kata “KITA” dalam ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa di dalam Allah yang esa itu ada kejamakan tertentu, ada lebih dari 1 pribadi. Jikalau Jusuf Roni mengatakan bahwa Roh Kudus dan Firman bukanlah pribadi/dzat melainkan hanya sifat Allah saja, lalu pada saat Allah mengatakan kata “KITA”, Ia sementara berbicara pada siapa? Berbicara pada sifat yang ada dalam diri-Nya? Ini sama seperti manusia. Manusia kan mempunyai roh dan kata-kata/firman. Pada saat saudara mau makan, masuk akalkah kalau saudara mengajak roh dan kata-kata (sifat) saudara dengan mengatakan “mari “kita” makan?” Pada saat saudara mau tidur, masuk akalkah saudara mengajak roh dan kata-kata (sifat) saudara dengan mengatakan “mari “kita” tidur?” Ini kegilaan namanya, tetapi itu wajar kalau memang ada pribadi lain di samping saudara yang saudara ajak berbicara. Di samping itu, kata ganti orang bentuk tunggal dan jamak untuk menyatakan Allah, keluar sekaligus dalam satu ayat, yaitu dalam Yes 6:8 yang dalam versi NASB menerjemahkan : "Whom shall I send and who will go for Us?" (Siapa yang akan Kuutus dan siapa yang mau pergi untuk Kami?). Bagaimana mungkin Allah yang tunggal secara mutlak bisa mengatakan “siapa yang mau pergi untuk Kami? Bisakah Jusuf Roni seorang diri mengatakan siapakah yang mau pergi untuk kami (saya dan sifat-sifat saya?). Lagi-lagi itu kegilaan namanya. Kalimat itu baru masuk akal kalau memang ada lebih dari 1 pribadi yang melakukan pengutusan itu dan itulah yang dipercayai orang Kristen pada umumnya di mana benar-benar ada 3 pribadi di dalam Allah esa yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus, itulah doktrin Tritunggal.
Di dalam Alkitab juga kita menemukan adanya kata kerja dalam bentuk jamak. Misalnya Kej 20:13a :- “Ketika Allah menyuruh aku mengembara keluar dari rumah ayahku, berkatalah aku kepada isteriku: ...”. Kata-kata ‘menyuruh aku mengembara’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak. Kej 35:7 : “Didirikannyalah mezbah di situ, dan dinamainyalah tempat itu El-Betel, karena Allah telah menyatakan diri kepadanya di situ, ketika ia lari terhadap kakaknya”. Kata ‘menyatakan’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak. 2 Sam 7:23a : “Dan bangsa manakah di bumi seperti umatMu Israel, yang Allahnya pergi membebaskannya menjadi umatNya. ....”. Kata ‘pergi’ dalam bahasa Ibraninya adalah kata kerja bentuk jamak. Maz 58:12 : “Dan orang akan berkata: ‘Sesungguhnya ada pahala bagi orang benar, sesungguhnya ada Allah yang memberi keadilan di bumi.’. Kata ‘memberi keadilan’ dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak (sebetulnya ini bukan kata kerja tetapi parti¬ciple). Padahal dalam ayat-ayat di atas ini, subyeknya adalah kata ‘ELOHIM’ yang digunakan untuk menyatakan Allah yang esa. Kata-kata bentuk jamak lainnya seperti dalam Pengkh 12:1 : “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: ‘Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!’”. Kata ‘pencipta’ (creator), dalam bahasa Ibraninya ada dalam bentuk jamak, sehingga seharusnya terjemahan¬nya adalah ‘creators’ (pencipta-pencipta). Yos 24:19 : “Tetapi Yosua berkata kepada bangsa itu: ‘Tidaklah kamu sanggup beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah yang kudus, Dialah Allah yang cemburu. Ia tidak akan mengampuni kesalahan dan dosamu”. Dalam bahasa Ibraninya, kata ‘kudus’ ada dalam bentuk jamak, tetapi kata ‘cemburu’ ada dalam bentuk tunggal. Jadi, kalau dalam Yes 6:8a digunakan kata ganti orang bentuk tunggal dan jamak untuk menunjuk kepada Allah dalam 1 ayat, maka dalam Yoh 24:19 digunakan kata sifat bentuk tunggal dan jamak terhadap diri Allah dalam 1 ayat.
