Beberapa hari yang lalu, saya mampir ke sebuah toko buku dan melihat-lihat buku yang ada disana. Mata saya akhirnya tertuju pada sebuah buku baru (cetakan pertama, tahun 2011) yang berjudul “AL-QUR’AN BERBICARA AGAMA LAIN” yang ditulis oleh Tasirun Sulaiman.
Di point / Bab yang ke-7, halaman 99-115, si penulis memberi sub-judul “Al-Qur’an Mengomentari Kristen”. Sama seperti kaum muslim yang lain, penulis juga mengkritik soal keTuhanan Yesus dengan mengatakan bahwa iman orang Kristen itu telah berlebihan karena meyakini bahwa Nabi Isa a.s itu Putra Allah. “Inilah yang dikritik habis Al-Qur’an. Kenapa? Nabi Isa a.s sebagai seorang nabi sudah terlibat kontrak dengan Allah bahwa dirinya mengemban misi tawhid! Jadi bagaimana mungkin malah menyebarkan kemusyrikan?” (AL-QUR’AN BERBICARA AGAMA LAIN, hal 108).
Penulis buku ini meyakini bahwa sang Nabi (Isa) telah terlibat ‘kontrak’ dengan Allah untuk mengemban misi tauhid. Jadi, Yesus tak mungkin adalah Putra Allah / Tuhan. Penulis melanjutkan dengan mengutip al-Maidah 5:116 dan mengatakan “Maka wajarlah kalau al-Qur’an yang memiliki rekaman lengkap kemudian menyampaikan berita dan kritik kepada mereka yang mengatakan kalau Nabi Isa a.s. itu Putra Allah.” (Hal 108). Dia mengatakan bahwa al-Qur’an sedang melaksanakan misinya yaitu melakukan koreksi! Karena telah terjadi penyimpangan (hal 110).
Ada banyak orang Islam yang mengaku bahwa ‘Taurat, Zabur (Mazmur) dan Injil’ itu, ada didalam Al-Qur’an. Mungkin ini yang dijadikan dasar bahwa Al-Qur’an memiliki ‘rekaman yang lengkap’.
Baik, jika memang Al-Qur’an adalah ‘wahyu Allah’ yang berisi ‘rekaman yang lengkap’, maka silahkan jawab pertanyaan saya ini: Kitab Taurat terkenal dengan ‘The ten commandments’ yaitu 10 perintah / hukum Tuhan yang diberikan kepada orang Israel melalui nabi Musa (Kel 20:1-17). Dapatkah umat Islam menunjukkan di ayat manakah dalam Al-Qur’an yang memuat 10 Hukum Tuhan itu? Kitab Mazmur terdapat nubuatan tentang penderitaan Yesus. Dimanakah ayatnya dalam Al-Qur’an? Injil terkenal dengan penyaliban, pembunuhan dan kebangkitan Yesus Kristus. Apakah Al-Qur’an juga merekamnya?
Mengenai bukti keilahian Yesus (baik di PL maupun PB), sudah saya singgung di tulisan bagian kedua. Taurat / PL dan Injil / PB sama-sama ‘sepakat’ tentang keTuhanan Yesus. Mengapa hanya Al-Qur’an yang berbeda?
Apakah memang benar, Al-Qur’an adalah sebuah kitab / buku yang benar-benar memiliki ‘rekaman yang lengkap’ dan bertujuan untuk ‘mengoreksi’ Kitab sebelumnya? Mari sekali lagi kita buktikan kebenarannya!
Saya akan menunjukkan tuduhan selanjutnya dari para pengkritik umat Islam yang mempertanyakan kredibilitas Alkitab dan menuduh bahwa Alkitab sudah mengalami ‘korupsi’ / pemalsuan.
Tuduhan Keenam
Tasirun Sulaiman: “Namun selanjutnya, al-Qur’an memperingatkan telah terjadinya korupsi dan distorsi kalau kitab suci Bible memuat kesalahan seperti diantaranya tentang ramalan kelahiran seorang nabi setelah nabi Isa a.s, yakni Nabi Muhammad s.a.w.
Coba baca dan perhatikan ayat berikut ini: “Dan ketika Isa ibnu Maryam berkata: ‘Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad.’ Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang nyata.’” (al-Shaf; 61;6)
Para doctor ahli kajian Kitab Suci telah membuat dugaan adanya kesalahan penerjemahan dari kata Yunani ‘periclytos’ yang artinya lebih dekat kepada Ahmad dan Muhammad, menjadi ‘penghibur’ yang diduga terjemahan dari kata ‘paracletos’. Coba lihat Bible Johanes; xiv. 16 dan xv.26 dan xvi. 7. Karena itu kemudian para doctor ahli kajian kitab suci menduga ada kesalahan penerjemahan atau malah korupsi atau distorsi. Tapi, bila itu korupsi dan distorsi maka siapa pelakunya?
Al-Qur’an membuat sebuah pernyataan yang cukup menarik:
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; ‘Ini dari Allah’, untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” (al-Baqarah; 2; 9).” [AL-QUR’AN BERBICARA AGAMA LAIN, Tasirun Sulaiman. hal 110.111)]
Tanggapan saya:
Disini Tasirun Sulaiman sedang mempertanyakan keaslian Alkitab yang menurut sura al-Baqarah 2;9, orang-orang yang menulisnya adalah orang yang ‘celaka’ karena telah menulis Firman / wahyu palsu yang bukan berasal dari Allah.
Tetapi ada hal yang aneh, jika memang Alkitab itu sudah di ‘korupsi’ / ‘diubah’, lalu mengapa Sulaiman justru mengutip Yoh 14:16; 15:26 dan Yoh 16:7 untuk membenarkan sura al-Shaf; 61;6? Saya justru melihat bahwa secara implicit, Sulaiman sebenarnya sedang mengakui bahwa Yoh 14:16, 15:26 dan Yoh 16:7 adalah Firman Allah. Namun keanehan selanjutnya adalah, dia membuat perkecualian, yaitu kata Yunani “periclytos” yang seharusnya ada di ayat itu, diduga telah disalah terjemahkan menjadi “paracletos”.
Saya melihat ada sesuatu yang ‘salah’ dengan cara berpikir Sulaiman. Disatu sisi dia mengklaim bahwa Alkitab telah mengalami ‘korupsi’ / ‘distorsi’ (pemalsuan), tetapi disisi yang lain, dia malah mengutip ayat-ayat Alkitab yang dianggap ‘mendukung’ / ‘cocok’ dengan Al-Qur’an. Saya kira ini adalah bentuk ketidakkonsistenan!
Pertanyaannya adalah, bagian-bagian mana sajakah dalam Alkitab yang merupakan Firman Allah dan mana yang bukan Firman Allah? Apa standard / dasar yang digunakan pihak Islam untuk menilai / menentukan benar tidaknya suatu ayat dalam Alkitab? Mungkin akan dijawab: ‘semua yang tak cocok dengan Al-Quran, pasti bukan Firman Allah’. Jika memang demikian, sayapun bisa mengatakan bahwa ‘semua yang tak sesuai dengan Alkitab, pasti bukan Firman Tuhan’. Lalu yang mana yang benar?
Siapa saja memang bisa mengklaim hal yang demikian, itu adalah hak setiap pribadi. Tapi yang menjadi persoalannya adalah, apakah ‘klaim’ seperti itu bisa dipertanggungjawabkan ataukah hanya klaim kosong belaka?
Teks seperti Yoh 14:16, adalah teks umum (termasuk Ul 18:15-19) yang sering digunakan oleh umat Islam untuk mengklaim bahwa ayat itu berbicara / sedang menubuatkan kedatangan Muhammad. Sulaiman menggunakan Yoh 14:16; 15:26 dan Yoh 16:7 sebagai dasarnya dan mengatakan telah terjadi kesalahan terjemahan pada kata Yunani “periclytos” yang seharusnya diartikan “Ahmad” atau “Muhammad”, tetapi diubah menjadi “paracletos”. Benarkah demikian?
Saya menemukan sebuah link yang memuat buku Ahmaed Deedat, The Choice Islam and Chritianity (edisi Indonesia Dialog Islam Kristen), yang juga menjelaskan hal ini. Disitu tertulis: “‘Ahmad’ atau ‘Muhammad’ orang mulia, adalah terjemahan dari kata Yunani periclytos… Para doctor berpendapat bahwa Parakletos adalah pembacaan yang menyimpang dari periclytos, dan dalam firman asli Yesus, ada ramalan tentang nabi suci yang bernama Ahmad.” (Dialog Islam Kristen, Deedat. Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, hal 23).
Disini dikatakan bahwa kata Yunani periclytos dapat diterjemahkan menjadi ‘Ahmad’ atau ‘Muhammad’ orang mulia. Dibeberapa sumber lain, saya juga menemukan hal yang sama, bahwa kata periclytos diartikan sebagai ‘terpuji’ atau ‘dia yang terpuji’. Kata ini tentunya memiliki arti yang bebeda dengan kata PARAKLETOS yang berarti ‘penolong’ atau ‘penghibur’.
Disebutkan bahwa: “Para doctor berpendapat bahwa Parakletos adalah pembacaan yang menyimpang dari periclytos, dan dalam firman asli Yesus, ada ramalan tentang nabi suci yang bernama Ahmad.” Benarkah demikian? Saya tanya: mana sumber valid dari para ahli bahasa Yunani yang mengatakan bahwa istilah yang seharusnya adalah ‘periclytos’ dan bukan ‘parakletos’? ‘Parakletos’ adalah pembacaan yang menyimpang? Sejak kapan penyimpangan itu terjadi?
Perhatikan kata-kata seorang penafsir berikut:
Pulpit Commentary (hal 226) mengatakan bahwa kata PARAKLETOS sering digunakan oleh penulis-penulis Yahudi maupun oleh bapa-bapa gereja, sebagai lawan kata dari kata ‘accuser’ (= penuduh), yang merupakan salah satu gelar / sebutan untuk setan (bdk. Zakh 3:1 Wah 12:10b). (Eksposisi Injil Yohanes, Pdt. Budi Asali, M.Div).
Dijelaskan bahwa kata PARAKLETOS telah digunakan orang Yahudi dan bahkan sejak para bapa gereja. Apakah berarti kata ‘periclytos’ memang telah ada di manuskrip-manuskrip awal? Dapatkah pengkritik menunjukkan manuskrip PB yang mencatat hal ini? Sekalipun misalnya kata itu benar, namun mengapa begitu PD / yakin untuk menerapkannya pada Muhammad? Dasarnya apa? Sudahkah pengkritik melihat konteks ayat yang dimaksud?
Ataukah pemilihan kata tersebut hanya didasari pada ‘kemiripan’ huruf? Perhatikan ilustrasi berikut: Guru saya bernama atau biasa dipanggil dengan pak Budi. Bagaimana jika saya mencari kata-kata yang mirip dengan nama itu (misalnya ‘Bodo’) untuk memanggilnya? Apa mungkin sang guru tidak akan memarahi saya? Jika para pengkritik umat Islam mencari kata-kata yang mirip dengan kata PARAKLETOS misalnya kata PERICLYTOS (yang juga mengandung arti berbeda), apakah sang pengilham Kitab Suci (Allah) tidak akan berbuat sesuatu??
Sekarang saya akan membahas kata ‘Penolong’ dalam Yoh 14:16 yang dipersoalkan Tasirun. Kata ‘Penolong’ dalam ayat itu, berasal dari kata Yunani παράκλητος - PARAKLETOS. Kata ini muncul sebanyak 5 x: Yoh 14:16; Yoh 14:26; Yoh 15:26; Yoh 16:7 yang menunjuk pada Roh Kudus, dan 1Yoh 2:1 yang menunjuk pada Yesus. Rupanya kata ini bisa digunakan baik untuk Roh Kudus, maupun untuk Yesus. Ini mungkin mengisyaratkan adanya kesetaraan antara Roh Kudus dan Yesus.
Apakah arti dari kata ini? Perhatikan beberapa kutipan berikut ini:
Dr. Paul P. Enns: “Penolong orang-orang kudus (Yoh 14:16). Di teks itu Yesus berjanji kepada para murid ‘seorang penolong yang lain’. Penolong dalam kata Yunani PARAKLETON yang berasal dari dua kata. ‘berjalan disamping’ dan ‘dipanggil’, jadi, ‘seseorang yang dipanggil untuk berjalan di samping untuk menolong.’" (Paul Enns, The Moody Handbook Of Theology. Literatur SAAT, 2006, hal 310).
Donald C. Stamps, MA, M.Div, penulis The Full Life Study Bible dalam komentarnya terhadap teks Yoh 14:16 berkata: “Yesus menyebut Roh Kudus sebagai ‘penolong’. Kata ini adalah terjemahan dari kata Yunani PARAKLETOS, yang secara harfiah berarti, ‘seseorang yang dipanggil untuk mendampingi agar menolong.’ Kata ini kaya artinya: Penasihat, Penguat, Penghibur, Penolong, Pembela, Juruselamat, Sekutu dan Sahabat.” (Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, 2004. hal 1733).
Everett F. Harrison, Th.D., Ph.D., Profesor bidang Perjanjian Baru, Fuller Theological Seminary, Pasadena, Calif: “… Penolong yang lain (Authorized Version menerjemahkan istilah ini dengan Penghibur yang lain; Penghibur lebih mempertahankan unsur pemberi kekuatan yang ada pada istilah aslinya.) … Di dalam Roh kita memiliki lebih daripada sekedar Penolong pada saat-saat diperlukan – supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (The Wycliffe Bible Commentary, vol 3. Gandum Mas, 2008, hal 363,364).
Leon Morris (NICNT): “Kata Yunaninya adalah PARAKLETOS yang artinya lebih menunjuk kepada seorang pengacara dari pada seorang penghibur” - hal 649.
William Hendriksen: “Arti dari kata ini tidak boleh dibatasi secara terlalu sempit. Roh Kudus adalah Penolong dalam begitu banyak segi: Ia memang menghibur, dan karena thema utama dari pasal 14 adalah penghiburan, maka adalah mungkin bahwa Yesus mempunyai ini dalam pikiranNya lebih dari apapun yang lain. Tetapi Roh itu juga (dan dalam hubungan yang dekat dengan pekerjaan memberikan penghiburan) mengajar, mempimpin dalam kebenaran (16:13,14); mengingatkan murid-murid akan ajaran Kristus (14:26); dan tinggal di dalam mereka sebagai sumber inspirasi dan kehidupan (14:17). Bapa dan Anak menyuruh Roh untuk berada di sisi para murid untuk menghibur, menegur / mengingatkan / menasehati, mengajar, dan memimpin mereka; dengan kata lain, supaya dalam setiap situasi dan kondisi Sang PARAKLETOS bisa memberikan pertolongan apapun yang dibutuhkan. Jadi, kami tidak mengetahui terjemahan yang lebih baik dari istilah ‘Penolong’” - hal 276.
Para ahli Kitab Suci / penafsir, semua menyatakan bahwa istilah ‘Penolong’ berasal dari kata Yunani PARAKLETOS, yang bisa diartikan bermacam-macam: ‘Penghibur, pengacara / pembela, penolong’, dan sama sekali tidak menyinggung soal kata ‘periclytos’ yang memiliki arti ‘terpuji’.
Siapakah ‘penolong’ / ‘penghibur’ itu? Perhatikan konteks dari Yoh 14:16; 15:26; Yoh 16:7, dan ayat lain yang berhubungan dengan sang ‘PARAKLETOS’ ini.
Yoh 14:16. ‘Penolong’ diayat ini menunjuk pada ‘Roh Kebenaran’. Juga disebut sebagai ‘penghibur’ yaitu Roh Kudus (ayat 26). Penolong ini berfungsi untuk ‘menyertai manusia / orang percaya selama-lamanya’ (ayat 16), tinggal / diam di dalam orang Percaya (ayat 17). Penghibur yaitu Roh Kudus diutus oleh Bapa dalam nama Yesus (ayat 26), akan mengajarkan segala sesuatu dan mengingatkan orang percaya akan akan apa yang telah dikatakan Yesus (ayat 26b).
Yoh 15:26. Kata penghibur yang dimaksud di ayat ini adalah ‘Roh Kebenaran’. Roh ini di utus oleh Yesus (Bdk Yoh 16:7) dan bersaksi tentang Yesus (ayat 26).
Yoh 16:7. Beberapa pekerjaan dari penghibur adalah ‘menginsafkan dunia akan dosa ketidakpercayaannya pada Yesus’ (ayat 8-9. Bdk Kis 2:37), memimpin kedalam seluruh kebenaran (ayat 13), ‘memuliakan Yesus dan memberitakan pada manusia apa yang diterimanya dari Yesus’ (ayat 14).
Ayat-ayat ini dengan sangat jelas telah memberitahu bahwa yang dimaksud dengan sang ‘Penolong’ itu, adalah ‘Roh Kebenaran’ yaitu Roh Kudus. Bagaimana mungkin lalu dipelintir menjadi ‘Muhammad’?