Selanjutnya beberapa ayat dalam Alkitab membedakan Allah yang satu dengan Allah yang lain (seakan-akan ada lebih dari satu Allah) misalnya Maz 45:7-8. Karena dalam ayat ini Alkitab Indonesia kurang tepat terjema¬hannya, mari kita lihat terjemahan NASB berikut ini : “Thy throne, O God, is forever and ever ... Therefore God, Thy God has anointed Thee” (Tahta-Mu, Ya Allah, kekal selama-lamanya. ... Karena itu, Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau). Bandingkan dengan Ibr 1:8-9 yang mengutip ayat ini : (8) Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran. (9) Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu." Terlihat semacam ada lebih dari Allah bukan? Lalu Maz 110:1. Juga untuk ayat ini perhatikan terjemahan NASB : “The LORD says to my Lord ...” (TUHAN berkata kepada Tuhanku ...). Silahkan lihat Mat 22:44-45 yang mengutip ayat ini. Terlihat semacam ada dua Tuhan bukan? Lalu Hos 1:7 : “Tetapi Aku akan menyayangi kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka demi TUHAN, Allah mereka. Aku akan menyelamatkan mereka bukan dengan panah atau pedang, dengan alat perang atau dengan kuda dan orang-orang berkuda.’”. Ayat ini dalam terjemahan NASB berbunyi : “But I will have compassion on the house of Judah and deliver them by the LORD their God, and will not deliv¬er them by bow, sword, battle, horses, or horseman” (Tetapi Aku akan berbelaskasihan kepada kaum Yehuda dan menyelamatkan mereka dengan / oleh TUHAN Allah mereka, dan tidak akan menyelamatkan mereka oleh / dengan busur, pedang, pertempuran, kuda-kuda, atau penunggang-penunggang kuda). Bukankah yang berkata-kata dalam ayat ini adalah Allah sendiri? Tetapi mengapa Allah itu mengatakan bahwa Ia akan menyelamatkan mereka dengan/oleh TUHAN Allah mereka? Jadi ada berapa Allah atau Tuhan? Lalu Kej 19:24 : “Kemudian TUHAN menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN, dari langit”. TUHAN (YHWH), yang saat itu ada di bumi, menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari TUHAN (YHWH), dari langit. Jadi kelihatannya ada 2 TUHAN (YHWH), satu di bumi, satu di langit bukan? Pertanyaan kita sekarang adalah jika Allah itu tunggal secara mutlak, mengapa lalu muncul ayat-ayat yang aneh seperti ini? Tidakkah lebih masuk akal dan alkitabiah untuk berkesimpulan bahwa Allah itu tidaklah tunggal secara mutlak?
Firman dan Roh Kudus bukan pribadi?
Jusuf Roni percaya bahwa Yesus dalam ke-pra-ada-an-Nya sebagai Firman bukanlah suatu pribadi/dzat melainkan hanya sifat saja, sifat dari dzat itu. Demikian juga dengan Roh Kudus. Benarkah demikian? Dalam Injil Yohanes pasal Yoh 17:23-24 Yesus berkata : (23) “Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku. (24) Ya Bapa, Aku mau supaya, di manapun Aku berada, mereka juga berada bersama-sama dengan Aku, mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu, agar mereka memandang kemuliaanKu yang telah Engkau berikan kepadaKu, sebab Engkau telah mengasihi Aku sebelum dunia dijadikan”. Jadi Yesus mengatakan bahwa di antara Ia dan Bapa sudah ada tindakan saling mengasihi dan itu terjadi sebelum inkarnasi-Nya. Berarti itu terjadi pada saat Yesus belum berpribadi melainkan hanya sifat saja/kata-kata di dalam diri dzat Allah menurut ajaran Jusuf Roni. Kalau memang Firman itu hanyalah kata-kata Allah yang tidak berpribadi, bagaimana mungkin Bapa mengasihinya dan sebaliknya? Bisakah atau masuk akalkah seseorang mengasihi dan dikasihi oleh kata-katanya sendiri?
Alkitab juga mengisahkan tentang adanya pengutusan terhadap Anak/Yesus dan Roh Kudus. Yoh 14:26 :- “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”. Yoh 15:26 : “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”. Yoh 17:3 :- “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus”. Jika Yesus dalam ke-pra-ada-an-Nya sebagai Firman bukanlah pribadi melainkan kata-kata/sifat Allah, bagaimana Allah bisa mengutus kata-kata-Nya atau sifat-Nya saja? Masuk akalkah jika saudara mengutus sifat saudara pergi ke Jakarta?
Tentang Roh Kudus, apakah Roh Kudus hanya sekedar sifat/kuasa Allah dan bukan suatu pribadi? Perhatikan ayat ini. Kis 13:2 : “Pada suatu hari ketika mereka beribadah kepada Tuhan dan berpuasa, berkatalah Roh Kudus: ‘Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’ Jikalau Roh Kudus bukan suatu pribadi dan hanya sekedar sifat Allah, bisakah suatu sifat dan berkata-kata dan bahkan disebut dengan kata ganti orang “Ku” / “Aku”? Bisakah sifatnya Jusuf Roni berkata-kata dan disebut sebagai “ku” / “aku”? Charles Hodge berkata : Argumentasi yang pertama untuk kepribadian dari Roh Kudus didapatkan dari penggunaan kata-kata ganti orang dalam hubungan dengan Dia. Seorang pribadi adalah ia yang, pada waktu berbicara, berkata ‘aku’; pada waktu diajak bicara disebut ‘kamu / engkau’; dan pada waktu dibicarakan, disebut ‘ia’ atau ‘nya’. ... Karena itu dalam Kis 13:2, ‘berkatalah Roh Kudus: Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagiKu untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.’. (‘The Holy Spirit’, hal 4-5). Bandingkan dengan Ibr 10:15-17 : “(15) Dan tentang hal itu Roh Kudus juga memberi kesaksian kepada kita, (16) sebab setelah Ia berfirman: ‘Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu,’ Ia berfirman pula: ‘Aku akan menaruh hukumKu di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, (17) dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka”. Argumentasi lainnya yang menunjukkan bahwa Roh Kudus adalah suatu pribadi adalah bahwa mempunyia ciri-ciri suatu pribadi di mana Roh Kudus memiliki pikiran. Yoh 14:26 : “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam namaKu, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu”.Jadi ayat ini mengatakan bahwa fungsi Roh Kudus adalah mengajar dan mengingatkan orang percaya akan Firman Tuhan. Bahwa Roh Kudus itu bisa mengajar / mengingatkan, menunjukkan bahwa Ia mempunyai pikiran. Jika Jusuf Roni menganggap Roh Kudus bukan pribadi dan hanya sifat, apakah sifatnya Jusuf Roni bisa mengajar atau mengingatkan? Roh Kudus juga digambarkan mempunyai perasaan. Ef 4:30 : “Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan”. Yes 63:10 : “Tetapi mereka memberontak dan mendukakan Roh KudusNya; maka Ia berubah menjadi musuh mereka, dan Ia sendiri berperang melawan mereka”. Kedua ayat ini mengatakan bahwa kita tidak boleh mendukakan / menyedihkan Roh Kudus, dan itu menunjukkan bahwa Roh Kudus mempunyai perasaan. Jika Jusuf Roni tidak percaya bahwa Roh Kudus adalah pribadi melainkan hanya sifat, bisakah sifat seseorang merasa berduka? Juga dalam Rom 15:30 dikatakan : “Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam doa kepada Allah untuk aku”. Kata-kata “kasih Roh” di atas diterjemahkan oleh KJV sebagai ‘the love of the Spirit’ (kasih dari Roh). Roh Kudus tidak mungkin mempunyai kasih, kalau Ia adalah sesuatu / suatu kuasa/ suatu sifat dan bukan suatu pribadi. Atau bisakah sifatnya Jusuf Roni mempunyai kasih? Yang mempunyai kasih itu Jusuf Roninya atau sifatnya Jusuf Roni? Roh Kudus juga digambarkan mempunyai kehendak. 1 Kor 12:11 : “Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya”.Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Roh Kudus mempunyai kehendak. Bukankah yang mempunyai kehendak hanyalah suatu pribadi? Ataukah sifatnya Jusuf Roni bisa mempunyai kehendak? Yang bisa berkehendak itu Jusuf Roninya atau sifatnya Jusuf Roni?