Secara lebih rinci, Alkitab juga mencatat tentang siapakah Roh Kudus itu; Dia adalah Allah itu sendiri!
Kis 5:3-4 “Tetapi Petrus berkata: ‘Ananias, mengapa hatimu dikuasai Iblis, sehingga engkau mendustai Roh Kudus dan menahan sebagian dari hasil penjualan tanah itu? Selama tanah itu tidak dijual, bukankah itu tetap kepunyaanmu, dan setelah dijual, bukankah hasilnya itu tetap dalam kuasamu? Mengapa engkau merencanakan perbuatan itu dalam hatimu? Engkau bukan mendustai manusia, tetapi mendustai Allah.’"
Setelah meninjau konteks dari semua ayat-ayat ini, sekarang saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh pihak Islam:
- Apakah Muhammad adalah suatu ‘Roh’ yang ‘kudus’?
- Dapatkan ia menyertai manusia selama-lamanya?
- Bisakah Muhammad tinggal / diam di dalam manusia?
- Apakah Muhammad di utus oleh Yesus?
- Apakah Muhammad telah melakukan misi untuk menginsafkan dunia akan dosa ketidakpercayaannya pada Kristus?
- Apakah disepanjang hidupnya, Muhammad telah bersaksi tentang Yesus dan memuliakan-Nya?
- Yang lebih penting lagi, apakah Muhammad adalah Allah?
Saudara bisa melihat sendiri, tak satupun para ahli Kitab Suci yang dikutip diatas, yang mengatakan bahwa ayat itu berbicara tentang ‘Ahmad’ atau ‘Muhammad’. Disamping, konteks ayat ini sangat tidak mungkin dipenuhi oleh seorang Muhammad. Tetapi anehnya, Sulaiman mengatakan bahwa para ‘doctor ahli kajian Kitab Suci’ yang menyatakan bahwa kata ‘penghibur’ dalam ayat itu berasal dari kata Yunani ‘periclytos’ yang bisa berarti ‘Ahmad’ atau ‘Muhammad’. Saya tanya: para ‘doktor’ yang mana?? Dibukunya itu, Tasirun sama sekali tidak memberi kutipan pandangan para ‘doktor’ yang dimaksud atau memberi ulasan mendalam atas kata Yunani tersebut, namun hanya berlindung dibalik kata ‘para doctor ahli kajian Kitab Suci’ dengan tanpa memberi kajian. Bagi saya, klaim seperti ini tak punya kekuatan apapun juga!
Lebih lanjut, Tasirun bahkan mengutip ayat Al-Qur’an dan menghakimi penulis / penerjemah Kitab Suci sebagai orang yang ‘celaka’ karena telah mengubah isi Alkitab!
Bagi saya ini lagi-lagi aneh. Mengapa? Seperti yang sudah dkatakan diatas, pengkritik menuduh bahwa Alkitab sudah dipalsukan. Tapi mengapa justru menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk membenarkan Al-Qur’an? Yang mana yang benar, Alkitab sudah dipalsukan atau belum dipalsukan? Anehnya lagi, setelah menggunakan ayat Alkitab untuk membenarkan Al-Qur’an, para pengkritik dari Islam kemudian memodifikasi ayat itu untuk disesuaikan dengan keinginannya sendiri. Ini jelas ‘pemerkosaan’ terhadap ayat Kitab Suci!
Melihat sang penulis yang penuh ketidakjelasan / ketidakkonsistenan ini, bagaimana mungkin dia bisa menghakimi penulis Alkitab sebagai seorang yang ‘celaka’? Apa dasar penghakiman itu?
Mungkinkah para pengkritik dari umat Islam hanya ingin mencari ‘pembenaran’ dari Alkitab akan keabsahan nabi mereka? Jika para pengkritik yakin bahwa Al-Qur’an adalah Firman Tuhan, namun mengapa justru mencari dukungan pada kitab lain? Bukankah secara implicit para pengkritik ini sebenarnya mengakui bahwa Alkitab juga adalah Firman Tuhan? Tetapi, apakah Alkitab memberi pengesahannya? Sama sekali tidak!
Catatan / penerapan: Jaman sekarang ada banyak orang Kristen tertentu yang menggunakan Al-Qur’an sebagai dasar untuk membuktikan keTuhanan Yesus. Menurut saya, ini adalah suatu ketolollan! Saya tak akan mencari dukungan dari kitab suci lain manapun juga. Saya yakin Alkitab adalah Firman Allah, dan karena itu, saya yakin apa yang tertulis didalamnya adalah benar secara mutlak!
Sekarang saya ingin lanjutkan dengan menunjukkan beberapa naskah Yunani yang memuat kata PARAKLETOS yang menunjuk pada ROH KUDUS dan bukan bicara tentang Muhammad:
Yohanes 14:26
Textus Receptus (TR): ὁ δὲ παράκλητος τὸ πνεῦμα τὸ ἅγιον ὃ πέμψει ὁ πατὴρ ἐν τῷ ὀνόματί μου ἐκεῖνος ὑμᾶς διδάξει πάντα καὶ ὑπομνήσει ὑμᾶς πάντα ἃ εἶπον ὑμῖν
Westcott & Hort (WH): ὁ δὲ παράκλητος τὸ πνεῦμα τὸ ἅγιον ὃ πέμψει ὁ πατὴρ ἐν τῷ ὀνόματί μου ἐκεῖνος ὑμᾶς διδάξει πάντα καὶ ὑπομνήσει ὑμᾶς πάντα ἃ εἶπον ὑμῖν ἐγώ
Kata παράκλητος (paraklêtos) pada kedua naskah diatas, menunjuk pada πνεῦμα ἅγιον (pneuma hagion / Roh Kudus). Kedua naskah Yunani ini jelas-jelas menuliskan PARAKLETOS yang merujuk pada ROH KUDUS dan sama sekali tidak menulis ‘periclytos’ / Muhammad.
Bandingkan dengan versi NIV dan LAI:
NIV “But the Counselor, the Holy Spirit, whom the Father will send in my name, will teach you all things and will remind you of everything I have said to you.”
LAI “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”
Saya menyadari bahwa saya memang tak menguasai bahasa Yunani. Namun saya yakin saya tak lebih bodoh dari para ‘doktor’ itu yang memaksakan sesuatu yang tidak tercatat pada naskah aslinya dan bahkan menentang konteks ayat yang dimaksud!
Sekarang kita kembali pada klaim Tasirun Sulaiman yang mengatakan bahwa Al-Qur’an memiliki ‘rekaman lengkap’ dan bertujuan untuk ‘mengoreksi’ kitab sebelumnya. Pertanyaan saya adalah: dimanakah di sepanjang Al-Qur’an yang mencatat kedatangan sang PARAKLETOS (Roh Kudus) atau penggenapannya ??
Saya menganjurkan pada para pengkritik umat Islam untuk tak perlu susah payah mencari dukungan Alkitab tentang nubuat kedatangan nabi anda, karena tak ada satupun ayat yang mencatatnya! Hal ini tentunya berbeda dengan Yesus Kristus yang adalah nabi dan Tuhan umat Kristen. Dia bukan hanya dinubuatkan 700 tahun sebelum kelahiran-Nya, tetapi bahkan 1000 tahun sebelumnya! Hal itu sudah tercatat dalam Taurat / Perjanjian Lama yang adalah Kitab Suci pendahulunya.
Tuduhan Ketujuh:
Tasirun Sulaiman: “Juga berkenaan dengan pernyataan yang mengatakan mereka telah membunuh Nabi Isa a.s. dan menyalibnya. Al-Qur’an dengan tegas menyangkalnya! Kenapa? Tentu saja, al-Qur’an sebagai kitab yang menyatakan dirinya diciptakan oleh Tuhan yang menciptakan alam semesta, telah merekam semua kejadian yang terjadi dalam sejarah kemanusiaan, khususnya, berkenaan dengan masalah-masalah keyakinan, etika dan moral.
Perhatikan ayat berikut ini:
‘Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa’. (al-Nisa; 4;157).