Alkitab juga melimpah dengan ayat-ayat yang menyatakan bahwa Roh Kudus melakukan tindakan-tindakan yang menunjukkan bahwa Ia adalah suatu pribadi. Perhatikan kata-kata yang saya garisbawahi dalam ayat-ayat berikut : Neh 9:20a - “Dan Engkau memberikan kepada mereka RohMu yang baik untuk mengajar mereka”. Yoh 15:26 : “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku”. Yoh 16:8 : “Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman”. Rom 8:26 : “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan”. Rom 8:14 : “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah”. Kis 8:29 : “Lalu kata Roh kepada Filipus: ‘Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!’”. Kis 16:6-7 : “(6) Mereka melintasi tanah Frigia dan tanah Galatia, karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil di Asia. (7) Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus tidak mengizinkan mereka”. Kis 15:28 : “Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak beban dari pada yang perlu ini”. Gal 4:6 : “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”. Kis 6:10 : “tetapi mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara”. Maz 143:10 : “Ajarlah aku melakukan kehendakMu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya RohMu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!”. 1Tes 1:6b : “dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus” dan masih banyak lagi. Sekarang silahkan saudara pikirkan sendiri, bisakah sesuatu yang bukan pribadi melainkan hanya kuasa/sifat dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mengajar, bersaksi, menginsafkan, membantu, berdoa, memimpin, berkata-kata, mencegah, memutuskan, berseru, mendorong, menuntun, mengerjakan, dll? Hanya orang bodoh yang bisa bisa berkesimpulan demikian. Hal-hal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh ‘seseorang yang berpribadi’, bukan oleh ‘sesuatu yang tidak berpribadi’. Herbert Lockyer berkata : “Secara keseluruhan, sekitar 160 teks dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru menyinggung tindakan-tindakan dari Roh. Menyangkal kepribadian bagi Dia sama dengan membuat ayat-ayat referensi ini tak mempunyai arti dan menggelikan.) (‘The Holy Spirit of God’, hal. 31).
Jikalau data-data ini dirasa masih kurang, baiklah akan saya tambahkan lagi. Di dalam Alkitab juga ada hal-hal yang bisa dilakukan terhadap Roh Kudus, yang hanya bisa dilakukan terhadap seorang pribadi. Perhatikan ayat-ayat berikut : Kis 7:51 : “Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, …”. Mat 12:31-32 : “(31) “…Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. (32) Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni,…”. Ibr 10:29 : “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”. Kis 5:3,9 : “(3) Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? ... (9) Kata Petrus: ‘Mengapa kamu berdua bersepakat untuk mencobai Roh Tuhan?....’” Jikalau Jusuf Roni mengatakan bahwa Roh Kudus hanya sifat Allah dan bukan pribadi Allah sendiri, silahkan Jusuf Roni memikirkannya sendiri. Bisakan orang menentang, menghujat, menghina, mendustai dan mencobai suatu sifat? Betapa naifnya kalau ia menjawab ya!