Sehingga al-Qur’an kemudian mengindikasikan adanya orang-orang tidak bertanggungjawab yang mencoba merubah keaslian ajaran Nabi Isa a.s. seperti yang terjadi dengan kasus; penisbahan atau asosiasi kalau Isa a.s. itu putra Allah, penyaliban Nabi Isa a.s dan lain-lain. Dan itu dialamatkan kepada para tokoh agama yang tidak bertanggungjawab… Juga tuduhan al-Qur’an yang dialamatkan kepada mereka-mereka yang telah menulis Kitab Suci mereka yakni Injil (Bible), yang sesungguhnya itu bukan wahyu atau inspirasi dari Allah lewat Nabi Isa a.s. tapi dari kreativitas dirinya sendiri, maka amat celakalah mereka, kata al-Qur’an. Kenapa? Karena mereka telah menyesatkan ajaran yang benar, yang diperjuangkan Nabi Isa a.s dengan mati-matian. Mereka melakukan korupsi dan distorsi juga menyembunyikan fakta-fakta kebenaran yang menjadi misi utama Nabi Isa a.s. sendiri, yakni ajaran tawhid.” (AL-QUR’AN BERBICARA AGAMA LAIN, Tasirun Sulaiman. hal 111, 112, 113).
Tanggapan saya:
Disini Tasirun menuduh bahwa pembunuhan dan penyaliban Yesus / ‘Isa’, itu tidak pernah terjadi dan merupakan bukti bahwa pernyataan yang ada didalam Alkitab tentang hal itu, salah dan membuktikan bahwa Alkitab bukan kitab yang diwahyukan / diinspirasikan oleh Allah, namun hanyalah buatan manusia.
Saya akan menyoroti kata-kata Al-Qur’an berikut: “Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa”. (al-Nisa; 4;157).
Perhatikan kalimat yang saya garis bawahi itu. Apakah hal ini benar? Sekarang saya akan tunjukkan bukti historisnya!
- Pertama, ada beberapa penulis Romawi. Tacitus, “senior” di antara para sejarawan Roma (sekitar 60-120 M), antara lain telah menulis Annals, sebuah sejarah tentang para kaisar dari wangsa Julius-Claudius, mulai dengan Tiberius sampai dengan Nero (14-68 M). Dalam bagian tentang Nero, Tacitus secara ringkas menggambarkan penganiayaan orang-orang Kristen dan dalam proses tersebut menyebut nama pemimpin mereka, “Kristus, dari nama ini mereka telah memperoleh nama mereka, yang dibunuh oleh procurator Pontius Pilatus dalam pemerintahan Tiberius.” (Tacitus, Annals, 15:44. Dari buku Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Joseph P. Free, direvisi dan diperluas oleh Howard F. Vos. Gandum Mas, 2001, hal 369).
- Lucian dari Samosata (sekitar tahun 125-190), yang dianggap oleh banyak orang sebagai penulis yang paling brilian dari sastra Yunani yang hidup kembali dibawah kekaisaran Romawi, yang juga menjadi pejabat pemerintah di Mesir, dalam karangan sindirannya tentang orang Kristen, yang diterbitkan dengan judul The Passing of Peregrinus (sekitar tahun 170), menggambarkan Kristus sebagai pemrakarsa kultus kekristenan dan menyebutkan bahwa Ia “disalibkan di Palestina” karena telah menciptakan kultus ini (Lucian, Passing of Peregrinus, 1.11 13. Dari buku Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Joseph P. Free, direvisi dan diperluas oleh Howard F. Vos. Gandum Mas, 2001, hal 369, 370).
- Seorang sejarawan Yahudi ternama (abad pertama) yang bernama Josephus, dalam karyanya Antiquities (93 M) membuat sebuah pernyataan tentang Yesus dan “memberitahu bagaimana Pilatus menjatuhkan hukuman mati pada-Nya dan bagaimana Ia hidup kembali dan menampakkan diri kepada para pengikut-Nya pada hari ketiga” (Josephus, Antiquities of the Jews. Translated by William Whiston. Dari Arkeologi dan Sejarah Alkitab, Joseph P. Free, direvisi dan diperluas oleh Howard F. Vos. Gandum Mas, 2001, hal 370).
- Yulius Afrikanus, menulis kira-kira tahun 221 M, mengutip seorang sejarawan keturunan Samaria (yang menulis tahun 52 M), menyatakan tentang saat-saat kegelapan pada waktu penyaliban Yesus, “Thallus, dalam buku ketiga tentang sejarahnya, menjelaskan tentang kegelapan ini sebagai sebuah gerhana matahari – kelihatannya tidak masuk akal bagi saya… Dan pada saat itu adalah masa bulan purnama paskah ketika Yesus mati.” (Yulius Africanus, Chronography 18.1. Dikutip dari buku Apologetika, Josh McDowell, Vol 3. Gandum Mas, 2007, hal 43,44).
- Philopon (De. opif. mund. II 21) mengutip kata-kata Phlegon, seorang sejarawan abad pertama, mengatakan: “Dan mengenai kegelapan ini… Phlegon mengenangnya dalam Olympiads (judul buku sejarahnya).” Dia berkata bahwa “Phlegon berbicara tentang gerhana matahari yang terjadi pada waktu penyaliban Tuhan Kristus…” (Apologetika, Josh McDowell, Vol 1. Gandum Mas, hal 142)
Mat 27:19-26 “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, isterinya mengirim pesan kepadanya: ‘Jangan engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena Dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam.’ Tetapi oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak bertekad untuk meminta supaya Barabas dibebaskan dan Yesus dihukum mati. Wali negeri menjawab dan berkata kepada mereka: ‘Siapa di antara kedua orang itu yang kamu kehendaki kubebaskan bagimu?’ Kata mereka: ‘Barabas.’ Kata Pilatus kepada mereka: ‘Jika begitu, apakah yang harus kuperbuat dengan Yesus, yang disebut Kristus?’ Mereka semua berseru: ‘Ia harus disalibkan! Katanya: ‘Tetapi kejahatan apakah yang telah dilakukan-Nya?’ Namun mereka makin keras berteriak: ‘Ia harus disalibkan!’ Ketika Pilatus melihat bahwa segala usaha akan sia-sia, malah sudah mulai timbul kekacauan, ia mengambil air dan membasuh tangannya di hadapan orang banyak dan berkata: ‘Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini; itu urusan kamu sendiri!’ Dan seluruh rakyat itu menjawab: ‘Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!’ Lalu ia membebaskan Barabas bagi mereka, tetapi Yesus disesahnya lalu diserahkannya untuk disalibkan.”
Mat 27:45-50 “Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ‘Eli, Eli, lama sabakhtani?’ Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Mendengar itu, beberapa orang yang berdiri di situ berkata: ‘Ia memanggil Elia.’ Dan segeralah datang seorang dari mereka; ia mengambil bunga karang, mencelupkannya ke dalam anggur asam, lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum. Tetapi orang-orang lain berkata: ‘Jangan, baiklah kita lihat, apakah Elia datang untuk menyelamatkan Dia.’ Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya."
Mat 28:1-7 “Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu. Maka terjadilah gempa bumi yang hebat sebab seorang malaikat Tuhan turun dari langit dan datang ke batu itu dan menggulingkannya lalu duduk di atasnya. Wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju. Dan penjaga-penjaga itu gentar ketakutan dan menjadi seperti orang-orang mati. Akan tetapi malaikat itu berkata kepada perempuan-perempuan itu: ‘Janganlah kamu takut; sebab aku tahu kamu mencari Yesus yang disalibkan itu. Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya. Mari, lihatlah tempat Ia berbaring. Dan segeralah pergi dan katakanlah kepada murid-murid-Nya bahwa Ia telah bangkit dari antara orang mati. Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia. Sesungguhnya aku telah mengatakannya kepadamu.’"
Sekarang bandingkan dengan pernyataan Origen, seorang sarjana Kristen pada awal abad ketiga. Dalam Against Celsus, dia berkata:
“Agaknya Yesus telah disalibkan pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius. Pada peristiwa itu telah terjadi gerhana matahari dan gempa bumi besar, saya kira Phlegon juga telah menulis kejadian-kejadian itu di dalam buku Tawarikhnya yang ke-13 atau yang ke-14.” (Origenes, Against Celsus 2.33. Dari buku Apologetika, Josh McDowell, Vol 3. Gandum Mas, hal 45).
Bukan hanya mereka saja, tetapi para Rabi (orang Yahudi) yang hidup di jaman dahulu dan para bapa Gereja awal lainnya juga mengakui hal ini (seperti Ignatius yang wafat tahun 117 M, Polikarpus tahun 69-155, dsb).
Tentu saja semua orang Kristen yang sejati juga mengakui dan beriman pada Kristus yang telah mati, disalibkan dan bangkit. Ini adalah ‘jantung’ dari kekristenan / Alkitab. Para rasul / murid Yesus bahkan rela mati demi imannya pada Kristus. Polikarpus, murid dari Yohanes yang meyakini bahwa Yesus Kristus telah mati di kayu salib untuk memikul dosa manusia, bahkan dibakar pada kayu pancang dan ditikam dengan pedang!
Setelah saudara melihat semua fakta sejarah ini, sekarang bandingkan dengan kata-kata Al-Qur’an:
“Dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak menyalibnya, tetapi orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka, mereka tidak yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa”. (al-Nisa; 4;157).
Klaim Al-Qur’an ini, secara langsung diperhadapkan dengan fakta sejarah yang mendukung kebenaran Alkitab! Disini ada dua kelompok yang saling bertentangan:
Alkitab + Sejarah VS Al-Qur’an
Al-Qur’an menyerang Alkitab dan menuduh bahwa Isa putra Maryam tidak dibunuh dan disalib. Tetapi fakta menunjukkan bahwa Yesus memang benar-benar mati dan disalib. Orang-orang yang hidup di abad pertama sampai ketiga juga mengakui kebenaran tersebut. Jadi, pada saat Al-Qur’an menentang Alkitab, itu sama saja dengan menentang sejarah!
Lalu yang mana yang benar? Alkitab yang didukung oleh bukti sejarah, atau Al-Quran dengan tanpa dukungan sejarah? Silahkan para pembaca memberi penilaiannya masing-masing.
Serangan balik untuk para pengkritik dari umat Islam.
Tasirun menunjukkan bahwa Al-Qur’an mengindikasikan adanya orang-orang yang mencoba merubah keaslian ajaran Isa, seperti ajaran tentang penyaliban, kematian dan keTuhanan Yesus. Dan itu dilakukan oleh para tokoh agama. Lalu menuduh bahwa Injil (Bible) bukanlah wahyu / inspirasi dari Allah, tetapi hanyalah kreativitas / buatan manusia saja, karena penulisnya telah melakukan ‘korupsi’ dan ‘distorsi’ juga menyembunyikan fakta-fakta kebenaran yang menjadi misi utama Nabi Isa a.s. Pertanyaan saya adalah: siapakah para ‘tokoh agama’ yang telah merubah ajaran Yesus itu? Kapan mereka merubah ajaran Yesus? Dimana? Mengapa dengan adanya begitu berlimpahnya manuskrip PB, tak seorangpun yang tahu peristiwa pemalsuan itu?
Ajaran Alkitab tentang kematian dan penyaliban Yesus sangat cocok dengan bukti sejarah, lalu bagaimana mungkin pihak Islam menuduh Alkitab telah diubah? Bukankah justru Al-Qur’an yang sedang mencoba merubah keaslian ajaran Yesus itu? Anda mengatakan bahwa ada Fakta kebenaran yang ‘disembunyikan’? Bukankah justru anda yang sedang menyembunyikan dan bahkan menentang Fakta kebenaran tentang Yesus yang bersejarah itu?
Sekarang kita kembali pada ‘klaim’ Tasirun yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang memiliki ‘rekaman yang lengkap’ dan bertujuan untuk mengoreksi kitab sebelumnya. Sanggahan saya adalah, bagaimana mungkin Al-Qur’an dikatakan memiliki ‘rekaman lengkap’ jika ternyata dia tidak memuat tentang pembunuhan dan penyaliban Yesus? Bagaimana mungkin Al-Qur’an dikatakan sedang mengoreksi Alkitab, jika ajaran Alkitab tentang pembunuhan dan penyaliban Yesus benar-benar adalah fakta sejarah yang tak terbantahkan? Mau mengoreksi apa?? Justru sebaliknya, Alkitab-lah yang seharusnya mengoreksi Al-Qur’an karena tidak memuat dan bahkan tidak mengakui fakta sejarah tentang pembunuhan dan penyaliban Yesus.
Untuk mengakhiri bagian ini, perhatikan kutipan kata-kata berikut.
E. J. Young: “Sejarah dan iman tidak bisa diceraikan / dipisahkan satu dengan lainnya. Buanglah dasar sejarahnya dan iman akan lenyap. ... Mengatakan bahwa apa yang Alkitab ceritakan tentang sejarah bisa salah, tetapi apa yang Alkitab ceritakan tentang iman tidak bisa salah, adalah omong kosong" - ‘Thy Word Is Truth’, hal 101.
Tuduhan kedelapan
Ustad Mokoginta dalam bukunya ‘Mustahil Kristen Bisa Menjawab’ menulis: “Bukti lain bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah, seandainya di Arab Saudi diadakan pekan Tilawatil Qur’an, kemudian seluruh dunia mengakses siaran tersebut, kami umat Islam bisa mengikutinya, bahkan bisa menilai apakah bacaannya benar atau salah. Dan ketika mengikuti siaran acara tersebut, tidak perlu harus mencari kitab Al Qur’an cetakan tahun 2000 atau 2005. Sembarang Al Qur’an tahun berapa saja diambil, pasti sama. Beda dengan Alkitab Seandainya ada acara pekan tilawatil Injil disiarkan langsung dari Amerika, kemudian seluruh dunia mengaksesnya, kitab yang mana yang jadi rujukan untuk diikuti dan dinilai benar tidaknya? Sama-sama bahasa Inggris saja beda versi, jadi sangat mustahil jika umat Kristiani bisa melakukan pekan tilawatil Injil, karena satu sama lainnya berbeda.”
Arda Chandra, dalam sebuah forum dialog Kristen-Islam, berkata: “Taurat dan Injil yang diakui asli oleh Kristen ternyata palsu karena selalu direvisi, dan memiliki banyak versi. Taurat dan Injil yang diakui Kristen tidak bisa diteliti dan dibuktikan keasliannya karena bukti yang ada hanya sampai kepada manuskrip SALINAN yang dibuat orang belakangan…Kalau Taurat dan Injil yang anda pegang adalah asli, mana mungkin ada ayat yang dimasukkan dan dibuang..?? Mana naskah yang anda bilang asli yang dijadikan rujukan untuk membuat salinan alkitab yang ada sekarang..?? Fakta adanya perbedaan versi menunjukkan kebenaran klaim Al-Qur’an bahwa yang diakui sebagai Taurat dan Injil oleh Kristen merupakan kitab yang sudah bercampur-aduk antara yang hak dengan yang bathil, ada ayat yang ditambah dan dikurangi. Bukankah klaim Al-Qur’an tersebut terbukti tanpa harus menunjukkan bukti arkeologis berupa kitab tua yang ditulis dan diakui kebenarannya oleh Musa dan Isa Almasih..??”
Tanggapan saya:
Sebenarnya ini adalah sebuah serangan yang justru bisa diserang balik oleh orang Kristen untuk membuktikan bahwa kitab yang diyakini umat Islam ternyata juga ‘palsu’ dan bukan firman Allah. Mengapa demikian? Nanti akan saya jelaskan dibawah.
Di bagian pertama dari seri tulisan apologi ini, saya sudah mengutip penjelasan dari Dr. Woodrow Kroll, seorang pengajar Alkitab dari Back to the Bible yang selama sepuluh tahun telah menjabat sebagai presiden dari Practical Bible College di Binghamton, New York, tentang sedikit sejarah Alkitab versi bahasa Inggris.
Namun kita bukan hanya memiliki berbagai versi Inggris, tetapi juga memiliki banyak versi lain dalam berbagai bahasa di dunia. Mengapa kita memiliki demikian banyak terjemahan dan versi? Berikut saya tuliskan lagi kutipan pendapat dari Dr. Kroll dalam buku ‘Bagaimana Alkitab Dlahirkan’:
“Terjemahan-terjemahan ini dibuat bukan dengan maksud untuk menyingkirkan darah dari Alkitab atau untuk memperlemah Kitab Suci. KJV, NKJV, NASB dan NIV semuanya diterjemahkan dengan niat yang sebaik mungkin. Para penerjemah ingin menghasilkan terjemahan Alkitab yang akurat. Mereka semua mempunyai motif yang benar.
Versi-versi tersebut ada karena ada perbedaan dalam keluarga naskah dari mana mereka diterjemahkan. Tidak ada konspirasi untuk menghapuskan bahan dari Alkitab. Para penerjemah hanya menerjemahkan apa yang dikatakan dalam naskahnya. Tetapi ada naskah yang berbeda dari naskah yang lainnya, dan pilihan naskah yang dipergunakan tentu menentukan bagaimana hasil terjemahannya.