Dari data-data Alkitab yang sudah saya paparkan ini, jelas bahwa ajaran Alkitab bukan seperti yang dipahami oleh Jusuf Roni. Alkitab mengajarkan adanya 3 pribadi di dalam keallahan yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus. Apakah itu berarti bahwa orang Kristen percaya ada 3 Allah? Sama sekali tidak (lihat kembali Pengakuan Iman Athanasius di atas). John Calvin berkata : “Tiga yang dibicarakan, masing-masing adalah Allah sepenuhnya, tetapi tidak ada lebih dari satu Allah” (‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 3). Adanya ayat-ayat Alkitab yang mengatakan bahwa Allah itu esa seperti Ul 6:4; 1 Raj 8:60; Mark 12:32; Yoh 17:3; 1Kor 8:4; 1 Tim 2:5; Yak 2:19, dll harus diartikan bersama-sama dengan sejumlah ayat lain yang menunjukkan adanya kejamakan tertentu dalam diri Allah yang sudah saya paparkan sedikit di atas. Jika kita mengatakan Allah itu esa secara mutlak dalam arti 1 pribadi/dzat seperti yang dipercayai Jusuf Roni, maka kita akan menjadi Unitarian. Calvin mengutip kata-kata Gregory Nazianzus sebagai berikut : “Saya tidak dapat memikirkan yang satu tanpa dengan cepat dilingkupi oleh kemegahan dari yang tiga; juga saya tidak bisa melihat yang tiga tanpa segera dibawa kembali kepada yang satu” (‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XIII, No 17). Tetapi jika kita mempercayai ada 3 Allah maka kita akan menjadi Triteisme dan itu kafir. Karena itu doktrin Tritunggal berada di antara dua posisi ini. Loraine Boettner berkata : “Kami mendapatkan bahwa doktrin ini mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga pada satu sisi doktrin ini menghindari monoteisme yang keras dari orang-orang Yahudi dan Islam, dan pada sisi yang lain menghindari politeisme yang bodoh dari orang Yunani dan Romawi”. (‘Studies in Theology’, hal 110). Orang Kristen percaya bahwa Allah itu ESA DI DALAM HAKIKATNYA tetapi TIGA DI DALAM PRIBADINYA. Karena hakikat-Nya yang satu ini maka kita tidak bisa mengatakan bahwa ada 3 Allah. Karena adanya 3 pribadi ini maka kita tidak bisa mengatakan bahwa hanya ada satu secara mutlak (1 pribadi).
Mirip Dynamic Monarchianism.
Pada waktu saya menelusuri sejarah tentang ajaran sesat tentang Allah Tritunggal, maka saya mendapatkan bahwa kelihatannya ajaran Jusuf Roni tentang Allah Tritunggal ini mempunyai kemiripan dengan ajaran sesat tentang Allah Tritunggal yang disebut Dynamic Monarchianism. Kata “monarchianism” berarti ‘pemerintah / penguasa tunggal’. Ajaran ini menekankan keesaan Allah, dan ini menyebabkan mereka mengorbankan keilahian Kristus. Dr. Freundt mengatakan : “Abad ketiga merupakan saat di mana banyak teori-teori anti-tritunggal berkembang sebagai suatu usaha untuk menjaga kepercayaan kepada satu Allah bersama-sama dengan kepercayaan kepada Kristus sebagai Anak Allah. (Monarchianisme berasal dari 2 kata Yunani yang berarti satu pemerintah / penguasa.) Para pengikut Monarchianisme percaya bahwa doktrin tentang Tritunggal yang dikembangkan oleh para Apologists dan ahli-ahli teologia Katolik / Universal membahayakan kesatuan / keesaan Allah. (‘Early Christianity’, hal. 47). Louis Berkhof menulis : “Ini merupakan jenis Monarchianisme yang mempunyai keinginan utama untuk mempertahankan keesaan Allah, dan sepenuhnya sejalan dengan bidat Ebionite dari Gereja mula-mula dan dengan Unitarianisme pada zaman sekarang ini”. (‘The History of Christian Doctrines’, hal. 77). Bukankah itu yang mau diusahakan oleh Jusuf Roni?