Lalu, mengapakah kelompok penerjemah yang satu memilih naskah yang satu, sementara kelompok penerjemah lain memilih naskah yang lain? Masing-masing kelompok penerjemah harus menilai, naskah mana yang mereka rasakan paling jelas mewakili otograf orisinil dari Kitab Suci itu. Hal ini merupakan suatu tindakan iman. Para penerjemah yang bermaksud baik, percaya bahwa mereka mempergunakan naskah yang terbaik. Mungkin anda tidak sependapat dengan kesimpulan mereka, tetapi anda tidak bisa tidak setuju dengan niat mereka.” (Hal. 18)
Point yang dibicarakan Dr. Kroll disini adalah, berbagai versi itu ada, dikarenakan adanya perbedaan naskah / manuskrip dari mana mereka diterjemahkan. KJV misalnya, mereka mendasari terjemahannya pada Textus Receptus, yang merupakan kumpulan naskah yang paling tersedia diawal abad ke-17.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: Mengapa naskah / manuskrip-manuskrip tersebut bisa berbeda satu dengan yang lainnya? Apakah itu membuktikan bahwa Kitab Suci Kristen telah mengalami pengeditan / pemalsuan? Berikut, saya akan mencoba memberi penjelasannya.
Manuskrip-manuskrip (MMS) Yunani yang kita miliki sekarang, terdapat lebih dari 5700. MMS ini terdiri dari empat kelompok: Papirus, Majuskel, Minuskel dan Leksionari.
Daniel B. Wallace, seorang Profesor Studi Perjanjian Baru, pendiri The Center for the Study of New Testament Manuscripts, dalam bukunya ‘Interpreting The New Testament Text: Introduction to the Art and Science of Exegesis (a Festschrift for Harold W. Hoehner), mengatakan bahwa pada bulan Maret 2006, statistic MSS Yunani PB adalah berjumlah 5745 manuskrip! Kebanyakan MSS ini berasal dari abad kedua sampai abad keenam belas. Fragmen terawal, yang disebut Papirus 52 atau P52, sangat mungkin berasal dari dari paruhan kedua dari abad kedua (sekitar 100-150 M). Beberapa tahun belakangan, ditemukan beberapa papirus yang tersimpan di Universitas Oxford, sehingga jumlahnya bertambah antara 10 sampai 15 papirus yang usianya sedini abad kedua. (Dari buku Meletakkan Dasar: Kritik Tekstual Perjanjian Baru, hal 12-14).
Perlu diketahui, manuskrip-manuskrip / salinan para penulis itu, tetap terjaga / tersimpan di museum-museum dan perpustakaan (bandingkan dengan manuskrip-manuskrip awal dari Al-Qur’an yang justru dimusnahkan / dibakar). Berikut adalah beberapa diantaranya:
Naskah John Rylands (130 M) terdapat diperpustakaan John Ryland di Manchester, Inggris (fragmen PB yang tertua).
Bodmer Papyrus II (150-200 M) terdapat di perpustakaan kesusasteraan dunia Bodmer, berisi sebagian besar Injil Yohanes.
Papiri Chester Beatty (200 M) terdapat di museum Chester Beatty di Dublin dan sebagian dimiliki oleh Universitas Michigan. Koleksi ini terdiri dari kodeks-kodeks papirus, tiga diantaranya memuat bagian terbesar dari Perjanjian Baru.
Kodeks Vaticanus (325-350 M), terdapat di Vatican Museum berisi hampir semua kitab Perjanjian Baru.
Kodeks Sinaiticus (350 M) terdapat di British museum. naskah yang berisi hampir seluruh PB dan lebih daripada separuh seluruh Perjanjian Lama.
Kodeks Alexandrinus (400 M) terdapat di British museum. Memuat hampir seluruh Alkitab.
Kodeks Ephraenti (tahun 400-an M) terdapat di Bibliotheque Nationale, Paris. Setiap kitab PB termuat dalam naskah itu, kecuali II Tesalonika dan II Yohanes.
Kodeks Bezae (450 M ke atas) terdapat di perpustakaan Cambridge dan berisi Injil-Injil serta Kisah Para Rasul, bukan hanya dalam bahasa Yunani tapi juga dalam bahasa Latin.
Jujur saja, diantara ribuan MMS ini, memang terdapat perbedaan-perbedaan tertentu. Bagaiman kita menilai hal ini? Pengkritik dari Islam melihat hal ini sebagai bukti bahwa Alkitab yang dimiliki oleh orang Kristen saat ini bukan Firman Tuhan dan menuduh telah terjadi pemalsuan didalamnya. Apakah memang demikian? Tentu saja tidak! Perbedaan-perbedaan seperti ini memang wajar, karena kita memiliki sangat banyak MMS (bandingkan dengan manuskrip Al-Qur’an yang setahu saya hanya beberapa saja). Perbedaan ini ada, bukan karena para penyalin melakukan konspirasi untuk menghapus bagian-bagian tertentu dalam Alkitab. Salah eja, salah baca, dsb, adalah beberapa faktor penyebab adanya perbedaan itu.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Alkitab adalah sebuah buku kuno yang ditulis dari bahan-bahan yang tak bisa bertahan lama. Karena itu, dibutuhkan salinan-salinan untuk mempertahankan tulisannya. Lalu bagaimana menentukan, yang mana diantara salinan ini yang sesuai dengan naskah aslinya? Ini tentunya membutuhkan kajian / penelitian khusus terhadap salinan-salinan dokumen tertulis tersebut. Inilah yang disebut sebagai kritik tekstual.
Menurut Prof. Wallace, semua varian tekstual dapat dikelompokkan dalam tiga kategori: pertama, varian yang insignifikan bagi makna teks; kedua, varian yang bermakna (signifikan) namun tidak “mampu bertahan” (viable); ketiga, varian yang bermakna dan mampu bertahan. (Yang kita maksudkan dengan istilah “mampu bertahan” adalah varian yang dapat diklaim sebagai yang mungkin otentik.) Mayoritas varian tekstual masuk dalam kategori pertama dan kedua.
Kelompok terbesar varian tekstual adalah perubahan ejaan yang sebagian besar bahkan tidak dapat diterjemahkan. Misalnya “Di dalam MMS biasanya ‘Yohanes’ dapat dieja sebagai Ἰωάνης atau Ἰωάννης. Setiap nu (v) yang tidak tetap (movable), dalam beberapa MMS disingkirkan, namun tetap dipertahankan dalam MMS yang lain. Ada tidaknya nu ini tidak memberi pengaruh apa-apa.”
Perubahan ejaan ini termasuk kategori varian yang insignifikan.
Hal-hal seperti ini bisa terjadi karena beberapa hal, misalnya: penyalin keletihan, kurang memperhatikan, dsb. Namun, ditegaskan bahwa perubahan ini tidak mempengaruhi satu iota pun dari maknanya!
Bagaimana menentukan keotentikan di antara varian-varian ini? Wallace menjelaskan: “Dengan membandingkan bukti eksternal dan bukti internal, kita dapat sampai kepada kesimpulan tentang varian mana yang asli. Varian tekstual yang lebih mungkin otentik ditemukan dalam saksi-saksi yang terawal, terbaik dan tersebar paling luas secara geografis. Varian ini sesuai dengan konteks dan gaya penulis kitab, dan jelas merupakan induk yang memunculkan varian-varian pesaing lainnya berdasarkan pertimbangan literer.” (Meletakkan Dasar: Kritik Tekstual Perjanjian Baru, hal 44).
Tetapi walaupun ada perbedaan-perbedaan semacam demikian, dapat dipastikan bahwa tidak ada doktrin Kristen yang berubah!
Sebagai contoh, dalam 1 Yoh 5:7, ada kata-kata yang merupakan rumusan Tritunggal “di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi.” Bagian ini diragukan keasliannya! Sekalipun terdapat dalam KJV (1611), namun Wycliffe menyatakan bahwa tidak ada satupun naskah kuno yang mencantumkan bagian ini sebelum abad ke empatbelas. Di samping itu, tidak ada Bapa-bapa Gereja yang mengutip hal ini. Makanya LAI memberi tanda kurung tegak pada bagian ini untuk menunjukkan usianya yang relative muda. Tetapi yang jelas, doktrin Tritunggal tidak tergantung pada ada atau tidaknya rumusan itu dalam 1 Yoh 5:7! Mengapa? Karena doktrin itu telah tersebar di banyak ayat, baik dalam PL maupun PB.
Dari seluruh penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kami / Kristen mempunyai begitu melimpahnya bahan yang tersedia untuk menentukan kata-kata PB yang asli: paling tidak ada lebih dari 5700 MMS PB Yunani, 20.000 terjemahan, dan lebih dari 1.000.000 kutipan dari tulisan bapa gereja! Jika dibandingkan dengan rata-rata penulis Yunani klasik, salinan-salinan PB seribu kali lipat banyaknya!