Sesuatu yang menarik adalah bahwa ajaran ini diajarkan oleh seorang yang bernama Artemon, seorang yang lahir di Syria, dan seorang pengajar yang paling terkenal dari ajaran ini bernama Paul dari Samosata, seorang bishop dari Antiokhia, Syria (Louis Berkhof, ‘The History of Christian Doctrines’, hal. 78). Adapun ajaran Paul dari Samosata adalah sebagai berikut seperti yang dijelaskan Louis Berkhof (note : bacalah perlahan-lahan sambil membandingkannya dengan ajaran Jusuf Roni terutama kata-kata yang saya garisbawahi) : “Menurutnya Logos/Firman memang sehakekat atau dari zat / substansi yang sama dengan Bapa, tetapi bukan merupakan seorang Pribadi yang berbeda dalam diri Allah. Ia bisa disamakan dengan Allah, karena Ia ada dalam Dia sama seperti pikiran / akal manusia ada dalam manusia. Ia hanya semata-mata merupakan kuasa yang bukan merupakan pribadi, hadir dalam semua manusia, tetapi khususnya bekerja dalam manusia Yesus....Dengan konstruksi doktrin tentang Logos/Firman ini, Paul dari Samosata mempertahankan kesatuan / keesaan Allah sebagai kesatuan pribadi maupun kesatuan hakekat, karena Logos/Firman dan Roh Kudus semata-mata merupakan sifat-sifat, yang bukan merupakan pribadi, dari Allah; dan dengan demikian menjadi pelopor dari ajaran Socinians dan Unitarians yang muncul belakangan” (‘The History of Christian Doctrines’, hal. 78). Mirip bukan dengan ajaran Jusuf Roni? Jadi sekali lagi saya tegaskan, ajaran Jusuf Roni sama sekali jauh dari ajaran Kristen pada umumnya dan bertentangan dengan Alkitab. Ajaran Jusuf Roni seperti yang sudah saya tunjukkan lebih mirip dengan ajaran Saksi Yehovah, ajaran Unitarianisme dan ajaran Dynamic Monarchianism yang adalah ajaran-ajaran yang dianggap bidat di kalangan kekristenan. Sayang sekali banyak jemaat dan juga pendeta-pendeta yang hadir tidak menyadari hal ini padahal Alkitab berkata : “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. (1 Yoh 4:1).
Mengapa Jusuf Roni bisa seperti ini?