Dr. Wallace berkata: “Jika tebal MMS yang berukuran rata-rata adalah sekitar 6,5 cm, tumpukan seluruh salinan dari tulisan rata-rata penulis Yunani hanya akan mencapai sekitar 1,3 m, sedangkan tumpukan salinan-salinan PB akan mencapai lebih dari 1,6 km! Luar biasa melimpah ruah!” (Meletakkan Dasar: Kritik Tekstual Perjanjian Baru, hal 21)
Adanya begitu banyak manuskrip / salinan-salinan, versi terjemahan dan kutipan-kutipan, justru membuktikan bahwa Alkitab tak pernah mengalami pengeditan / pemalsuan (misalnya ajaran tentang pembunuhan, penyaliban, keTuhan-an Yesus, kebangkitan-Nya, dsb). Mengapa? Karena jika memang itu terjadi, maka orang bisa dengan mudah menunjukkannya melalui MMS yang ada.
Jadi, tuduhan para pengkritik dari umat Islam bahwa adanya banyak versi terjemahan Alkitab merupakan bukti bahwa Alkitab sudah palsu, merupakan tuduhan yang mengada-ada! Mengapa? Karena perbedaan-perbedaan yang ada di berbagai versi itu diakibatkan oleh adanya perbedaan naskah darimana mereka diterjemahkan. Mengapa MMS itu bisa berbeda? Ini bukan bicara tentang adanya konspirasi / pemalsuan dari para penyalin untuk secara sengaja mengubah, mengedit atau menghapus bagian-bagian tertentu dalam Kitab Suci, tetapi itu karena kesalahan penyalinan dan mayoritas dari kesalahan itu adalah kesalahan dalam meng-eja sebuah kata seperti yang sudah dicontohkan diatas. Tetapi lagi-lagi hal itu sama sekali tidak MENGUBAH doktrin / ajaran Kristen.
Dalam bagian keempat ceramahnya di Lancaster Bible College (untuk Staley Bible Lectureship) bulan Maret 2001, Dr. Wallace yang berbicara mengenai adanya berbagai macam versi Alkitab, memberi kesimpulan sebagai berikut:
“Kecuali NKJV, pada umumnya semua terjemahan modern mengikuti MSS tertua. Jadi dasar tekstual (walau berbeda dalam beberapa bagian tertentu) pada umumnya sama. Bahkan disini, tidak ada doktrin utama yang dipertaruhkan disetiap perbedaan tekstual. Tuhan memelihara kata-kataNya sehingga manusia bisa diselamatkan melalui membaca KJV, Tyndale, Bishops’, RSV, NIV, REB atau NET.
Mengenai terjemahan, ada tiga rasa berbeda: accurate, readable, elegant. Setiap orang Kristen seharusnya memilikinya setidaknya salah satu rasa. Saya merekomendasikan RSV, ESV, dan NASB untuk akurasi, NIV untuk readable/mudah dibaca, dan REB untuk elegance. Atau jika ingin menggabungkan ketiganya, the NET. Untuk belajar Alkitab, NET Bible yang terbaik.
Apakah semua ini mengakibatkan kebingungan? Apakah kita kehilangan Firman Tuhan yang sebenarnya? Tidak, sama sekali tidak. Realitasnya adalah Alkitab King James bisa bertahan selama 270 tahun hanya bisa terjadi karena gereja dan negara bersatu, seperti yang mereka lakukan diInggris tahun 1611. Tapi sekarang berbeda, khususnya Amerika. Saya kira senat Amerika tidak perlu menentukan Alkitab mana yang harus kita pakai dalam gereja!
Untuk pertama kalinya dalam 1500 tahun keberadaan gereja, kita hanya memiliki MSS tulisan tangan. Tapi gereja mampu bertahan dengan itu. Dan MSS itu lebih berbeda satu sama lainnya daripada terjemahan modern sekarang ini! Hanya karena adanya mesin cetak kita percaya mitos akan kesempurnaan pengkalimatan Alkitab. Walaupun ada perbedaan nyata dalam pengkalimatan dan gaya terjemahan dari terjemahan baru, semua menyatakan pesan yang sama.”
Serangan balik untuk para pengkritik dari umat Islam:
Adanya tuduhan ‘pemalsuan’ Alkitab oleh para pengkritik dari kaum muslim, sebenarnya harus diteruskan dengan menjawab pertanyaan ‘kapan pemalsuan itu dilakukan?’ Beberapa muslim memberi tahun 325 sebagai titik awal pemalsuan Alkitab, tetapi hal itu justru menunjukkan bahwa orang tersebut ‘buta sejarah’. Ada yang mengatakan itu terjadi setelah nabi Musa dan Yesus wafat (yang didasari pada teks Alkitab), namun sayangnya, orang ini melakukan eisegesis. Ada lagi yang menggunakan ‘Injil Barnabas’ dan diklaim sebagai Injil yang ‘asli’. Namun lagi-lagi menunjukkan bahwa orang ini sama sekali tak mengerti sejarah!
Sampai detik ini tak ada satupun pihak Islam yang bisa menjawabnya! Jika ditelusuri dalam sejarah, maka pemalsuan itu tidak ada. Kalau ada pengeditan, maka ada satu titik tertentu dalam sejarah dimana ribuan manuskrip itu musnah, tapi semua manuskrip tetap ada / dijaga. Hal ini menunjukkan bahwa tidak pernah terjadi pemalsuan kitab!
Pengkritik berargumentasi bahwa adanya banyak versi dalam Alkitab, membuktikan bahwa kitab itu telah dipalsukan. Baik, saya akan menggunakan argument / serangan ini untuk menyerang balik.
Apa para pengkritik umat Islam lupa bahwa Al-Qur’an juga punya banyak bacaan dan versi yang saling berbeda satu dengan yang lainnya? Pada zaman Usman (lahir tahun 573 M), terdapat berbagai macam versi Qur’an. Dia lalu memutuskan untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan antar versi / naskah tersebut dengan cara membakarnya! Perhatikan berbagai sumber kutipan berikut ini:
“Suatu karya Khalifah Usman yang penting ialah penyusunan Kitab Suci Al-Qur’an. Selama Kekhalifahannya didapati bahwa terdapat berbagai bacaan dan versi Kitab Suci Al-Qur’an di berbagai wilayah imperium. Usman memutuskan untuk menghilangkan perbedaan dan menghimpun versi yang benar dari Kitab Suci Al-Qur’an. Maka dia menyusun suatu dewan yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Dewan ini menghimpun Kitab Suci yang autentik dan salinan yang terdapat pada Hafsah, salah seorang istri nabi, banyak memberikan pertolongan dalam perhimpunannya. Mereka membuat beberapa salinan dari Kitab Suci yang sudah disusun itu. Salinan-salinan ini dikirimkan ke berbagai wilayah imperium, dan sisanya dibakar sehingga keautentikan Kitab Suci Al-Qur’an dapat dipelihara” (‘Islam Konsepsi dan Sejarahnya’ Syed Mahmudunnasir. Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2005. hal 159).
Seorang Guru besar pendidikan Sejarah dan mantan pengurus wilayah Muhammadiyah dan MUI Jawa Tengah, berkata: “Hasil karya besar kedua dari Khalifah Usman adalah keberhasilannya melakukan kodifikasi Qur’an… Dengan kodifikasi itu maka semua naskah atau mushaf Qur’an terdahulu dimusnahkan. Demikian juga dengan berbagai catatan diatas kulit maupun tulang belulang hewan sebagai dokumen awal dimusnahkan, agar tidak membingungkan umat Islam dalam mengkaji Quran.” (‘Islamologi. Sejarah, Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia.’ Prof. Dr. Abu Su’ud. Penerbit: Rineka Cipta. 2003. hal 61).
“Mushaf Utsmani itupun tuntas disusun… Mushaf-mushaf lain yang berbeda dari mushaf utama itu diperintahkan dibakar.” (Kisah hidup Utsman Ibn Affan. Dr. Musthafa Murad. Penerbit Zaman. 2009. hal 56)
Sekarang saya tanya pada para pengkritik dari umat Islam:
Mengapa semua naskah / salinan Al-Qur’an yang terdahulu (termasuk salinan dari para sahabat Muhammad dan berbagai catatan diatas kulit maupun tulang belulang hewan sebagai dokumen awal) itu dibakar?? Sekali lagi saya tekankan bahwa yang dimusnahkan atau dibakar itu adalah naskah terdahulu yang merupakan dokumen awal yang lebih dekat dengan teks ‘aslinya’! Mengapa naskah awal yang begitu ‘sangat penting’ ini dimusnahkan? Apa yang melatarbelakanginya?