Sesuatu yang sangat saya sayangkan adalah mengapa Jusuf Roni bisa mempercayai ajaran semacam ini? Dulunya saya begitu mengaguminya dan saya mempunyai banyak koleksi kaset khotbah-khotbahnya. Mengapa seorang yang bertobat dan meninggalkan agamanya yang lama lalu masuk agama Kristen bahkan sudah giat memberitakan Injil justru mempercayai bahkan menyebarkan ajaran yang menyimpang semacam ini dan menyeret banyak orang Kristen ke dalam ajaran seperti ini apalagi doktrin Tritunggal adalah ajaran dasar/fondasi dari agama Kristen? Kelihatannya Jusuf Roni melakukan ini demi mencapai titik temu dengan agama Islam dan Yahudi. Ini sesuai dengan apa yang dikatakannya dalam Majalah ‘NARWASTU’, bulan Juni 2000 : “Jadi monoteisme Abraham itu meeting point, ketemu dengan agama Islam, juga dengan agama Yahudi. ...”. Inilah tujuan Jusuf Roni sebenarnya. Bahkan menurut saya Jusuf Roni kelihatannya bukan hanya mau mempertemukan doktrin Allah Tritunggal dalam Kristen dan doktrin tentang Allah dalam ajaran Islam dan Yahudi, tetapi ia juga mau membuat doktrin Allah Tritunggal itu menjadi ajaran yang masuk akal / bisa diterima oleh akal. Dengan mengatakan bahwa Allah hanya 1 pribadi/dzat, yang mempunyai Firman dan Roh, maka jelas sekali itu merupakan suatu doktrin yang bisa diterima akal (tetapi tidak alkitabiah). Ia tidak menyadari bahwa dalam mempelajari doktrin tentang Allah, perlu diketahui dan dicamkan bahwa otak kita yang terbatas tidak mungkin bisa mengerti total Allah yang tidak terbatas. Ayub 11:7-9 : (7) Dapatkah engkau memahami hakekat Allah, menyelami batas-batas kekuasaan Yang Mahakuasa? (8) Tingginya seperti langit -- apa yang dapat kaulakukan? Dalamnya melebihi dunia orang mati -- apa yang dapat kauketahui? (9) Lebih panjang dari pada bumi ukurannya, dan lebih luas dari pada samudera”. Karena itu jika ada orang yang bisa mengajarkan doktrin Allah Tritunggal sehingga bisa diterima akal sampai tuntas, itu pasti sesat! Selain itu dalam ajaran tentang Allah Tritunggal (dan juga tentang Kristus dan doktrin keselamatan) tidak ada ‘meeting point’ (titik temu) antara Kristen dan Islam yang memang merupakan 2 agama yang berbeda bahkan bertentangan. Bahkan menurut saya juga tidak ada ‘meeting point’ dengan agama Yahudi, karena agama Yahudi hanya berdasarkan Perjanjian Lama, yang sekalipun sudah mengandung ajaran tentang Allah Tritunggal, tetapi masih samar-samar. Jadi monoteisme agama Yahudi adalah monoteisme yang mutlak, sedangkan monoteisme Kristen adalah monoteisme yang tidak mutlak, karena kita mempercayai Allah yang esa dalam 3 pribadi. Kalau Jusuf Roni bisa membuat titik temu, jelas itu disebabkan ia sudah mengkompromikan ajaran Kristen dan mengajarkan suatu doktrin yang sudah dikorupsi demi mencapai kesamaan itu. Dalam CD nya yang saya dengarkan, Jusuf Roni mengatakan bahwa ketika dia memberi penjelasan tentang Tritunggal demikian, maka orang Islam pun berkata “wah…kalau demikian ceritanya berarti kita sama dong!” padahal saya sudah tunjukkan bahwa ajarannya menyimpang dari Alkitab. Jadi Jusuf Roni ternyata mengorbankan / mengkompromikan kebenaran demi memperoleh “kedamaian” dan penerimaan baik dari orang Islam maupun Yahudi.
Memakai Alkitab dan mirip doktrin Tritunggal Kristen.
Ketika saya mensharingkan masalah ini kepada seorang teman, ia berkata“tapi bukankah Jusuf Roni juga memakai ayat Alkitab sebagai dasar ajarannya dan ajarannya sangat mirip dengan ajaran Kristen?” Saya menjawab bahwa memakai ayat Alkitab saja tidak lantas berarti bahwa ajaran itu alkitabiah. Hampir semua ajaran sesat memakai ayat-ayat Alkitab. Sewaktu ular/setan menggoda Hawa, ia juga memakai firman Tuhan kan (Kej 3:1b)? Demikian juga pada saat iblis mencobai Yesus, ia memakai ayat Alkitab. (Mat 4:5-6; Maz 91:11-12). Jadi memakai ayat Alkitab belum tentu itu adalah ajaran Alkitab, tergantung bagaimana dia menafsirkan ayat itu dilihat dari seluruh terang Kitab Suci mulai dari Kejadian sampai Wahyu. Kita tidak boleh menafsirkan 1 ayat dan mengabaikan ayat-ayat yang lain. Semua itu harus dilihat dan ditafsirkan secara bersama-sama.