Dari kutipan diatas, Usman melakukan itu untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan antar salinan tersebut. Perbedaan-perbedaan seperti apa yang dimaksudkan itu? Mengapa semua naskah / salinan awal yang berbeda dengan kelompok Usman dimusnahkan?
Disebutkan juga bahwa naskah awal itu dimusnahkan agar umat Islam tidak bingung dalam mengkaji Al-Qur’an. Tetapi mengapa harus dokumen awal yang dimusnahkan?? Apa keistimewaan naskah Usman dibandingkan dengan salinan-salinan awal (termasuk salinan dari sahabat Muhammad)?
Mungkin pengkritik dari umat Islam punya argument tertentu untuk ‘membela’ kitab sucinya, tetapi saya akan tunjukkan kutipan-kutipan para pakar Kitab Suci / kritikus tentang betapa pentingnya salinan awal ini sebagai bukti keotentikan sebuah teks / naskah (dalam hal ini dikaitkan dengan naskah Alkiab).
Greenlee yang menulis dalam Introduction to New Testament Textual Criticism tentang rentang waktu diantara naskah asli (otograf) dan naskah yang ada sekarang (salinan kuno yang selamat), berkata bahwa “karena para cendikiawan secara umum mengakui kredibilitas karangan-karangan klasik kuno meskipun naskah pendukungnya yang tertua ditulis jauh setelah naskah aslinya dan jumlah naskah yang selamat pada beberapa kasus sangat sedikit, maka kredibilitas teks Perjanjian Baru dapat dikatakan sudah diakui.” (Greenlee, J. Harold. Introduction to New Testament Textual Criticism. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Co., 1964. hal 16).
F. F. Bruce, seorang professor Rylands dari Biblical Criticism and Exegesis di Universitas Manchester berkata: “Naskah yang ada dari karya-karyanya yang kurang terkenal (Dialogus de Oratoribus, Agricola, Germania) semuanya disalin dari sebuah kodeks dari abad ke-10. Naskah sejarah karangan Thucydides (sekitar tahun 460 sampai 400 sM) sampai kepada kita melalui empat buah naskah kuno, yang tertua berasal dari sekitar tahun 900 M, dan beberapa sobekan papirus, dari masa sekitar permulaan zaman Kristen. Begitu pula halnya dengan karya sejarah Herodotus (tahun 488-428 sM). Namun tidak ada cendikiawan klasik yang mau tahu bahwa keaslian karya Herodotus atau Thucydides patut diragukan karena naskah tertua dari karya mereka yang dapat kita peroleh terpisah lebih dari 1300 tahun daripada tulisan aslinya.” (F. F. Bruce. The New Testament Documens: Are They Reliable? Downers Grove; IL 60515: Inter-Varsity Press, 1964. hal 16,17).
Kenyon, dalam The Bible and Archaeology berkata: “Jarak diantara waktu penulisan karangan asli dan bukti tertua yang masih ada telah menjadi sedemikian kecil sehingga dapat dikatakan tidak ada artinya, sehingga dasar terakhir untuk meragukan bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru telah diwariskan kepada kita secara utuh sebagaimana ia ditulis sekarang sudah tidak berlaku lagi. Jadi, baik keaslian maupun integritas umum kitab-kitab Perjanjian Baru pada akhirnya dapat dianggap telah ditetapkan.” (Kenyon, Frederic G. The Bible and Archaeology. New York: Harper & Row, 1940. hal 288).
J. Harold Greenlee: “… Jumlah naskah Perjanjian Baru yang ada jauh melebihi naskah kesusasteraan kuno lain yang manapun. Di lain pihak, salinan naskah Perjanjian Baru tertua yang ada ditulis pada jarak waktu yang paling dekat dengan naskah aslinya daripada kesusasteraan kuno lainnya.” (J. Harold Greenlee. Introduction to New Testament Textual Criticism. Grand Rapids: William B. Eerdmans Publishing Co., 1964. hal 15).
Prof. Daniel B. Wallace, Ph.D. Seorang Profesor Studi Perjanjian Baru, pendiri The Center for the Study of New Testament Manuscripts, berkata: “Varian yang diutamakan biasanya varian yang terdapat dalam MSS terawal. Sebab, lebih kecil selang waktu antara MSS itu dan teks aslinya, dan lebih sedikit salinan yang memuat kesalahan-kesalahan. Semakin dekat jarak antara suatu MS dan aslinya, semakin besar kemungkinannya mengandung kata-kata yang tepat.” (Meletakkan Dasar: Kritik Tekstual Perjanjian Baru. hal 36).
Seluruh kutipan ini menunjukkan betapa pentingnya manuskrip / naskah awal / tertua untuk menentukan keotentikan / kredibilitas suatu tulisan. Lalu bagaimana dengan Al-Qur-an sendiri? Mengapa naskah yang awal / tertua, justru dimusnahkan?
Hal ini tentunya berbeda dengan Alkitab. Perjanjian Baru misalnya, mempunyai lebih dari 5700 naskah yang walaupun terdapat perbedaan-perbedaan didalamnya, tetapi MMS itu tidak ada yang dimusnahkan, namun tetap dijaga / tersusun rapi (termasuk Naskah John Rylands (130 M), fragmen PB yang tertua)!
Problemnya adalah, jika dalam suatu kitab (baik dalam Al-Qur’an maupun Alkitab) terdapat suatu kesalahan tertentu, lalu bagaimana cara mengoreksi kesalahannya itu? Jika ini ditanyakan pada Alkitab, maka dengan gampang dijawab bahwa ‘kesalahan’ itu dapat dibetulkan oleh setidak-tidaknya satu diantara ribuan bukti. Tetapi bagaimana jika hal ini ditanyakan pada Al-Qur’an? Ada berapa naskah pendukungnya yang obyektif? Bukankah begitu banyak naskahnya (termasuk dokumen awal) telah dengan sengaja dimusnahkan? Lalu metode apa yang harus digunakan? Saya rasa, mungkin ‘metode dugaan’ adalah salah satu jalan keluarnya!
Philip Schaff seorang ahli sejarah (mengutip Tregelles dan Scrivener) berkata: “Kita memiliki begitu banyak naskah Alkitab, dan kita didukung oleh begitu banyak versi, sehingga kita tidak pernah perlu memakai metode dugaan untuk memperbaiki kesalahan tulis atau cetak.” (Tregelles, Greek New Testament, “Protegomena,” P.X.)
Bandingkan dengan klaim Arda Chandra: “Taurat dan Injil yang diakui asli oleh Kristen ternyata palsu karena selalu direvisi, dan memiliki banyak versi. Taurat dan Injil yang diakui Kristen tidak bisa diteliti dan dibuktikan keasliannya karena bukti yang ada hanya sampai kepada manuskrip SALINAN yang dibuat orang belakangan…"
Terlihat jelas, orang ini hanya asal ngomong saja! Padahal bukan Alkitab yang tak bisa diteliti dan dibuktikan keasliannya, tetapi justru sebaliknya Qur’an lah yang menurut saya tak bisa dibuktikan.
Jika pengkritik umat Islam menuduh banyaknya versi dalam Alkitab sebagai bukti bahwa telah terjadi pemalsuan Kitab Suci, maka, apakah berarti sebelum zaman Usman dimana terdapat banyak naskah / versi Al-Qur’an itu juga menjadi bukti bahwa Al-Qur’an sudah dipalsukan / bukan Firman Tuhan? Dan setelah Usman menyusun versi-nya (dijadikan standard) dan memusnahkan berbagai versi yang lain, maka Al-Qur’an menjadi asli kembali / menjadi Firman Tuhan?
Tetapi bukankah menurut Ensiklopedia Encarta, setelah usman merevisi Al-Qur’an dengan membuat satu teks yang dianggap terbaik dan dijadikan standard, namun toh masih ada beberapa versi Al-Qur’an yang berbeda? Jika argumennya didasari pada hal ini (bahwa adanya berbagai versi merupakan bukti bahwa suatu kitab adalah palsu), lalu kapan Al-Qur’an bisa menjadi kitab suci asli / menjadi firman Tuhan? Bagaimana mungkin sebuah kitab suci yang adalah ‘wahyu Allah’ bisa berubah-ubah seperti itu??
Silahkan para pengkritik menjawab pertanyaan ini!
[bersambung ke bagian keempat]
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusWah, gw setuju banget tuh. Banyak bukti" yg menguatkan Alkitab kita
BalasHapus