Selain itu soal masalah kemiripan dengan ajaran Kristen, memang kelihatannya mirip jika kita tidak menelitinya tetapi jika kita menelitinya maka justru ajaran Jusuf Roni sangat jauh dari ajaran Kristen dan justru lebih mirip dengan ajaran bidat-bidat seperti yang sudah saya tunjukkan di atas. Tapi kalau pun mau dikatakan mirip ajaran Kristen, tentu itu wajar karena jika sesuatu mau dibuat palsu, dia harus mirip dengan yang asli. Jika orang ingin membuat uang palsu maka dia harus membuat semirip mungkin dengan uang asli baik dari segi ukuran (panjang dan lebar, tebal), warna, jenis huruf, gambar, dll. Yesus berkata : "Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (Mat 7:15). Jelas bukan bahwa mereka tidak datang seperti serigala asli, mereka datang dalam rupa domba sehingga mirip sekali dengan domba bukan? Jadi kalau ada ajaran palsu yang mirip dengan ajaran Kristen itu wajar dan karena itu kita harus berhati-hati. Orang tidak akan tahu suatu uang adalah uang palsu kecuali dia benar-benar mengetahui seperti apa uang asli. Demikian juga orang tidak akan tahu suatu ajaran adalah ajaran yang palsu jika tidak tidak mengetahui seperti apa ajaran yang benar. Mengapa saya menuliskan ini?
Sewaktu saya mempertimbangkan untuk menulis tanggapan ini, saya sadari bahwa ini mungkin akan mendatangkan sikap jengkel/tidak senang kepada saya dari orang-orang yang pro pada ajaran Jusuf Roni ini. Tetapi haruskah itu mencegah saya untuk membiarkan suatu ajaran yang menyimpang disebarluaskan tanpa saya berbuat apa-apa? Berdasarkan Firman Tuhan dalam 1 Yoh 4:1 : “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia” maka saya mengharapkan agar semua pendengar Jusuf Roni melakukan Firman Tuhan ini dengan menguji ajaran Jusuf Roni dari Alkitab seperti yang dilakukan oleh orang Kristen di Berea : “Orang-orang Yahudi di kota itu lebih baik hatinya dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika, karena mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian. (Kis 17:11) tapi kalau ternyata tidak ada orang yang melakukan itu, biarlah saya yang melakukannya. Lagi pula saya teringat bahwa jemaat di Korintus pernah ditegur karena mereka sabar saja menghadapi ajaran yang asing : Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima. (2 Kor 11:4) sedangkan jemaat di Efesus pernah dipuji oleh Tuhan karena mereka tidak dapat sabar terhadap ajaran-ajaran palsu : “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta” (Wah 2:2). Karena itulah saya memutuskan untuk menulis tanggapan ini dengan harapan agar apa yang saya paparkan dapat menolong banyak jemaat untuk melihat manakah ajaran yang benar yang sesuai dengan Alkitab dan manakah ajaran palsu yang menyimpang dari Alkitab. Seandainya ada pihak yang bisa mengirimkan tulisan saya ini kepada Pdt. Jusuf Roni, saya berterima kasih untuk itu dan mengharapkan agar dia dapat memberikan tanggapan baliknya. Kiranya Tuhan menolong umat-Nya di zaman yang semakin bengkok ini.
Setuju bang, kita harus menguji setiap ajaran yang datang...bahkan jika itu datang dari pendeta kita sendiri sekalipun.
BalasHapusKiranya Tuhan Yesus memberkati abang dan Roh Kudus menuntun abang selalu untuk mampu melihat seperti ini, dan jangan lupa share ya, supaya banyak orang tidak disesatkan.